It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Ada jalan lintas Sumatra yang lebar, lurus, kadang menaik, dan sedikit menurun. Aku lukiskan sedikit nuansa kota kecil muaro Bulian ini. Hijaunya semak belukar yang memagari jalan serta area kebon sawit dengan mudah kita lihat dari jendela mobil.
Kota kecil ini tidak begitu jauh dari kota Jambi, boleh dikatakan ini adalah kota satelit. Jadi rutenya itu : muaro Tebo, terus muaro Tembesi, kemudian muaro Bulian, dan berlabuh di kota Jambi.
Ada kelebihan dan kekurangan sebagai kota kecil. Kelebihannya yaitu terutama rata-rata si kota kecil itu masih bersih dan mudah ditata karena jumlah penduduknya tidak begitu banyak ga pakai repot. Apa ya bedanya jalan ini dengan jalur pantura ? hahah jelas ini beda, semisal mobil mogok, begitu sulit mencari pertolongan apa lagi malam hari yang kelam, ini salah satu kekurangannya. Di jalur pantura ?, ya begitu rame lah.
"sekitar 5 menit lagi kita sampai di Sinar Bulan yo Rus, jangan melamun lah" kata nenek
"iya nek" jawabku
"Rus, ado undangan dari perkumpulan urang Jambi di Jakarta bulan depan. Temani nenek yo" rayuan maut nenek setelah mengiming-imingi makanan resto hahah, mhhh... sulit juga, mana bulan depan olimpiade matematika lagi.
"papa dan uwo ga sempat ya nek ?" tanyaku basa-basi
"papa kau tuh mana mau dia, dulu Mansur yang sering nemani nenek" penjelasan dari nenek
"karena uni tidak pernah ngajak aku ?" celoteh pak Hamid
"ngapa pula kau yang aku ajak ?" langsung nenek pemarah ini ncrocos hahahh
"uiih lah tuo masih pemarah" pak Hamid merajuk
"makonyo jangan sok ikut campur kau tu ! ku cabe mulut kau !" sorak nenek
"cabe ijo giling teri" aku sekedar menimpali, tahunya kena semprot juga sama nenek wahahahh
"naaah kau ni, ikut-ikutan pulo ! mau kau dak temani nenek ? olimpiade-olimpiade sajo kerja kau ! " ultimatum dari nenek
"iya nenek, aku ikut. Tapi olimpiade itu penting juga nek, memperkenalkan provinsi Jambi dengan prestasi akademik" alasanku
"Rusli betul itu uni" kata pak Hamid
"Iyo, kalau kau ikut nenek, didoain lah kau lanjut, masa tersisih samo anak Medan dan Palembang !" semangat dari nenek
"amiiiinnn, mokasih yo nek" jawabku
dan sesaat kemudian kitapun sampe di resto pujaan nenek Jambi ini. Nenekku di muaro Tembesi kalah gaul dari nenek Jambi ini. Siapa yang bermental baja itulah yang akan sukses hmmm sekarang nenek Jambi tinggal menikmati jerih payahnya, semoga nenek tidak lupa untuk selalu beramal.
"oiii uni, lah lamo nian tidak mampir disini" kata seorang ibu-ibu yang sangat cantik. Dia keluar dari meja kasir untuk menyambut nenek.
"baru ado waktu aku, cerewet nian kau ! ini anak si Mansur, namonyo Rusli" kata nenek, astagfirullah nenek, ya Tuhan.... tapi nenek ya emang begitu, ga ada yang masuk hati, dibalik kelugasan nenek, tersembunyi hatinya yang baik.
"oh anak Mansur, ondeeh ganteng nian ! kenapa kaki bertongkat-tongkat tuh nak ?" kata Ibu itu, sepertinya pemilik resto dia ini, gitukan orang padang, meja kasir jangan dipegang, pitih tuh pitiiiiiihhh hahahhh
aku senyum agak malu dan sungkan, aku berlindung di balik nenek
"heheh manis nian senyum kau, pemalu juga !" entah siapa yang cerewet sekarang, nenek atau ibu ini
"kakinyo sakit habis main bola, banyak nian tanyo kau, kami lah apar nih" jawab nenek berapi-api hmmmmmm
"iyo uni, eh anak si Ridwan lah berapo ?" masssiiih juga ibu itu bertanya kepengen dijambak tuh sama nenek
"mana bisa dia buat anak ! buat 3 anak tiri bisa ! anak tiri tidak berguna" mata nenek begitu dendam
secepatnya ku tenangkan nenek
"nek, kita cuci tangan dulu ya, sebentar lagi hidangan datang" ajakku agar si ibu itu tidak memancing lagi dengan pertanyaan yang menguras emosi.
Saat yang dinanti ....terhidanglah semua menu istimewa resto ini
Banyaaaakkkk sekali mobil plat merah terparkir di halaman resto ini ....................... mhhhh gini nih pejabat setiap siang menghamburkan uang, ini aku yakin uang mereka karena harganya terjangkau dan tidak perlu uang negara, hmmmm berprasangka baiklah.
Dekorasi minangnya moderen amat. Ruangan serasa lapang, bersih, dan terang, setiap sudut dinding ada jendela kaca dengan gorden yang menyejukkan mata.
"selamat menikmati uni" kata ibu pemilik resto itu
mungkin pembaca bertanya kok semua orang memanggil mamak papa Ridwan ini dengan sebutan uni ? terkesan Padang ya. Menurut buku sejarah yang ada, memang kami provinsi Sumbar, Jambi dan Riau itu duluuuuuuuuuu zaman baheulak di kelompokkan pada Sumatera Tengah, mereka satu sejarah, satu keturunan dengan ibu kota rujukan Bukittinggi, namun setelah ibukota pindah ke tepi pantai yaitu Padang, I don't know hahahhh .... datanglah gempa bumi yang dahsyat.
"lezaaatt nian ... sering-seringlah kito ke sini uni" rengek pak Hamid
"sering-sering apo ? kau urus yang di Rumah yo ! aku santai-santai sajo disini tidur di muaro Tembesi" sergah nenek
"aku tidak ikut-ikut yo nek, aku masih mau sekolah nek" sedikit menimpali dengan candaan pada nenek
"lah iyo kau sekolah ! siapa pula yang mau ngawini kau" cerocos nenek
"tapi iyo tuh Rus, seumur kau ini, aku lah punyo anak satu" kata pak Hamid
kami melongo mendengar komen yang tidak bermutu dari pak Hamid
Plaaakkk ....
mendarat tepukan pada pundak pak Hamid
"jangan kau ajari cucuku pornografi" ancam nenek pada pak Hamid
"kawin, buat anak, kawin lagi, itu bukan pornografi uni" sorak pak Hamid
adduuh kemana ini lari pembicaraannya .... tiba-tiba ibu resto itu muncul karena kesel
"iyo bukan pornografi, tapi poligami ! samo-samo terancam hukuman" sorak beliau
hahahah ya tuhan, siapa pula yang mau poligami, .......
Ketika kami sampai di area kebon sawit, terlihat area itu penuh air, mobil tidak dapat melaju lagi
terlihat juga anak-anak kecil sedang menolong orang tuanya mengangkati bungkal kelapa sawit yang telah terpanen. Bungkal itu rata-rata basah,
terlihat ceceran buah kecil-kecil bewarna merah kemasan sebagian nya merapung di permukaan air.
kebon sawit yang bajir ..... kasihan mereka .....
aku pegang tangan nenek, seketika nenek melihat wajahku
lalu nenek lebih dalam memperhatikan area kebon itu .....
Lamunan kami pecah ketika seorang ibu-ibu tergopoh mendekati nenek seraya berkata
"uni maaf uni .... sudah dua minggu kebon ini tergenang air, susah kami mengangkut bungkal ke koperasi, koperasi juga tutup uni" kata ibu itu dengan memelas
aku peluk nenek
nenek menghela nafas
ternyata mereka tidak dengan sengaja tidak mneyetor uang pada papa Ridwan, kondisi luapan air musim hujan ini yang menyengsarakan mereka. Kasihan sekali, anak-anak sekecil itu berbasah-basah dalam genangan air, mengapa orang tua mereka menyuruh itu ?
"nek, aku dan pak Hamid beli mie kardusan dan air minum ya nek, nenek selesaikan dulu berembuk dengan penduduk sini" kataku dalam kelunya lidah nenek.
"Iyo Rus, ado duit kau Rus ? nih nenek tidak ada cash" kata nenek
"ada nek, papa tadi pagi ngasih" kataku
"ya Rus, oiii Mid, hati-hati kau bawa mobil yo ! jalan tergenang air" perintah nenek
Hingga sore aku dan nenek di area perkebunan kelapa sawit itu. Ak tidak menyangsikan kebaikan hati nenek, namun sebagai seorang pengusaha yang ulung, mana mau nenek rugi. Mental seperti inilah yang mau ditulari oleh nenek pada mereka.
Musim hujan seperti ini, adalah reguler ! mestinya sudah ada cara untuk mengatur uang, agar petani dan pengusaha tidak ada yang saling dirugikan.
Lebih dari satu jam nenek menerangkan cara yang baik untuk tingkat pemahaman tingkat petani.
Penjelasan nenek sangat beralasan.
Apa ini dalam rangka nenek menunjukkan sesuatu strategi padaku ? Rasanya iya. karena :
Serta merta saja nenek mengajakku ke muaro Bulian ini, tidak ada pemberi tahuan sebelumnya.
Sepertinya keluarga pengusaha ini sudah memulainya, mengingat usiaku tidak lagi anak-anak, artinya sudah bisa diajak berfikir tentang kehidupan.
Setelah itu, setelah nenek memberi penjelasan, mereka kembali dengan suasana keakraban dan terdengar beberapa celotehan,
"bang, lemak nih bang mi nya, abang sering makan ini ya di rumah ?" tanya salah satu anak dengan polosnya
"heheh... jarang, nenek dan uwo abang pintar masak" jawabku seadanya
mereka melihat pada wajah nenek, rasa tidak percaya mereka, hihihi namun terucapkan saja yang tidak, maka mereka bungkam
"ngapo kalian diam ? emang urang tuo tidak bisa masak ?" sergah nenek
"idak lemak !" jawab mereka kelu
"hahah tidak boleh begitu ! harus dibuktikan dulu enak atau tidak, baru boleh berkesimpulan" ajarku dengan cara yang baik
Sore hari inipun aku lalui dengan penuh makna, tidak kusangka ada adek-adek kecil yang menderita oleh luapan air sungai. Dan ternyata keterbatasan pada kakiku tidaklah seberapa jika dibandingkan dengan penderitaan mereka.
Tiga hari berselang, pada suatu Minggu yang cerah setelah mendapat terapi embun pagi oleh bang iLyas, aku diantar oleh bang iLyas ke rumah.
Om, tante, abang, kakak, mbak, mas, dan teman-teman, dua episode ini bang iLyas aku skip, mnegingat kita sedikit mengungkap sisi bang Jasri di kota Jambi ini. Iya bang iLyas adalah pengelola peternakan yang luas di daerah Telanai, susah aku menjelaskan daerah itu yo mari berkunjung ke kota Jambi ya heheheh lihatlah Telanai, pasar angso dua dan lain-lain. Bang iLyas sarja pertanian lulusan Unja, usaha ini apa modal dari nenek atau tidak, aku kurang tahu, dan saat ini sungguh sensitif untuk bertanya itu.
Menurut orang bang ilyas ganteng, menurut mataku bang Jasri lebih ganteng, heheh ini tergantung mata. Tapi aku ga paham ya pembaca apa bang iLyas dan bang Jasri suka adek cowok atau tidak, setahuku bang Jasri suka cewek, dan bang iLyas ini ga ada satupun teman cewek.
Aku selalu menepis jauh perasaan yang aneh-aneh, aku lebih fokus belajar, mengingat siapa diriku, dan derajatku, aku bukanlah siapa-siapa disini kalau tidak belas kasihan nenek, uwo, dan papa Ridwan.
Gitu ya sekilas info tentang bang iLyas
Jam 8 MInggu pagi yang cerah itu, aku disambut oleh wajah serius dari penjaga pintu. Mereka dengan halus menyuruh mobil bang iLyas balik, karena ada urusan serius di dalam rumah.
Ketika memasuki pintu rumah, terdengar dua orang ibu-ibu saling berbantahan dengan nada emosi, satu adalah suara uwo
dan satunya lagi ...
suara mamak !
mamak mencari masalah lagi ?
perlu duit ?????
adik kandung kalah berjudi ? lagi dan lagi
sekarang mengancam orang ! di rumah orang !
aku tidak mampir ke lantai satu itu
kaki ku gemetar sekali
dengan sisa-sisa kekuatan aku naiki tangga dengan sangat pelan menuju lantai dua
sesampainya aku melongokkan kepala ke bawah
"assalaamu'alaikum uwo" kataku
"alaikumsalam Rus. Tuh anak kau lah datang ! naik kau ke atas ! ku benamkan juga kau nih ke sungai batang Hari" hardik uwo pada mamak
Aku kemudian memasuki pintu lantai dua dan di ruang tamu terlihat wajah nenek dan papa begitu tegang, mereka berfikir keras,
apa maunya mamak sekarang ?
Bersambung ....
Lanjut dikit ya :
bro @3ll0 , bro @Tsunami , bro @balaka , bro @d_cetya , bro @Wita , bro @lulu_75 , bro @Hato , bro @Monster_Swifties , bro @hyujin , bro @dafaZartin , bro @sasadara , bro @centraltio , bro @fallyandra_07 , bro @fian_gundah , bro @haha_hihi12 , bro @Gabriel_Valiant
belum puas apa bikin rusli cacat
Terdengar langkah yang berat dari tangga mengarah ke tempat aku, nenek, dan papa Ridwan duduk. Saat langkah itu mendekat kami menyambut dan berdiri dari sofa.
Terasa ngilu di paha dan kaki ku lebih dari biasanya, karena melihat wajah mamak.
Wajah itu lumayan tenang, tidak terpengaruh dimana sekarang mamak berada, dan jelas sekali wajah itu punya tujuan yang mantap.
Ada juga rasa kangen yang teramat dalam. Saat masih ada Bapak, itu adalah masa terbaik ketika mamak ada di sampingku. Semua berjalan baik disertai pengakuan ku tentang perfect nya seorang mamak. Setelah Bapak meninggal, semua malah berobah, sedikit demi sedikit, hari demi hari, apa lagi di bawah pengaruh pak etek.
Dan rasa kangen itu seketika hilang, ketika aku hendak bersalaman dengan mamak, lalu mengaminin tangan mamak di kepalaku yang membungkuk sebagai tatacara anak bersalaman dengan orang tua.
mamak mendorong kepalaku
kakiku yang tidak stabil, tidak kuasa menahan tubuh dan jatuh terjerembab ke sofa, alhamdulillah. Masih bersyukur, meski mendapat perlakuan kasar, aku masih terlindungi. Padahal kaki ini baru saja menuju proses penyembuhan.
mamak hanya merasa punya anak saat ada Bapak saja,
tapi itu adalah haknya mamak, siapa pula yang bisa menyanggah,
rasa sayang sesungguhnya tidaklah bisa dipaksakan.
lebih jelas begini, lebih baik tentunya.
Aku sekarang bukanlah anak kecil lagi, sehingga aku memperoleh kesimpulan yang kuat seperti saat ini.
"kemana saja ! lupa sama dunia nyata kau ! dunia kau bukan disini" dingin sekali kalimat dari mamak
manalah mungkin aku bersuara di hadapan nenek, uwo, papa, dan mamak seperti ini. yang bisa aku lakukan adalah menarik nafas berusaha membuat papa dan nenek untuk tidak terpancing, bagaimanapun ini adalah orang tua yang melahirkanku.
"jangan kau pakai tangan lagi ! jaga tangan kau ! tangan beracun" ancam papa Ridwan, hari ini baru aku lihat papa Ridwan bisa tegas.
"aku sama anak aku ! diam tulah kau, ikut campur saja" kata mamak bertahan
"manalah hati kau ! jangankan mamak, sesama muslim saja berdosa membiarkan anak yatim terlantar ! jangan salahkan aku meletakkan benarnya nilai aqidah" nenek juga berusaha untuk tenang tidak terpancing
"kalian mendidik anakku seperti apa ? diajar manja ? anak tidak berguna, manja pula" hina mamak
kali ini hatiku panas sekali, tuduhan yang tidak beralasan selalu muncul dari mulut mamak, mungkin hari ini aku coba sedikit meluruskan pola fikir mamak yang cendrung menjadi bengkok.
"Tidak boleh ya mak ? anak manja sama orang tua ! apa yang salah jika orang tua tidak punya hati untuk memanjakan anak ? perlu mamak tahu aku tidaklah manja" kalimat ini kutata dengan santun tidak ada kesan emosi atau minta belas kasihan.
mamak terdiam
Papa Ridwan melemparkan seamplop uang seraya berkata :
"mintalah pertolongan dengan kalimat merendah ! Kami balas jasa sama bang Mansur tentu untuk anaknya, bukan kau ! sekali lagi kau main tangan, aku yang memasukkan kau dan adik kau ke dalam penjara, ingat janji ku" kata papa Ridwan pada mamak dan disambut oleh mata nenek yang setuju kali ini dengan sikap papa Ridwan.
"sudah selesaikan urusan kau ? makanlah tuh amplop ! berani kau dan adik kau buat masalah lagi akan ku kubur kalian dalam sungai Batang Hari" ancam uwo.
Meskipun demikian, nenek masih menyuruh pak Hamid untuk mengantar mamak ke simpang kawat untuk menunggu bus yang ke muaro Tembesi.
Seperti yang sudah ku ceritakan, dengan penghasilan perahu penyeberangan dan sawah peninggalan Bapak, mamak sebenarnya sudah makmur hidup sendiri dan tentunya papa Ridwan tidak akan menolak jika mamak meminta sedikit uang tambahan, namun bukan untuk memanjakan adiknya. Kalau ini kasusnya, berapapun jumlah uang, tidak akan cukup untuk pak etek itu.
Papa Ridwan tertidur di sofa, keringat di kepalanya bercucuran
Orang sesekali marah, begini efeknya. Aku sedikit bersuara ...
"uwo, kita masak goreng petai dan sambal terasi yuk" kataku,
mendengar itu nenek senyum dan lari ke dalam kamarnya. Papa Ridwan terusik juga
"sok kepintaran kau, bisa apa kau masak itu?" cerocos papa yang masih ngos-ngosan
"bisalah pa, aku diajar nenek dan uwo" jawabku
"kok kau tahu aku suka goreng petai sambal terasi" desak papa Ridwan lagi semakin berapi
"waduh, ini untuk kalangan terbatas pa, bukan untuk papa" jawabku
"hahahahh kurang ajar kau, cepatlah masak, lah lapar perutku " paksa papa Ridwan
"seperti itu tegasnya kan bagus, mungkin masalah ini tidak harus berlarut-larut, Ridwan..... Ridwan..... payah kau nih" ini uwo memuji atau apa, hahahah sepertinya uwo juga terkesan dengan ketegasan papa hari ini.
Tidak susah untuk mengiris-iris petai. Di sini petai itu ga dibuang kulitnya, langsung diiris bersama kulit dan digoreng, semerbak aromanya, lajutlah terus proses penggorengan hingga irisan itu jadi krispi.
Terasi dipanaskan hingga berasap, lalu diulek dengan cabe, bawang merah, dan garam. Setelah halus tambahkan sisa minyak goreng irisan petai itu. Aroma jadi spesifik setelah disatukan dengan sambal terasi .........................
Ketika kali ke empat papa melongok ke dapur, hidangan inipun selesai
di meja makan sudah duduk papa Ridwan dan nenek.
"oh kapan nenek datang?" aku agak gelagapan, nenek dan uwo beradik kakak sukanya begini tiba-tiba muncul
"waktu kau masak samo uwo, ayo makan, tuh papa kau lah lapar nian" jawab nenek
di meja makan itu, kami berusaha tenang, masih banyak masalah yang di depan mata, minimal hari ini masalah selesai dengan mamak
jika esok datang lagi, akan dihadang, namun tidak perlu memikirnya hari ini
"wan, aku bulan depan sama Rusli ke Jakarta acara perkumpulan urang Jambi" info dari nenek
"aiiii ngomong apo mamak nih, enak nih Rus, lah tangan nenek kau nian yang kau tiru" air selera papa Ridwan keluar
"kau nih, kalau diajak ngomong urang Jambi di Jakarta kau selalu mundur" kata uwo
"untuk Sumatra sajo susah kita penuhi mak, ini mamak selalu berpromosi ke jakarta, siapa yang mengurus lagi ?" entah apa ini pembahasan mereka, sepertinya usaha apa itu
"makanya kau datang, coba jajaki kerjasama" kata uwo
"biarlah Rusli belajar melihat, masa dia kalah dari Bapaknya" papa Ridwan memanasi dan nenek tersenyum simpul
"iya pa, tapi aku ada olimpiade matematika kan pa bulan depan" kataku
"lupakanlah Rus, lebih penting urusan keluarga Rus" kata papa Ridwan dengan sikap khasnya dunia santai
"iya pa" jawabku
"hehehh tapi ini benaran enak Rus..." puji nenek
"wahhh ini uwo lah yang masak nek, aku ngiris-ngiris saja" jawabku
"tidaklah Rus, aku yakinlah kau lah bisa mengurus papa kau" kata uwo menggema rasa kaliamt uwo ini, apa ini pertanda uwo akan pergi selamanya ?
siapa yang akan melindungi papa dari cara hantaran halus ? adakah sedulur papa yang sepintar uwo ?
Namun aku yakin, Allah akan belum memanggil uwo sebelum urusan papa beres
Setelahnya aku beres-beres karena harus bersiap untuk bimbel
"mau kemana Rus, kita mancing di halaman belakang yuk" ajak papa Ridwan
"mau bimbel pa, kan sekarang hari Minggu, papa lupa ya?" jawabku
"iyo wan, tadi Rusli lah masak untuk kau, antarlah Rusli" saran nenek
"jangan nek, aku diantar sama pak Hamid saja" kataku
"apo kau ! hendak ketemu samo Jasri, sori lah" cerocos papa Ridwan
"heheheh kok selalu disangkutin samo bang Jasri ? bang Jasri sibuk kuliah lah" jawab ku
"Rus ingat kaki kau tuh perlu sembuh kan ? jangan macam-macam dulu lah" saran uwo
"iya uwo, tapi macam-maca apa ? tidak tau bang Jasri aku les dimana" kataku
"kebetulan aku mau beli peralatan pancing yang baru Rus, ayo aku antar" komentar papa Ridwan
"iya pa, kalau sudahan, papa balik saja, aku biarlah nunggu pak Hamid jemput" kataku
"kau menghindar terus, curiga kami, kau mau pacaran ya ? siapa rus pacar kau ? lah ada ?" selidik papa
"hehehehh kau nih Wan.... cucuku tidak seburuk yang kau duga" kata nenek sambil berlalu ke kamarnya, apa lagi kalau tidak menghitung laba seminggu berlalu, hahahhahah nenek-nenek bisnislah yang ada di otaknya.
Selepas sesaat dari dekapan nenek, uwo, dan papa Ridwan aku merenung sejenak. Mamak sedang bahagia sekarang dengan seamplop uang
adiknya akan bermanis-manis menikmati uang dari kakaknya
saat sang kakak merasa jadi pahlawan telah membuat adiknya eksis pada dunia yang disenanginya tapi dikutuk oleh masyarakat.
Hal hasil lamunanku bertambah panjang, untuk topik bimbel matematika saat ini sudah kekuasai sejak dulu kala karena termasuk topik yang diolimpiadekan
Pelajaran ke dua adalah Biologi hanya merasa nonton live kehidupan hewan bertubuh lunak
padahal jenis hewan itu kebanyakan tidak pernah kami lihat nyata, gambar hanya terletak di buku. Dua jam seperti refreshing saja, menghirup udara selain udara rumah nenek. Bersosialsasi dengan anak-anak SMA se kota Jambi dengan berbagai lagak.
Syukurnya kita disini tidak seusil di sekolah. Lebih ke kepentingan pribadi dan kelompok. Sehingga aku terhidar dari pertanyaan pribadi.
Pada dua jam yang berlalu ini, aku bersiap untuk duduk tenang menunggu pak Hamid menjemput. Namun itu urung, karena mobil papa Ridwan telah nangkring di parkiran.
"ayo pulang, terbukti Rus, kamu tidak laku ! sudah sebesar ini masih juga belum punya pacar" kata papa
"hahahh tadi papa larang aku pacaran, tidak dilarangpun aku ga ada pacar pa" kataku
"pacar itu akan datang sendiri Rus, tidak perlu dicari" saran papa
"betul itu pa !" sambutku
"nih Rus, au dapat benang jenis baru Rus, ini ikan sebesar apapun akan tertarik Rus" kata papa melihatkan perlengkapan pancingnya yang baru
"kecuali ikan paus" kataku
"hahahha... kamu nih, mana ada ikan paus di sungai batang hari" kata papa
"siapa tahu ada pa, sedulur uwo tuh" kataku
"serem ah Rus, ngomong apa kamu nih" putusan dari papa, dan kami ubah topik segera
"kapan kita bersihkan pusara Bapak kau Rus ?" pendapat papa
"sudah dari Jakarta lah ya pa" jawabku
"iya, aku buat skedul dulu, takut lupa" kata papa
sudah tiga tahun lebih kami tidak membersihkan makam Bapak. Tentunya papa Ridwan akan merindukan orang yang disayangnya. Sempat terlupa makam Bapak, malah urusan mamak yang memenuhi kepalaku.
"Rus kau akrab ya sama Nana dan Titin ? Bapaknya serasa yakin nian biacara dengan ku" lapor papa
"Bapak mereka teman papa ?" tanyaku
"bukan, kata mereka anak mereka akrab dengan kau" kata papa lagi
"aku biasa saja pa dengan teman-teman, akrab tidak, jauh juga tidak. Nana dan Titin tuh kesulitan pa ngikutin laju pelajaran" jawabku
"ajarilah Rus, kalau kau ada waktu" saran papa
"iya" persetujuanku
"anak pejabat Balai kota" kata papa Ridwan
"tempat berbagai perizinan surat menyurat" tanggapanku
"betul itu Rus, pandai-pandailah mencari peluang yo Rus. Asal tidak sombong dan mau menolong orang kau akan disayang banyak orang Rus" saran yang lain dari papa Ridwan. Setelah papa pergi untuk selamanya nanti menyusul nenek dan uwo, apa pelajaran seperti ini masih berlaku ? Tentunya ketamakan manusia akan berlipat dari masa sekarang. Tentunya network yang perlu dibangun papa Ridwan untuk merangkul kemajuan masa depan. Dengan network yang baik, masalah bisa diatasi dengan berbagai pemikiran.
Namun belum pernah aku lihat papa Ridwan serius memberdayakan networknya. Semua masih diurus sendiri oleh papa Ridwan.
Bersambung ...
Ada kesempatan untuk mendeskripsikan Rusli belajar untuk menyikapi beberapa kejadian dengan tenang , dan selamat istirahat ya teman semua :
bro @3ll0 , bro @Tsunami , bro @balaka , bro @d_cetya , bro @Wita , bro @lulu_75 , bro @Hato , bro @Monster_Swifties , bro @hyujin , bro @dafaZartin , bro @sasadara , bro @centraltio , bro @fallyandra_07 , bro @fian_gundah , bro @haha_hihi12 , bro @Gabriel_Valiant
mamak tega sekali kau