It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Mataku terbangun setelah mendengar lantunan ayat suci, kulakukan semua yg menjadi kewajibanku.
Aku masih berpikir, apa yg akan terjadi?
Toni mendukungku untuk menikah.
Apakah ini sebagai wujud pengorbanannya?
Apakah ini sebagai pembuktian bahwa dia memang sangat mencintaiku?
Lalu mengapa aku tak melakukan apa yg harusnya aku lakukan?
Aku juga bisa membuktikan rasa cintaku dengan menolak perjodohan ini dan memilihnya!
Kudapati ibu di dapur.
Aku ingin membicarakan masalah ini, aku rasa ini sudah kondusif.
"Bu.."
Ibu diam saja.
"Bu, aku gk mau mau menikah bu!"
Ibu diam.
"BUU!! Pokoknya aku gk mau menikah!!"
Tiba-tiba ibu menunduk, lalu berjalan menuju kursi di meja makan dan terduduk sambil memegang matanya yg berair.
Aku langsung merasa sesak juga.
Langsung kuhampiri dia.
"Bu, maafkan aldi bu. Tapi aldi memang benar-benar blum siap menikah."
"Ibu tau.."
"Ha?"
"Ibu tahu semuanya."
"Maksud ibu?"
"Ibu tahu, kalau kamu bakalan nolak perjodohan ini."
"Lalu kenapa ibu memaksaku?"
"Karena ibu ingin kamu menikah dan menjalani kehidupan seperti orang normal, kamu tak bisa mendapatkan itu dari Toni."
Aku terperanjat, mataku langsung terbelalak tak percaya.
Ibu mengetahuinya. Tapi darimana?
Arrghh..
Kenapa ibu bisa tau?
"Kok ibu bisa tau?"
"Feeling ibu kuat bgt tentang hubungan kalian. Al, kamu anak laki-laki satu-satunya ibu, setelah ayah tiada, ibu ingin kamu menjadi kepala keluarga. Untuk itu ibu suruh menikah."
"Tapi bu.."
"Tolong.. Ibu gk mau dianggap orang yg enggak-enggak. Ibu mau Aldi punya masa depan yg jelas."
"Bu, dengerin Aldi! Aldi cinta sama Toni."
"Gak ada cinta seperti itu!"
"Ada buk, Aldi yg rasakan sendiri."
"Gk mungkin, itu gk mungkin nak."
"Tapi buk, kami sudah berjalan sampai 2 tahun."
"Apa? Jadi selama itu?"
"Iya buk."
"Tolong Al, ibu gk mau kamu jadi orang yg gk bener."
"Gk bakalan buk, Aldi adalah Aldi anak ibu, Aldi gk bakalan berubah hanya karena Aldi punya orientasi yg menyimpang, sifat dan perilaku Aldi yg sudah ibu dan ayah tanamkan pada Aldi takkan pernah berubah."
"Tapi.."
"Buk, dengar.. Apapun keputusan Ibu akan Aldi dengarkan. Tapi Aldi mohon, tolong pikirkan perasaan Aldi, pikirkan perasaan Toni, pikirkan juga perasaan Rani yg gkkan pernah Aldi cintai. Bagaimana seorang istri tak bisa mendapatkan cinta dari sang suami, sedangkan pernikahan adalah sebuah cinta yg ikat. Jika tidak ada cinta darimana datangnya ikatan itu? Dari paksaan? Apakah ada sesuatu yg dipaksakan itu berakhir baik?"
"Aldi.."
"Buk, ibu tau Aldi gimana! Aldi gkkan pernah nyakitin ibu, ibu juga seharusnya seperti itu juga, jgn pernah sakitin Aldi. Ibu hanya melihat cermin semu yg berbayang-bayang kebahagiaan padahal sebenarnya Aldi sgt menderita jika menikah dengan Rani. Jika tidak memikirkan Aldi, pikirkanlah Rani, seharusnya dia bisa mendapatkan suami yg akan mencintai dia utuh."
"Sudah Al.."
"Tunggu buk, Aldi belum selesai bu. Baiklah, anggaplah Aldi menerima pernikahan ini, lantas! Siapa yg akan bahagia? Aldi? Tentu tidak, Toni, tentu tidak. Rani? Saat itu dia senang, lalu bagaimana kalau dia akhirnya mengetahui sebenarnya?
Lalu siapa yg senang? Ibu. Kalau begitu ibu egois.
Jika ibu ingin menyiksa Aldi! Siksalah, tapi jgn pernah siksa anak orang lain. Apalagi orang tua Rani menyerahkan anaknya untuk bahagia, bukan malah menderita."
"Sudah! Ibu bilang sudah! Pergi sana kamu!"
"Bu.."
"Sudah sana!"
"Tapi bu.."
"Pergi kamu sana, ibu mau lanjut masak!"
"Tolong ingat baik-baik ya buk perkataan Aldi. Aldi mohon, maaf! Aldi gk bermaksud buat ibu tersinggung, cuma Aldi ingin mengatakan apa yg Aldi rasakan."
Ibu diam saja, mengakhiri percakapan.
Aku pergi meninggalkan ibu yg bermain dengan spatulanya.
Aku berjalan cepat, untuk tak mau ketinggalan pergi ke resto.
Tapi masih ada 15 menit lagi,
Hmm, kusempatkan menelpon om Bambang.
"Halo."
"Om, ibu tetap ngeyel om, tolongin."
"Tenang Al, om pasti kesana, kalau gk siang ini, sore ini."
"Om! Aldi berharap bgt sama om, om satu-satunya harapan Aldi."
"Om usahain Al, tapi om gk tau apakah keputusan ibumu bisa diubah atau tidak."
"Tadi Aldi sudah ngomong sama ibu, udah Aldi katakan semua yg ada di hati Aldi."
"Oke, semoga ibumu memikirkan itu."
"Baiklah om, Aldi mau berangkat kerja."
"Yasudah, tapi om gk bisa jamin ya Al."
"Oke om. "
Sekarang aku hanya berharap dari om Bambang. Semoga dia bisa membuat ibu luluh, aku tak menyangka bahwa ibu akan sekeras ini.
_____________________________________
"Tadi Toni nyariin kamu Al."
"Kapan kak?"
"Tadi kira-kira 5 menit yg lalu, kamu langsung ke ruangan meeting aja."
"Oke kak Eka, semangat kerja ya. Oya, deketin tuh pelayan cewek baru. Kan lumayan cantik tuh, jgn pikirannya masak aja."
"Iye bawel. Ini juga lagi usaha."
"Klo dah jadian, traktiran ya."
"Ya ampun, blum juga pdkt, udah main jadian aja."
"Mana tau."
"Hmmm, semoga aja.."
"Ywdah, aku duluan ya kak."
Kak Eka tersenyum padaku, memang dia memang bukan lelaki yg tampan, namun dewasa dan ramah. Aku suka sifatnya yg menjadi penenang. Dia benar-benar dewasa. Terkadang aku belajar darinya.
Kulihat Toni sedang menunggu sambil menyoroti laptopnya.
"Hoy, ada apa?"
"Kamu sibuk hari ini?"
"Aneh kamu Ton, ya jelas sibuklah. Kan ini hari kerja."
"Bukan, maksudnya selain bekerja."
"Gk, gk ada kegiatan lain sih."
"Aku bosan bgt Al.. Kita keluar yuk. Sekaligus bahas masalah kemarin."
"Tapi.."
"Gk da tapi-tapian cepat ganti baju. Lalu kita ke pantai."
"Gk mau ah.."
"Cepat! Ini perintah bos!"
"Aahh.. Ampun!"
Aku berlari keluar ruangan, kulihat Toni tertawa melihat tingkahku.
Aku langsung hambur ke loker dan mengganti baju.
Tanpa byk bicara kami langsung pergi, tapi tunggu..
Toni membawa joran!
Haaah! Kami memancing. Kegiatan yg membosankan dan anehnya Toni suka banget dengan kegiatan itu.
Di pantai ini lagi..
Dengan suasana yg sama, pemandangan yg sama dan cinta kami yg sama.
Kami duduk di batu-batu bantaran pantai, terpaksa aku ikut memancing.
"Al, klo dipikir-pikir cinta kita ini rada aneh ya?"
"Kok ngomong gitu?"
"Terbesit aja, apalagi sebentar lagi kamu akan menikah."
"Aku gkkan menikah."
"Maksudmu?"
"Aku gk mau menikah dengan Rani, aku mencintaimu Ton!"
"Tapi.."
"Pokoknya aku gk mau."
"......."
"Aku gk mau menikah! Titik!"
"Yasudahlah Al, kalau itu keputusanmu."
"Aku mencintaimu Ton, aku tak sanggup hidup tanpamu."
"Aldi item, kamu jgn berlebihan."
"Aku serius kok!"
"Iyaiya."
"Ton, kita aja yg menikah ya!"
"Apa?"
"Gk mau?"
"Apa-apaan sih Al?"
"Kamu gk mau ya?"
"Bukan gitu, aneh tau. Kita gkkan bisa menikah."
"Kenapa? Kita bisa keluar negri."
"Lalu bagaimana dengan keluargamu?"
"Kita kesana hanya untuk 5 tahun saja. Sehabis itu kita pulang."
"Hahaha, ada-ada aja kamu. Pasti terlalu byk berpikir."
"Haaaah! Mungkin seperti itulah Ton."
"Hei, joranmu bergoyang Al."
Aku terkejut, goyangannya kuat. Kutarik perlahan, namun ternyata ikan itu melawan. Kuat juga ternyata. Kugulung benang pancingnya dengan hati-hati.
Dan tiba-tiba.
Toni melingkarkan tangannya dari belakang tubuhku. Dipegangnya tanganku yg menggulung benang.
Dibantunya aku mengangkat ikan itu.
Kupandangi dia yg tersenyum lebar.
Apa yg membuat dia tersenyum lebar?
Mendapati aku yg menolak perjodohan?
Atau ajakanku menikah?
Atau karena dapat ikan kerapu karang yg lumayan besar?
Oh cinta, kenapa kau begitu rumit.
Menggenggam hati yg sama-sama ingin mendapat kebahagiaan.
Aku mencintaimu Ton.
Hanya itu kata yg dapat keluar dari mulutku.
Om Bambang! Aku mengandalkanmu.
Semoga heppy ending.. Hehehe
Somehow it's felt rushed on some part of the story but it's okay. Daripada ceritanya nanti terlalu diulur-ulur.
Gak sanggup buat bayangkan bagaimana perasaan Aldi saat itu.
@silveliniingggg @yirly @liezfujoshi @derbi @okky
@van_ey @alvinchia715 @shrug
@gelandangan @viumarvines @centraltio @ ;rhein.a
@daser enjoy..
Sudah 3 jam disini dan hanya dapat beberapa ekor ikan, kulihat Toni masih doyan duduk berlama-lama.
Dia begitu santainya melihat air yg beriak-riak.
Terkadang obrolan kami terputus, dan akhirnya sibuk dengan perbuatan masing-masing untuk membunuh kebosanan, seperti saat ini.
"Pulang yuk Ton, bosen!"
"Bentar,."
"Ih, kamu gk bosen Ton!"
"Al, kita nginap disini yuk!"
"Apa?"
"Iya, kita buat tenda disekitar sini."
"Tendanya?"
"Udah aku siapin di mobil."
"Kok aku gk lihat?"
"Kamu yg gk mau lihat!"
"Yasudahlah, aku juga sudah pengen berduaan samamu."
"Tuh kan pasti langsung setuju."
"Hahahaha."
Aku duduk mendekati Toni. Kulihat kearah sekitar, pantai mulai sunyi. Aku mulai berani.
Kusandarkan kepalaku kepundak Toni, Toni sedikit bergerak, dan akhirnya mengelus kepalaku.
"Al, kamu tau gk perasaanku saat mendengar kau dijodohkan?"
Aku menggeleng.
"Saat itu aku seperti hancur, namun aku tersadar bahwa terkadang cinta tak harus memiliki, hanya takdir lah yg akan menentukan. Lalu, saat kau menangis dan menjerit disini kemarin malam, itu sudah menjelaskan kau benar-benar rapuh saat itu, untuk itu aku berusaha tegar untuk jadi sandaranmu. Dan sekarang aku senang, bahwa kau lebih memilihku. Kau benar-benar cinta sejatiku Al."
Aku terhenyak dengan kata-kata terpanjang yg pernah dia lontarkan, perkataannya jelas masuk ke dalam sanubariku. Dan saat ini, aku hanya bisa terdiam saja, tak ada kata yg dapat menggambarkan kebahagiaanku.
"Tapi Ton, kenapa ibu bisa tau ya?"
"Namanya juga seorang ibu! Mereka itu sensitif sekali apalagi menyangkut perasaan anaknya."
"Iyaiya, ibu kamu begitu juga gk Ton?"
"Mama ya? Ehmm, sepertinya iya."
"Terus apa pendapat mamamu saat aku main ke rumah nenekmu?"
"Katanya kamu baik."
"Itu aja?"
"Iya."
"Gk da yg lain?"
"Kok kamu maksa orang buat nilai kamu sih Al, tuh kan mulai aneh. Haahhaha."
"Enggak, kali aja."
Hah, kesal!
Padahal kan aku maksudnya bercanda tapi malah dibilang aneh. Kuangkat kepalaku dari pundak Toni. Aku berjalan menjauhinya. Dan tiba-tiba.
'Plok'
Kepalaku dilempar Toni dengan kulit kerang!
Arrrgghhh, dia tertawa lepas melihatku meringis. Kurang ajar!
Kupungut kulit kerang yg berserakan dibibir pantai, dan kulempar kearah Toni, dia mengelak, tak tepat sasaran.
Aku semakin kesal.
Dan kudatangi dia.
Dia melepaskan jorannya, dan berlari.
Kami kejar-kejaran.
Seperti anak kecil yg sudah uzur.
Burung camar telah berteriak-teriak, matahari juga sudah membenamkan diri di ujung laut sana.
Angin masih suka berlalu-lalang, terkadang menerbangkan daun-daun ke laut.
Aku dan Toni, masih duduk di bibir pantai.
Menikmati suasana yg biasa seperti di pantai lainnya. Perasaan nyaman yg selalu kudapatkan saat dengan Toni kali ini semakin mengental. Toni benar-benar sosok yg akan membuatku bahagia selama hidupku. Tapi, aku tak bisa menyatakan bahwa ibu adalah penghalang kami. Namun, aku hanya menganggap ibu sebagai orangtua yg memikirkan masa depan anaknya dengan pandangan kolot yg perlu diluruskan, apalagi dia sekarang adalah single parent. Untuk itu, aku memaklumi tindakan ibu kemarin, tapi aku hanya kecewa pada ibu karena mengambil keputusan sepihak.
"Kita buat tendanya dimana?"
"Disana aja Al, dibawa pohon kelapa sana."
Toni menunjuk pohon kelapa yg agak jauh dari bibir pantai.
"Jauh amat."
"Iya Al, soalnya nanti malam kayaknya bakalan pasang besar soalnya bulan purnama. Ya hanya mengantisipasi aja. Kan ironis, niatnya pengen romantis malah dapat kejadian yg gk menyenangkan."
"Romantis?"
"Iya dong!"
"Seromantis apa sih?"
"Lihat aja entar malam."
"Emang udah izin sama penjaga pantai kalau kita nginap disini?"
"Udah lah, lagian bukan cuma kita aja yg nginap, sering kok para wisatawan nginap disini dengan tenda, terkadang pelajar, mahasiswa atau pekerja."
"Kok kamu tau?"
"Yaiyalah, aku tau semuanya."
"Hah, sombong!"
"Yg penting ganteng."
"Wisss.."
"Udah ah, ayuk! Pasang sekarang aja tendanya."
"Iyaiya."
Kami bangkit dan menuju Mobil. Kami ambil tenda dan peralatan lainnya.
Setelah bersibaku selama setengah jam.
Tenda terpasang, dan semuanya aman terkendali. Selesai.
Haaaaah.
Kami menghela nafas.
_________________________________
Sang Rembulan menatap kami dengan mata bulatnya yg sendu, sinarnya tak garang untuk dipandang.
Awan-awan hitam hanya berkumpul dengan kepulan kecil yg terpecah-pecah.
Ribuan bintang menari-nari dengan sinarnya yg mampu menembus masuk ke permukaan bumi.
Angin juga tak henti-hentinya menggoyangkan tenda kami yg sudah kokoh itu.
Kami duduk didepan tenda, beralas pasir putih dan lentera di depannya.
Kami tak bisa membuat api unggun, anginnya tak mengizinkan kami.
Setelah bosan duduk dengan posisi yg membosankan, akhirnya aku menjatuhkan kepalaku di paha Toni. Dan dia mengelus kepalaku. Kali ini, aku yg menjadi anak kecil. Siapa sangka, aku yg dulu selalu menjadi sosok yg dewasa daripada Toni kini berpaling menjadi sebaliknya.
Hah, yg pasti aku hanya ingin menikmati malam ini.
"Ton, bayangin deh, kalau kita nikah."
"Hmmm.."
"Kita mau adopsi berapa anak?"
"Satu aja cukup!"
"Peliharaan?"
"Terserah kamu."
"Kucing?"
"Ya, aku juga suka kucing Al."
"Bulan madunya kita kemana?"
"Hahahaha, kamu ngaco lagi Al!"
"Ih, kan cuma membayangkan. Gk kejadian juga gpp."
"Ehhm dimana ya? Terserah kamu! Pokoknya dimanapun itu jika ada kamu tempat akan menjadi tempat yg terindah."
"Huh, gombal."
"Haha, kamu sih ngaco."
"Terus, yg bekerja siapa yg ngurus rumah siapa?"
"Kita sama-sama bekerja lah, tapi terserah sih kalau kamu mau memerankan peran istri, hahahaha."
"Eh, enggak maulah. Aku juga kerja. Sewa asisten rumah tangga aja."
"Tuh."
"Ehh, oya Ton, ngomong-ngomong mantan kamu pernah gangguin kamu lagi gk seperti mantanku?"
"Enggak, dia kayaknya udah nikah."
"Ih, kurang ajar ya.."
"Udah, ah jgn bahas dia."
Toni mengangkat kepalaku dan dipegangnya kedua pipiku.
"Cuma kamu Al, yg benar-benar mencintaiku. Gk da yg lain. Dan aku senang, kamu juga melakukan hal yg sama."
Kenapa Toni menjadi seperti ini ya?
Sekejap kedewasaan dan kepuitisannya menyerang.
"Aku juga Ton.."
Belum sempat aku menghabiskan kata-kataku. Bibirku sudah bertemu dengan bibirnya.
Haaah, perasaan yg akan selalu kami rindu.
"Dah yuk ketenda."
Toni menarik tanganku cepat, sepertinya nafsu kami sudah menggebu-gebu sekarang. Seperti hendak ketinggalan bus, kami langsung hambur ke tenda tanpa memperhatikan bulan yg melihat kami.
Aku gk tau apa yg terjadi besok, aku juga tak tau apa yg Om Bambang dan ibu bicarakan.
Semoga, harapanku terkabul.