It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
"Pa... tepi sungainya begitu landai, kurang asik saja. Kita bersyukur punya tebing" menurut pendapatku
"coba alasanya apa ? papa mau tahu pola fikir kamu" tantang papa Ridwan
"misal ya pa, ini misal. Hujan tidak henti di hulu maka airnya akan mengenangi pasar ini dan jalan" menurut pemikiranku
"betul itu Rus ! waktu Bapak dan papa mulai usaha kebun di Muaro Tembesi ini, kami pernah ada masalah dengan luapan air sungai" keterangan dari papa
"inilah kota Muaro Tembesi sungai besar ini berliku-liku dan airnya tenang sekali" kataku
"mau turun sebentar Rus ? kamu mau bertemu sama etek dan keluarga Bapakmu ?" tawaran papa
"kapan-kapan saja pa, lama urusan kalau mau bertamu ! jam berapa lagi kita tiba di kota Jambi" pendapatku
"Baiklah Rus, kalau begitu kita nanti berhenti di sutu tempat yang spesial" promo dari papa
"iya pa aku ikut saja" jawabku
Kami turun pada sebuah warung es kelapa
Mataku menangkap gambar alam yang agak berbeda. Daerah sekitar Muaro Tembesi yang ini unik, pohon kelapa banyak yang tumbuh di tepi sungai. Tentu berbeda dengan kelapa tepi pantai. Ini kelapa hijau. Dari warung ini terlihat seberang sungai dengan rumah-rumah penduduk yang kelihatan dari kejauhan, agak menarik juga. Aku akui daerah ini sedikit lebih rame karena sudah dekat ke Muaro Bulian dan kota Jambi.
"ibu, es kelapa dua ! ada bakwan nya bu ?" tanya papa Ridwan sama penjual
"ada Wan. Tunggu ya sudah hampir matang digoreng. Es kelapanya pakai jeruk Wan ?" tanya Ibu pedagang
"aku iya bu, kalau kamu Rus ?" tanya papa Ridwan
"aku iya juga bu" jawabku
"sudah lama kamu tidak kesini Wan. Terakhir bulan puasa dulu sama almarhum Mansur" kata ibu pedagang. Aku mengamati papa Ridwan dan ibu penjual ini kenalan lama, sejak dulu kali ya sejak kedekatan bapak dengan papa Ridwan. Sambil menikmati kelapa muda dengan air perasan jeruk manis ohhhh nikamt sekali dipadu dengan butiran es.
"Iya bu, ini anak almarhum Mansur bu" kata papa
"oh ini anak satu-satunya itu" tanya ibu itu
"ayo perkenalkan diri Rus" ajak papa Ridwan
"aku Rusli ibu" kataku
"iya Rusli, apa kabar ? sabar ya nak ! kan ada papa Ridwan, insyaAllah semua urusanmu akan lancar nak" doa dari Ibu itu
"amiiin bu" kata aku dan papa Ridwan
Sambil mencicipi bakwan udang ini aku mengamati pesona alam disini. Segar dan sepi plus nyaman. Rata-rata perahu disini tidak pakai mesin tempel
Mereka mendayung pelan-pelan, sungguh sejuk dipandang, asik untuk pacaran.
Karena air sungainya tenang sekali
"Pa mengapa air sungai disini tenang ?" tanyaku
"karena di hulu dan ilir tidak ada belokan Rus seolah air ini lambat lajunya" kata papa
"tapi hati-hati di air tenang" kata ibu itu
"iya air tenang disukai oleh buaya" kata papa
aku tersentak, ngeri dan kesan berdarah jika mendengar kata buaya
"mengapalah ya pa buaya itu hidup mengganggu manusia ? coba hidup di tengah laut, tidak di sungai pemukiman penduduk" protesku
"bukan disini buayanya ! manusia kadang mengambil keuntungan dari kulit buaya" kata ibu itu
"iya dijadikan tas dan dompet" kata papa
"kalau kamu mau, papa ini bisa menunjukkan kerajinan kulit buaya di penangkaran buaya, bukan di sungai" saran ibu itu
"tidak bu, terima kasih. pantasan buayanya marah karena kulitnya diambil" kataku
"orang yang dimakan buaya itu juga ada tanda-tandanya Rus ! aku sama bapakmu kemaren berperahu hingga keseberang sana, ga dikaman buaya tu karena disini ga ada buaya" kata papa Ridwan
"pa kita cerita yang lain ya pa" wajahku berubah dan papa Ridwan sungguh mengerti kalau aku tidak suka, maka aku tidak suka
"iya nak maah ya, kita cerita mengapa kelapa hijau bisa tumbuh disini" kata papa
"Kenapa pa ?" tanya ku
"bukannya kelapa hibrida wan ?" tanya ibu itu
"iya tapi ga semua kelapa jenis itu bewarna hijau" kata papa
"terus ?" malah ibu itu yang tertarik
"kata mitos dan sesepuh daerah termasuk orang tua almarhum Mansur, jika banyak kerang hijau di dasar sungai ini. Kerang hijau itu adalah tempat tinggal buaya" kata papa
"tapi disini ga ada kerang hijau, karena tidak ada buaya ! mengapa kelapa hijau tumbuh ?????" ibu itu meninggikan suara
"Itu kan mitos" alasan papa
"semua pasti kembali ke buaya. aku benaran takut pa" kataku
"sudah wan ! kasihan Rusli" kata ibu itu
Dalam perjalanan lanjutan
"Rus kalau kita takut, maka kita harus cari hal-hal yang positif terhadapnya" saran papa
"apa hal positif dari buaya ?" tanyaku
"dengan berjalannya umur kamu akan tahu sendiri" jawab papa Ridwan
"iya pa" persetujuanku
Memasuki kota Muara Bulian aku mulai mengantuk dan tertidur hingga tiba di pinggiran kota Jambi.
"Kalau mau bertemu Jasri, dia lagi bimbel super intensiv, sore baru balik" keterangan dari papa
"ya kita ke rumah orang tua papa saja" saranku
"ya baiklah Rus
Lokasi rumah orang tua papa Ridwan seperti yang diceritakan pada bagian sebelum ini adalah di tepi sungai batang hari kota jambi
Ada jembatan panjang sekali dan kami menuju sebelah kiri jembatan. Kalau aku tilik itu bagian rumah penduduk kota Jambi bukan penduduk pendatang atau daerah reklamasi. Namun yang berkembang sekarang adalah daerah pendatang dan daerah reklamasi malah. Sebelah kanan jembatan adalah area pasar kota Jambi.
Masuklah mobil papa Ridwan pada sebuah halaman rumah yang sangat luas. Papa Ridwan dan keluarga memang orang berada apa lagi dengan bisnis papa Ridwan sekarang, maka bertambah kayalah dia. Dipagari oleh tembok tinggi yang kokoh. Tembok tinggi itu warna putih bersih
Disamping tembok itu bejejer pohon kelapa kecil buah warna kuning, jadi bukan kelapa hijau mengingatkan pada buaya saja ! ada saja cerita mitos papa Ridwan.
Rumah panggung moderen tiga tingkat, terawat rapi tampak di depan mataku. Di lingkungan rumah ini papa Ridwan sangat berwibawa sekali. jauh dari aslinya
"selamat siang tuan, apa kabar ? ini siapa tuan ?" tanya beberapa pembantu tanpa henti
"selamat siang juga ! ini anak almarhum Mansur" kata papa Ridwan
"oh ini anak pak Mansur ? wah sudah besar ya ?" kata mereka
Sampai kami di depan ruang tamu lantai dua
Itu ruang tamu keluarga, bukan tamu bisnis
Papa Ridwan mengucap salam
"walaiku salam Ridwan, apa kabar ?" tanya seseorang
"kabar baik etek" kata papa, ternyata ini adalah tante papa Ridwan, Tante ini kira-kira yang menjaga orang tua perempuan dari papa Ridwan
"ini anak siapa Wan ?" tanya tante itu lagi
"anak almarhum Mansur etek, ayo Rus perkenalkan diri" jawab papa
"aku Rusli, apa kabar uwo" kataku uwo = nenek tua yang dihormati, kalau yang akrab kita panggil nenek, kalau tidak hubungan garis lurus, maka uwo lebih sopan
"baik Rusli, wah anak si Mansur dah besar" kata tante dari papa Ridwan
"ohhh anak si Mansur dah besar mana dia ?????" keluar dari kamar seorang nenek yang super bersih dan putih, nenek itu duduk di kursi roda
"sini sayang, salim sama nenek" ajak beliau
"assalalumu'alaikum nenek ! aku Rusli" kataku
"alaikum salam Rusli" nenek itu menjawab salam ku
"maafkan kami ya nak ! kami tidak sempat menjenguk bapakmu yang berpulang" kata nenek itu
"iya Rusli lihat sendiri kondisi nenek" kata uwo
Terdengar dari bawah yaitu lantai satu suara tamu bergemuruh
"nek itu tamu dari mana ?" tanyaku spontan
"itu tamu pebisnis papa Ridwan" jawab uwo
"Rusli, bapak kamu itu yang mengembangkan usaha nenek di Muaro Tebo dan Muaro Tembesi dan rekan-rekan pebisnis. Papa Ridwanmu ini lah bertahun-tahun tidak pernah berhasil" kata nenek
"tuh rekan bisnis papa banyak dibawah" kataku heran
"Itu datang sendiri karena ada perlu, tapi alhamdulilah kesini makin banyak rekan usaha kita" kata nenek
"Wan, baju untuk Rusli saja tidak terbelikan ? maaf ya Rusli" kata uwo
"tidak apa uwo. aku hanya menarik perahu, tidak perlu baju bagus uwo tidak ada yang mau melihatku" keterangan seadanya dariku dan itulah kenyataannya
"oh Rusli, kamu tiru sikap baik bapakmu ! Tapi jika mau mnegembangkan usaha penampilan itu perlu Rusli" kata nenek
"iya nek kalau aku sudah besar" kataku
"hahahah lucu nian kamu ini nak !" ketawa nenek dan uwo
Lumayan terungkap pertanyaan dalam dasar hatiku, ternyata bapak dan papa Ridwan memang sahatan menurut mereka. Nenek dan uwo mana mengerti pula cinta-cintan cowok ! ynag mereka tau cintan laki dan perempuan.
kalau kesan positif mereka terhadap Bapak hadir hingga saat ini, berarti bapak punya prestasi yang baik di mata keluarga ini. Bapak berhenti mendampingi langkah papa Ridan setelah mengetahui bahwa papa Ridwan sekarang yang harus berjuang.
Akhirnya papa Ridwan dipanggil untuk turun, menemui rekan bisnisnya
"Rusli, temanin nenek sini ! mau nujukin pemandangan yang indah !" kata nenek
aku mendekat dan mendorong kursi roda nenek pelan sekali
kami mengitari teras keramik putih lantai dua ini. Terlihat hamparan kota jambi seberang menyebrang sungai.
"itu pasar nagso duo Rusli" tujuk nenek
"hmmm menarik ya nek" kataku
"dari sini menarik, kalau kamu masuk becek... hehehe.....banyak air sungai yang merembes" kata nenek
"ohhh ?" sebegitunya aku heran
"masih di seberang sana, kamu tahu apa itu sebelah sana ?" tanya nenek
"itu kebin sawit dan karet kita" kata nenek
"rapiiii sekali nenek ! itu cara tanamnya sangat dikelola ? di tebo semrawutan gitu" ketakjubanku melihat pemandangan dari jauh
"itu indah sungguhan Rusli, tidak hanya dari kejauhan. heheh ingat dulu bapakmu dan papa Ridwan adu mulut masalah kesalahan jarak tanam" kata nenek
"heheh sampai segitunya diukur, pantesan rapi tumbuhnya ya nek ! siapa yang lebih teliti nek ?" tanyaku
"lebih teliti, lebih pemarah ya Bapakmu heheheh" kata nenek
"neeekk itu yang barisan putih-putih kecil orang duduk-duduk ?" tanyaku
"Iya Rusli, hari sabtu - minggu warga kota jadikan itu tempat santai yang cukup menarik" kata nenek
"yang berjiwa natural, yang berjiwa belanja mereka ke pasar sabtu-minggu" kataku
"hehehe kamu lucu juga ya Rusli, tinggalah sama nenek disini, biar ada yang menemani nenek" ....
"terus yang jagain papa Ridwan dari mama serakah itu siapa ?" aku mulai masuk pada pancingan dan wajah nenek berubah banyak sambil mengambil nafas
"aku menjodohkan papa Ridwan kamu itu untuk menghibur hidupnya. Dulu ada bapak-bapak yang kita beli tanahnya, lalu diurus sama Bapak kamu di Tebo itu. Sebagai balas jasa, nenek jodohin anaknya dengan papa Ridwan" kata nenek
"sudah janda beranak dua, nenek jodohin ? hebat " aku bertanya lebih dalam secara hati-hati penuh strategi
"bagus kan ? jadi rumah bisa rame oleh anak-anak itu" kata nenek
"tapi dia tidak sayang sama papa ! dia ada pacar saat nenek jodohkan dia dengan papa" kataku
"tidak apa, dapat anak baru, jadi rumah tambah rame" kata nenek
"ya.... mungkin sama perempuan yang dicintai papa, papa akan ada anak kandung" aku lebih memancing dan nenek tidak bisa mengelak dari pancinganku
"perempuan apa ? tidak apa Rus, dikasih materi saja anak tiri serta istri papa kamu itu langsung tutup mulut" kata nenek
"kok tidak nenek lakukan ????????" aku mulai gerah
"sudah nenek lakukan ! beberapa hari yang lalu" kata nenek sangat cerdas pengusaha tangguh ! terbukti suasana kembali damai di rumah papa Ridwan beberapa hari yang lalu
"nenek tidak tahu karena ulah nenek, aku dijadikan sampah di sekolah itu. nenek tahu ga capeknya ngepel lantai sekolah ? dimarahi dokter cantik super judes ? jalan kaki jauh ke sekolah" kataku mulai menaik
"tahu, papa Ridwanmu cerita semua" kata nenek
"mengapa nenek ga minta maaf padaku ?" tanyaku
"iya nenek minta maaf ! makanya nenek minta kamu tinggal disini, biar ga dikerjai lagi sama orang usil itu" kata nenek
"heheh nenek ini anggap dunia damaaaaiiii saja, nenek...nenek, tapi mulut dokter cantik itu betul-betul sadis nek" kataku
"ya begitu Rusli, orang serakah takut kehilangan harta ! akhirnya hilang juga" kata nenek
"ambilah harta itu ! ikhlas kan saja nenek ! maka nenek akan dapat harta yang lebih banyak" kataku
"hahaha siapa yang ngajar kamu seperti itu ?" tanya nenek
"Bapak" kataku
"capek nenek ngomong sama kamu, tapi seru" kata nenek
"ya sudah nenek berenti saja ngomong, karena sudah tua ! neek aku ingin pergi ke kebon kita di seberang itu" aku minta izin
"lucu sekali kamu ini, bilang nenek tua sekarang ngajak ke kebon" kata nenek
"emang nenek sudah tua kan ?" kataku
"heheh benaran kamu lucu Rusli, ya baiklah tunggu papamu saja" kata nenek
"nunggu papa selesai bisnis, keburu malam. Nek telpon bang Jasri saja" saranku
"tidak pernah pintu rumahku terbuka untuk orang yang tidak ada kepentingan !!!!! " kata nenek meninggi
Kenapa ya ? nenek sang pebisnis ini ! dari awalnya hubungan papa Ridwan dengan istrinya sudah seperti kontrak dagang, mungkin saja nenek tidak melibatkan perasaan dalam hal ini
"Bang Jasri itu cucu nenek juga" pendapatku
"cucu dari mana Rusli, itu anak orang lain" jawab nenek
pantas saja si dokter sadis singa betina itu uring-uringan mencari status ! orang serakah ga akan pernah merasa memiliki
"sudah kak, sudah Rusli, kita kebawah yuk, kamu mau lihat pemerasan minyak sawit ?" ajak uwo menengahi murka nenek mendengar salah satu nama anak tiri papa Ridwan.
Lima hari berikutnya, hari jumat pagi sekali aku ke makam Bapak untuk berdo'a dan menyapa Bapak yang kesepian di dalam kubur menunggu papa Ridwan juga mengahdap yang kuasa. Bapak berpulang, ada papa Ridwan yang melepas ! maka papa Ridwan yang berpulang, maka kewajibanku lah menunjukkan jalan mengahadap Allah karena papa Ridwan tidak punya anak.
Sempat terlintas pertayaan kala sepi begini, mamak tidak pernah sekalipun menjenguk makam Bapak. Apa mamak menyadari Bapak tidak pernah sayang sama mamak ? Penilaianku terhadap ikhlasnya hati mamak mulai berkurang. Tidak salah Bapak juga kali ! karena sebelum ada mamak, papa Ridwan sudah ada mendampingi langkah Bapak. Apapun itu, mamakku akan tetap aku hormati, karena surga terletak dibawah telapak kaki ibu. Aku bersyukur hingga hari ini aku bisa memposisikan diri dan membagi diri. saat bekerja di kebon bersama mamak aku nikmati, saat menemani papa Ridwan aku juga ikhlas karena sekarang papa Ridwan sudah tidak punya siapa-siapa. Dusun ini akan menjadi tempat kami yang abadi. Aku tidak ada fikiran untuk meninggalkan mamak dan papa Ridwan.
Hari Minggu siang jelang sore, aku menunggu penumpang yang mau naik perahu untuk menyeberang tetapi belum ada yang muncul.
Terasa sepi sekali
"Assalamualaikum" suara seseorang
"alaikum salam" balasku
"abang datang lagi nih !" kata dia hmmm ternyata bang Jasri, mau apa dia ? kejutan sekali
"iya bang, apa kabar ?" tanyaku
"kabar baik ! bagaimana hubunganmu dengan Wulan" canda dia
"hubungan apa ? saudara ngaji ! abang masih lengket sama gadis itu ?" tanyaku
"masih dong, rencananya kami mau kuliah bidang yang sama" kata bang Jasri
"ya kuliah saja ! ngapain abang berkata seperti itu ? hubungan tidak untuk show" saranku
"aku mau ngambil barang-barang yang tersisa di rumah, terutama barang praktek kak Nisa" jawab bang Jasri
"iya bang, ambil lah ! aku masih nunggu penumpang datang" berusaha senyum pada bang Jasri. Masalah hati tidak bisa juga dipaksakan. Semoga hati ini tetap terjaga untuk tidak gampang terbuka.
Aku menatap riak air sungai yang membuat perahu bergerak berirama teratur.
Kala ku pandang daerah hulu, langit sudah mulai gelap, pertanda hujan segera datang.
Tidak menunggu lebih lama, aku kembali ke tebing dusunku.
Setelah sampai di pinggir sungai, aku ikatkan perahu itu dengan benar. Saat itu kutatap tebing ke arah rumah papa Ridwan. Terlihat bang Jasri duduk terpaku di onggokan batu. Lagi memikirkan apa dia ?
Kalau sudah sama seorang gadis ya setia saja ! besar sekali resiko bersama bang Jasri mungkin aku akan bernasib seperti Bapak dan papa Ridwan. Aku punya pandangan sendiri terhadap hidupku ...
Selamat istirahat pembaca budiman :
bro @3ll0 , bro @Tsunami , bro @balaka , bro @d_cetya , bro @Wita , bro @lulu_75 , bro @Hato , bro @Monster_Swifties , bro @hyujin , bro @dafaZartin
hehhe.. maap yo bang...
dr segi bhasa g ada msalah unt q.. mngkin krna kita dr satu daerah,, jd logat n bhsanya sangat trsampaikan dgn baik..
tp,, untuk segi setting lokasi,, aq msih meraba2 bang..
terlepas dr itu,, elok nian lah kato orang jambi tu..
oya,, sekedar saran bang,, gimana kalo dlam cerita di selipin sedikit pantun/seloko/pepatah jambi.. biar terangkat jgo dikit budaya n k arifan lokal kito si bujang jambi.. apalgi tmpat wisata.. itung2 sekalian bang kito promosi.... heheheh
itu hanya sekedar saran bang.. klo mau payo.. idak jugo dak jadi hal.. ehehehe
*sembah jari nan sepuluh kalo sayo lancang..
semangat berkarya bang...!!!
Pembaca budiman, aku harap tidak usah terusik dengan pendapat pribadi seseorang ! seperti yang dikatakan Rusli, kepala sama hitam tetapi pemikira berbeda-beda. Kita sedikit masuk pada pov dokter Khairunisa. Kalau tidak senang diskip saja ya, aku kebetulan naik darah kalau mbacanya
POV dokter Nisa yang chaaaantiiiq
Latihan mental di hari Minggu, mumpung hari minggu, kalau hari kerja, aku jamin rusak konsentrasi kalian !!!! kalian itu keparat bisa-bisanya menghujat aku !
Ini aku dokter Nisa, seperti yang sudah kalian kenal.
Jangan lempari monitor Laptop atau HP kalian. Pasti rusak. Kalian sendiri yang rugi. Apa kalian punya uang mbeli yang baru ? Duit saja kalian masih minta sama orang tua, apa lagi pulsa minta subsidi pacar, sungguh memalukan kalian ini !
Kalo aku sih dokter !
ada seseran kiri kanan ! tinggal ancam pak Ridwan masalah Rusli, maka duit pak Ridwan akan mengalir.
Jangan hakimin aku ! aku tahu mana yang terbaik untuk masa depanku
Urus saja diri kalian ya !
Aku mengerti, semakin Rusli tumbuh besar, maka perhatian pak Ridwan akan hilang pada kami. Hilang pula mata pencarian kami !
Kadang juga aku kasihan sekali melihat Rusli, tidak ada dia berfikiran memakan harta.
Tapi mengapa perhatian dan kebaikan orang, tercurah pada dia ???????
Aku tidak marah pada Rusli, tapi aku benci pada takdir si Rusli !!!!!!
Jadi kalian jangan sok menggurui !
Aku jumpalitan kuliah kedokteran sekedar mencari perhatian dari pak Ridwan dan mamaknya yang peot ! apa mereka pernah perhatian padaku ????? tidak pernah !
Terhadap bapaknya si Rusli yaitu mayit pak Mansur, si nenek peot dan pak Ridwan ini beramah tamah bahagia, kak Mansur ......... mamak ada kenduri 1 muharam, kak Mansur .......... apa acara kita syukuran dengan rekan bisnis di bulan Ramadhan ?
Begitulah yang kudengar, menjijikan sekali
Isi perutku rasa keluar tatkala mendengar si nenek peot berkata "Mansur..... minyak sawit yang hendak kita kirim ke Pekan Baru bagaimana itu ceritanya nak ? ..............
Syukur sekali sekarang pak Mansur sudah jadi Mayit dengan penyakit sangat parah, tidak ada obat ! mamaku dilawan, ramuan tujuh muara kata orang ! mati itulah efeknya
Sebentar lagi si Pak Ridwan dan si Rusli juga akan terkapar mati ....
carilah obat nya !
Dokter Astuti yang sangat baik pada mereka itu, tidak akan mampu mengobati, sekarang mamaku menamainya ramuan delapan muara !
Jangan kalian kasih tahu pula sama si Rusli atau pak Ridwan, aku yakin kalian juga tidak akan mampu menolong mereka ! kalian pikir kalian itu siapa ? Jambi saja kalian tidak tahu apa lagi berkunjung.
Sementara aku dikasih rumah di Muaro Tebo oleh nenek peot itu ! lumyanlah
Mamaku lagi asik memadu syahwat dengan pacar simpanan abadi yaitu papanya si Nanda.
Si Nanda tolol ini sudah dileskan, sudah aku ajar mati-matian, di akhir semester kalah sama si Rusli !!!!!
kok bisa begitu !!!!
sama anak yang tidak les saja kalah !!!! yang ngajar di rumah si Rusli juga bukan seorang dokter, berarti pak Mansur memang pintar, menular sama anaknya
aku kurang cerdas dibandingin mayit Mansur ? tidak apalah yang penting sekarang dia sudah mati !
Mudah-mudahan sebulan lagi kalau surat-surat urusan pernikahan selesai, aku akan menikah ! tidak perlu kalian tahu siapa calon laki ku. Orangnya macho tidak seperti kalian !
Setelah itu si pak Ridwan dan si kecil Rusli akan mati terkapar
Saat itulah, aku akan beli dusun itu ! ku usir semua penduduk sana ! semua uang pak Ridwan jatuh ke tanganku
Si jasri ? jangan khawatir ! dia tidak jadi ancaman bagi langkahku !
dia itu tersihir arwah baik !!!!!! tidak ada keluarga kami yang berjiwa baik kecuali si Jasri
atau karena dia sering gaul sama Rusli, jadi tertular baik ???
atau kalian juga telah mempengaruhi si Jasri !!!!! Kita saksikan nanti siapa yang akan menang
Bulan ini aku lagi dimonitor oleh ikatan profesi dokter atas kecolonganku menyakiti Rusli. Terpaksa aku harus manis-manis dan berusaha terlihat tobat.
Setelah itu aku menargetkan si dokter Astuti juga mati terkapar ..... sekarang aku yang menamakan ramuan sembilan muara.
Memakai status sebagai anak pak Ridwan, masih terasa sakti di daerah ini ! semua urusan ternyata mudah. Tapi isu bahwa aku anak tiri makin deras berhembus
dan bapakku yang kelaparan ini, sekarang-sekarang saja mau menjengukku untuk minta uang ! dulu dia kemana, membiarkanku dan meninggalkanku dengan mama ? Tidak ada niat sih memberi dia uang ! aku saja kekurangan uang, mana pula aku mau mengasih !
mana pasien tidak pernah ada lagi !
nasib-nasib jadi dokter muda padahal sudah dengan wibawa tinggi, tapi mengapa orang-orang tidak mau berobat denganku ?
aku tegas kalau bicara , untuk kepraktisan dan saling pengertian hasil diagnosa
itu maksudku
tapi masyarakat memfonis aku judes, iya sih sedikit judes itu lebih tepat, bukan judes seperti bayangan mereka ! karena aku tidak pernah diajar berkata santun !!!
Pendapat pribadiku bicara santun itu ketika petani bicara dengan majikan, ketika karyawan bicara dengan bos
kalau bos bicara dengan karyawan kan tidak harus santun !!!!! betul tidak ? kalian saja yang lebay termakan adat ketimuran.
makanya aku seorang dokter yang cantik, tidak harus santun berkata pada pasien, pasien yang harus hormat sama aku !!!!
begitu prinsipku.
Sampai ketemu lagi ya ! mari kita lihat air mata kesedihan si Rusli dan pak Ridwan membanjirrrrrrii Muaro Tebo dan Muaro Tembesi. Saat itu aku akan happy
kalian jadi diri kalian sendiri saja dan aku akan jadi diriku sendiri.
Mohon do'a kalian untuk suksesnya hari penikahanku.
Senang bisa bertemu dengan kalian .....
sama aku juga merasa kenal nih