It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Dokter Nisa baru menjadi Dokter muda minim pengalaman aja udah songong tingkat Dewa.gimana kelak?
Baru sadar klo gaya penulisannya agak mirip sama salah 1 Author di BS.
aku memanggil pak Ridwan dengan sebutan papa Nanda. Karena telah aku jelaskan nama beliau adalah Ridwan selanjutnya aku menulis pak Ridwan saja. Aku masih sungkan dengan kata NANDA. Mamak dan Bapakku menyebut PAPA Ridwan dengan penjelasan seperti cerita dibawah ini.
Pada pukul 3 sore kami membereskan semua acara. Bapak dan mamak memperoleh hasil evaluasi belajarku dan mamak telah kami antar sampai rumah.
Selanjutnya Bapak mengajakku berjalan kaki menuju sebuah gubuk di tengah sawah. Posisi sawah itu sekitar 200 meter dari belakang rumah. Waktu kelas III SD aku sering duduk di gubuk ini tetapi setelah ikut membantu bapak mengemudikan perahu, aku sudah tidak ada waktu kesini. Kami duduk selonjor di dalam gubuk
"Rus.... selamat ya nak, kau rasakan rengking kelas ! tapi bukan itu yang penting" bapakku memberikan ucapan selamat
"makasih pak aku tahu pak ujian akhir lebih sulit" jawabku
"jaket ini melindungi bapak dari angin" bapakku membuka dialog antara anak-bapak
"iya pak. Kalau masih sakit, bapak tu istirahat saja" saranku
"sudah lama aku ingin jalan sama anak kesayangan" alasan bapakku, hmmmmm..... anak kesayangan ! tetapi mata bapak tidak menatap wajahku.......... Ini terasa asing, atau karena sudah lama juga bapak di Muaro Tembesi dan hari ini seperti baru.
"bapak sakit apa ? kata mamak nenek yang sakit !" aku bertanya pada bapak
"sakit usia tua ! kalau masih muda sakitnya lain" jawab bapak menghibur, tidak terucap saja dari mulutnya sakit anak muda itu sakit bercinta, sakit tapi enak.
"aku berdoa tidak sakit meskipun masih muda" pendapatku pada bapak seketika wajah bapakku senyum
"amin nak. coba terka ini sawah milik siapa ?" tanya bapak
"kurang tahu pak" aku jawab itu karena aku lihat sawah ini tidak terawat
"ini sawah papa Ridwan" bapakku memberi keterangan
"aye tapi mengapa letaknya dekat rumah kita?" aku sedikit terpancing dengan permainan bapak
"iya dulu sawah ini milik bapak dan papa Ridwan" meluncur kalimat pemula dari mulut bapak dan bapak batuk menahan sakit pada dadanya
"bapak menjual sama papa Ridwan ya?" aku bertanya pada bapak
"iya nak untuk menutupi hutang judi adik mamak kau" jawab bapakku
"om itu yang berjudi mengapa bapak yang bayar ?" aku merasa heran dengan alasan bapak
"dia mengancam minta uang sama papa Ridwan" dan batuk bapak semakin menjadi-jadi
"bapak selalu melindungi papa Ridwan ! aku sudah tahu pak ! sudah dari kecil kaleeee !" aku berharap sekarang bapak menjelaskan semua pertanyaan berhubungan dengan cerita tersimpan dalam mata kerena kalau mata bercerita maka ceritanya kurang jelas. Nafas bapak sengal
Seketika masuk seorang cekatan melindungi hidung bapak dengan handuk
"oh papa Ridwan ! kaaaappa....n papa datang ?" kalimat dari mulutku terkesan sebagai orang sedang kaget
"sudah dari tadi Rus" jawabnya
"papa tidak langsung pulang ke rumah ?" tanyaku
"mau mengucapkan selamat sama kau" alasannya
"makasih pa" balasku
"wan sudah saatnya Rusli tahu ! " kalimat dari mulut bapak tidak jelas karena bapak susah untuk menarik nafas. Ya Allah bapak sakit apa ? hatiku rusuh sekali
"papa mana mau ngasih jawaban ! tapi aku melihat papa memegang tangan bapak waktu membeli pebukoan di Muaro Tembesi" aku berucap dan mereka tidak mengelak karena ini adalah waktunya
"kejadiannya sudah sangat lama Rus sebelum kau hadir di dunia ! kau akan menolak kami ?" papa Ridwan terlihat sangat siap jika aku menyanggah
"Tidak pa ! tapi tolong kasih aku penjelasan ! aku bingung pa" airmataku tak kuasa kubendung hari ini semua terasa asing sungguh membingungkan
"Ridwan, dia anak baik ! jangan kau sia-siakan dia" permintaan bapakku
seketika handuk yang melindungi hidung bapakku terjatuh dan aku melihat gumpalan cairan cukup banyak. Gumpalan cairan ini yang menggangu pernafasan bapak
"iya ! insyaAllah, Rusli akan menjadi anak yang berguna" jawab papa Ridwan
"amin ! Rus... kau tau daerah Pusar Liek ? 5 km ilir dari tebing kita" suara bapak lumayan jelas sekarang
"tau pak, teman SD ada yang dari sana dulu" jawabku
"syukurlah" jawab bapak
"itu lah dekat ke batang hari" kataku
"iya nak, jangan kesitu samo perahu ! terutama dari tebing dekat rumah papa Ridwan" pesan bapak
Bapak diam menghela nafas ....
"Rus, masih banyak buaya disana" jawab papa Ridwan
"dengar petunjuk papa Ridwan ya nak, jangan banyak membantah" pesan bapak
"iya pak" jawabku
"eh Rus, lagu yang kau nyanyikan tadi lagu memori siapa ?" tanya bapak mulai santai
"tidak tahu pak" jawabku kalem dari hatinuraniku lagu itu adalah lagu memori bapakku dan papa ini
"itu lagu papa Ridwan kau" jawab bapak
"makasih ya Rus" kata papa Ridwan
Suasana jadi hening dan sunyi sejenak dan akhirnya bapak berkata ...
"Wan sudah waktunya dek ! jaga diri baik-baik ! aku titipkan Rusli ya" aku lihat wajah bapakku memutih dan sungguh tenang
Papa Ridwan menggendong tubuh bapak sambil terus membisikkan laaillahaillallah ....
bapak mengikuti kalimat itu dengan lirih
anak yang mendengar kalimat itu akan berfikir bahwa itu adalah kalimat pengiring kepergian bapak menghadap yang kuasa
"bapak...... bapak kenapa ? jangan diam bapak" kalimat ini aku ucapkan sambil terseok melangkah mengejar langkah papa Ridwan yang mengendong bapak, apakah bapak masih bernyawa ?
"bapak.... jangan tinggalkan aku pak.... bapak" terus berucap dan aku menyeka airmataku sambil mengangkat kaki yang terbenam dalam lumpur sawah hingga sampai di depan rumah, kakiku terantuk tangga dan aku terjatuh ....
"bapak, jangan tinggalkan aku pak" ........ selanjutnya aku tidak ingat
Pukul 3 subuh aku terbangun. Aku dalam pangkuan papa Ridwan yang berlinang air mata membaca surah Yasin untuk bapak dan para tetangga juga membacakan ayat Alqur'an untuk bapak
Setelah itu bapak senyum padaku
Bapak mengusap kepalaku yang masih tak berdaya dalam pangkuan
Aku melap airmataku yang jatuh berurai dan membalas senyum untuk bapak
"kak ............................................ Innalilahi wainna ilaihi rojiun ......" papa Ridwan memeluk tubuh orang yang disayangnya
Dalam duka yang dalam ini ya Allah aku bangga sama bapak. Dilepas oleh orang yang disayangnya, tidak hanya dilepas, dibacakan kalimat menghadap yang kuasa dan dituntun dengan bacaan surat Yasin untuk bekal bagi bapak selama di alam kubur.
Meski belum memiliki orang yang kusayang, aku dapat contoh nyata dalam hidup. InsyaAllah aku mampu berbuat seperti ini.
Bapak disholatkan di mushola dan diantar oleh para tetangga ke kuburan. Semua lokasinya tidak jauh dari rumahku.
Tadarusan alquran terus dilakukan hingga malam ke tujuh.
Liburan semesterku ku habiskan untuk setiap hari datang ke kuburan bapak. Tidak ada bunga ros didusun kami. Bunga apa saja aku bawa untuk membuat kuburan bapak tampak indah. Itu hanya bunga, yang dibutuhkan bapak adalah do'a dari anak. Maka setelah menabur bunga aku berdo'a.
Jika malam menjelma aku melihat pada wajah mamak. Wajah yang ikhlas meski bukan orang yang disayang oleh bapak. Mamak menjalani perannya dengan ikhlas aku tahu itu karena dia adalah orang tuaku.
"mak, papa Ridwan perhatian sekali ya sama bapak ?" tanyaku dengan sangat hati-hati
"bapak juga ! jika sama dia, bapak lupa sama mamak" jawab mamak yang mengartikan wajar papa Ridwan begitu karena bapak juga begitu, namanya juga sahabat
Malam tujuhan untuk mendo'a bagi bapak berlangsung dengan lancar. Papa Ridwan yang memimpin acara dan memimpin do'a. Rasanya air mataku sudah habis karena malang ditinggalkan oleh bapak. Sehingga aku hanya melihat papa Ridwan menangis dan aku amin kan semua doa yang dibacakan. Ini lebih dari air mata. Karena Allah tidak pernah butuh air mata, Allah butuh doa yang dipinta. Bapak akan senyum mendengar pendapatku.
Hari ke dua puluh aku dapat kabar dari Wulan, bahwa Nanda pindah ! dia sudah pamitan sama kelompok orang berada itu.
Berati papa Ridwan juga pindah ! tapi tadi pagi papa Ridwan masih mengajakku menjenguk kuburan bapak dan kami mencari durian di kebon karyawan papa Ridwan.
Mungkin Wulan salah dengar informasi dan aku masih sungkan dengan nama NANDA si sok kecantikan dan sok hebat tetapi tidak begitu hebat.
Tiga hari setelah itu papa Ridwan menyuruhku datang ke rumahnya
Setibanya disana aku disambut oleh perang dunia kesepuluh
"Tahu aku ini rumah kau ! Kami telah diusir ! Tapi anakku dokter dan dusun ini mampu kami beli !!!! kau dengar ya DUSUN INI AKAN KAMI BELI" teriak mama si Nanda menyeringai dua-duan dengan si dokter cantik membanting-banting peralatan masak. Mereka memasukkan dalam kotak kayu besar
bingung, ada apa lagi ini ! si papanya kemana juga
aku duduk termenung di gundukan batu di bawah pohon kemuning yang kusuka bunyi dentuman peralatan yang mau pindah semakin nyata agar aku pergi dari sini
aku balik saja ke rumah menyusuri jalan sekitar tebing dari rumah ini. Di tepi sungai itu, bukan bapak lagi yang menungguku !
aku menangis
bapak, jangan tinggalkan aku pak ...
air mataku jatuh menetes pada perjalanan di atas perahu ini melihat anak buah papa Ridwan yang menggantikan tugas bapak menyeberangkan orang. Ketika sampai di seberang aku kumpulkan tenaga yang ada untuk menaiki tangga menuju atas tebing. Dulu tatapan bapak dari jauh mampu memacu tenagaku, tapi sekarang telah berbeda.
Tiba di rumah aku langsung bertanya pada mamak
"mak tadi mama si Nanda marah lagi, ada kata usir diusir, anakku dokter, beli dusun" aku memberi keterangan pada mamak
"dia berucap itu ?" penegasan dari mamak
"iya mak" jawabku
"lah habis peruntungan ! dari mano bisa banyak uang ? kalau tidak dari bapak kau ?" mamak meluapkan emosinya
"aku tidak mengerti mak" tanggapanku pada mamak
"dokter dan Jasri tu anak lakinyo yang dulu ! si Nanda tu anak haram ! ngerti kau kini ? tanyolah samo papa Ridwan kau nanti mamak disebut bergunjing pula" keterangan dari mamak yang sangat disimpan rapat. Ini berupa aib
"aku bingung mak, aku mau tidur mak" kataku mulai pusing bapak mamak dan papa Ridwan punya banyak teka-teki yang tidak bisa aku mengerti
"dunia ini adil nak heheheh" senyum mamak merasa terhibur dengan sedikit balasan dari Tuhan
"HEHEHE HAAA IYO ITU AYUKKU tolonglah adil samo ambo" muncul seorang laki-laki penjudi adik mamak dengan mulut bau bir
orang ini menyemangati hati yang senang kakak perempuannya
Ketika pagi aku lihat orang tidur di ruang depan, dia pak etek (om berupa adik yang lebih muda dari mama) kalau pak tuo itu artinya kakak laki-laki dari mama
cukup lama juga dia menghabiskan waktu dalam penjara
Memasuki tahun ajaran baru kelas akhir masa SMP, aku kembali menyusuri jalan ke sekolah
Dengan tidak ada pilihan aku lewat depan rumah papa Ridwan.
20 meter didepannya sedang dibangun rumah baru ....
Rumah papa Ridwan terlihat sepi sekarang papa Ridwan sedang panen sawit di dekat Muaro Tebo
Aku tidak tahu kemana penghuni rumah ini pindah
Mengapa papa Ridwan mau kawin sama orang itu ? ada anak tiri, anak yang kecil anak haram lagi
"heh kambing ..... sudah tahu kau sekarang siapo aku ? tenang sebentar lagi rumah kau itu aku beli" hardik si dokter cantik
A'uzubilah aku sangat terkejut
"aku tidak mengerti dok, silahkan dibeli saja, aku ga apa kok" balasku dengan santun dan wajah menekur seperti inilah yang dia mau biar aku bisa kembali berjalan ke sekolah, dari pada panjang urusan
"bagus itu, awas kau ya kalau berani-berani masuk dalam rumah itu ! biar jadi rumah hantu sekalian" kata dia, ambilah dokter cantik siapa pula yang mau rumah bekas dari penghuni berhati batu
"iya dok aku tidak akan kesana. aku ke sekolah dulu ya dok" aku minta permisi lewat
"jalan ini tertutup untuk kau ! cari jalan lain" keterangan dari dokter cantik
Pulang sekolah aku termenung
Mau mencari jalan kemana aku. Dari tebing sini aku tidak tahu harus merangkak atau bagaimana. Aku takut jatuh masuk sungai.
Biasanya aku mengadu sama Bapak ... Lihat anakmu sekarang pak ... sekarang ini aku benaran menangis
Ada pak guru olah ragaku yang mau pulang lewat jalan itu sama motor
"pak minta tolong sekali ini saja pak, aku ikut bapak hingga sedikit lewat dari rumah Dokter Nisa" aku memohon
"boleh Rusli, ayo naik" ajak pak guru olahraga itu
setelah itu :
"selamat siang dokter Nisa" sapa pak guru olah raga
"siang! oh iya kamu lewat jalan ini lagi Rusli ?" senyum menyeringai si dokter
"ini jalan negara kan dokter ? bukan jalan oarang tua dokter" jawab pak guru olah raga itu lagi
Dokter Anisa melongo ...
Di rumah aku bertanya sama mamak dengan serius
"mak, dari rumah sekolahtu ke tepi sungai bagaimana caranya mak ? " tanyaku
"itu bukan jalan manusia nak, itu rimba ! banyak hewan berbisa" keterangan dari mamak
"iya mak, aku ga akan lewat situ bapak juga pernah melarang" air mataku jatuh membayangkan kejudesan dokter cantik itu
"mamak tahu penyebabnya ! orang berhati batu itu menutup jalan depan rumahnya !" sebelum diterangkan mamak sudah mengerti
Keesokan harinya aku diantar mamak ke sekolah
Di depan rumah itu mamak langsung masuk dan langsung membersihkan halaman serta beranda rumah
Lalu mamak mengawasiku dari depan rumah itu hingga mendekati tempat praktek dokter itu masih sepi, sukurin mana ada orang yang mau berobat sama kamu.
Dia tidak berani keluar dari tempat prakteknya dalam tatapan mamaku.
Setelah melewati itu aku mendengar suara mobil papa Ridwan. Sepertinya dia sudah selesai memberskan sawit di Muaro Tebo, syukurlah.
"Rusli..... Rusli......." teriak papa Ridwan yang ada dalam hatiku adalah jeritan suara Bapak
Aku tidak berani berpaling takut sekali harus melewati tempat praktek dokter itu lagi
Hari ini saja aku tidak dihardiknya
Papanya yang perhatian sama aku mengapa aku yang dihardik ! aku ga pernah meminta begitu sama papanya
Padahal hanya anak yang ga jelas siapa bapaknya ! Aku ingin saksikan mata mereka terbelalak ketika papa Ridwan berkata orang yang disayangnya adalah bapakku !
waktu istirahat sekolah aku disapa oleh guru agama yang lebih banyak waktu untuk mengajari beberapa ayat dan doa untuk kubaca seusai sholat teruntuk pada bapak
"akhir-akhir ini kamu kebali sedih nak ! kemaren sudah bisa ikhlas melepas bapakmu" kata guru itu
"bukan itu, bukan" jawabku lirih
"pak mengapa tidak dibangun jembatan gantung didepan sekolah ini ? ada SMP ada SD ada pasar, apa dusun kami akan selamanya jadi dusun terpencil" tanyaku serius sama pak itu
"Rusli..... dari siapa kamu belajar berfikir itu ? hatimu mulia sekali nak" kata guru itu,
bukan itu sebenarnya pak, aku ingin dokter Nisa jadi tenang, aku juga tenang,
dia menghardik anak kecil maka dosalah yang bertambah banyak !
sekali lagi aku harus menangis oleh nasib ...... aku tidak pernah jahat sekalipun pada keluarga itu
Pada mendo'a 100 hari meninggalnya bapak, bang Jasri datang dari kota Jambi. Prinsipnya bang Jasri juga kelas akhir SMA yaitu kelas XII sekarang sama sibuknya dengan aku. Satu SMP yang satunya lagi SMA.
Sekarang dia ada kesempatan dan datang bersama teman sekolah perempuannya, dengan alasan tante temannya ternyata penduduk Muaro Tebo. Teman bang Jasri itu sungguh cantik
Akhirnya bang Jasri punya pacar, kenapa dulu disuruh dekatan dengan Wulan bang Jasri malu-malu
Menurut hati nuraniku bang Jasri sudah tahu kenyataan keluarga mereka dan ini saat terakhir dia mengunjungi aku.
Aku teringat amanah babak bahwa papa Ridwan punya lagu memori dengan Bapak dan bang Jasri mahir memainkan lagu itu dengan gitar. Sebelum dia pergi jauh, aku belajar memainkan lagu itu sekali lagi atas bimbingan bang Jasri. Terima kasih banyak bang Jasri. Semua pergi dan sekarang aku menjalankan takdir untuk menjaga papa Ridwan.
Dua hari berselang, aku dapat hadiah yang sangat berharga dari papa Ridwan yaitu gitar. Dari dulu selalu bang Jasri pahlawanku yang mengompori papa Ridwan. Aku tersenyum memeluk gitar. Saat papa Ridwan lagi sedih atau saat aku lagi ingat bapak, aku dapat menggunakan gitar ini sebagai pelipur lara ...
bersambung ...
bro @3ll0 , bro @Tsunami , bro @balaka , bro @d_cetya , bro @Wita , bro @lulu_75 , bro @Hato , bro @Monster_Swifties , bro @hyujin
mkasih ya....