It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
“Ayo cepat,!” balas Levi yang tidak tahu bagaimana caranya dia justru yang sukses lebih dulu sampai di atas batu.
“Huh,” gumam Kenzo dan Levi lega ketika kami berhasil berada di bebatuan besar.
“Kamu benar sayang, pemandanganya lebih indah disini,” kagum Levi setelah mengedarkan pangdangannya ke hamparan laut luas serta warna menarik matahari terbenam.
“Iya,” kata Kenzo membenarkan.
“Tapi jika seperti ini akan lebih indah,” sela Levi tiba-tiba merengkuh badan Kenzo untuk berada di dekapnya. Tidak mau memperpanjang perdebatan, Kenzo hanya balas dengan rangkulan.
“I LOVE YOU,” sambungnya setelah dengan lembut mencium kening Kenzo secara tiba-tiba.
“Berikan kepalamu!” ujar Kenzo tak membalas pernyataannya.
“Untuk apa?” tanya Levi heran.
“Berikan saja,” balas Kenzo hendak langsung menarik kepalanya.
“Hey! Aku bertanya untuk apa kepalaku?” sergahnya berhasil mengelak dari kemauan Kenzo.
“Berikan saja bodoh,!” ujar Kenzo kesal.
“Eits,..................” sergah Levi namun sia-sia karena gerakan Kenzo lebih cepat dan berhasil menangkup kepalanya.
“I LOVE YOU TOO,” potong Kenzo langsung mendaratkan ciuman balasan di kening Levi.
“Jadi kamu hanya ingin membalas ucapanku?” sela Levi setelah tahu apa maksud Kenzo tadi.
“Lalu kamu pikir aku akan melakukan apa pada kepalamu?”
“Aku kira kamu akan bertindak kekerasan,”
“Maks...................”
“Stttt tidak perlu kita mendebatkan masalah sepele ini sekarang,” potong Levi. Jari telunjuknya mendarat di bibir Kenzo yang hendak menuntut penjelasan dari ucapan sembarangannya.
“Kita jauh-jauh kesini bukan untuk bertengkar dan melakukan hal tidak penting,” sambungnya. kini lengan kekarnya kembali merangkul Kenzo, walau berbeda posisi dengan sebelumnya, karena sekarang dia berada di depan Kenzo.
“Lalu apa yang akan kamu lakukan di tempat ini?” tanya Kenzo terbawa suasana yang dia ciptakan. Mata bulatnya kini berada cukup dekat dengan mata Kenzo.
“Boleh aku menciummu?” ujarnya.
“Kenapa harus meminta ijin? Bukannya tadi kamu juga sudah melakukannya tanpa seijinku?”
“Aku sering bertindak konyol dan membuatmu kesal. Hari ini ijinkan aku untuk lebih sopan terhadap orang yang berarti untukku,” terangnya.
“Aku akan mengijinkannya, namun dengan satu syarat,” jawab Kenzo masih belum menghentikan percakapan.
“Tidak boleh mengacak rambutmu?” tebak Levi.
“Bukan,” jawab Kenzo.
“Lalu?........................ mmmfftt”
Syarat atau apapun itu tak bisa Kenzo berikan dengan kata-kata. Sejujurnya dia juga tidak tahu syarat apa yang ingin diberikannya. Berada di dekat Levi dengan segala hal yang membuatnya sangat menikmati setiap detik yang terlewatkan.
Berlebihan memang, namun Kenzo juga tidak menemukan kalimat yang lebih pantas dari itu. Dia tahu apapun yang akan terjadi nanti, yang jelas Levi telah mengajarinya untuk tetap menikmati hari ini, waktu ini, dan nafas ini.
Kenzo tidak tahu apa dan bagaimana akhir kisah ‘tak normal’ mereka, namun yang pasti mereka mengawalinya dengan bahagia, dan akan tetap sama sampai waktu yang tidak pernah mereka tahu kapan akan berpisah.
“Sampai kapan kita akan berada di atas batu ini?, tidak mungkin kamu menyewa tempat ini hanya untuk tidur semalaman di batu bukan?” interupsi Kenzo memecah keheningan yang Mereka ciptakan sejak ciuman curiannya selesai.
Saling berbaring dan menghadap langit luas tampaknya menjadi hal mengagumkan yang mampu membuat mereka lupa waktu.
“Tentu tidak, kalau begitu ayo kita ke resort,!” ajak Levi yang terlebih dahulu bangkit dari posisi rebahan dan mengulurkan tangannya untuk membantu Kenzo berdiri.
“Hm,” gumam Kenzo tak menolak ajakan Levi.
“Kamu bahagia?” tanyanya di sela perjalanan kami menuju resort.
“Sepertinya iya,” jawab Kenzo enteng.
“Syukurlah, aku lapar ayo cepat kita ke resort,!” ujar Levi langsung menyeret tangan Kenzo untuk ikut berlari menuju resort.
Btw ni q manggilnya apa ya...??? Met atau siapa..??? Hehehhehe
Btw lagy ni ya.. Punya akun wtpad gak..??
Soal pnggiln terserah dech asal gak aneh2 aja....
Yaudah q panggil met aja ya....
Jngn lupa mention lg
Penasaran sama sosok yg slalu ngikutin ken.
Btw jngn lupa di mantion juga...hahaa
PRAAANK
“Apa yang kamu lakukan huh?” bentak suara lelaki dewasa dengan tampang marah yang mengerikan untuk dilihat oleh seorang anak kecil berusia 10 tahun. Suara benda pecah yang ditimbulkan tangan kecil itu membuatnya terganggu.
“A..aku ti...tidak sengaja menjatuhkan gelas ini om,” jawab sang anak kecil dengan nyali yang ciut.
“Hey! Kamu pikir kamu bisa menggantikan gelas ini huh?” balas sosok orang yang dipanggilnya om dengan tangan yang langsung menarik rambut sang anak kecil.
“Sa...sakit om,” ringisnya.
“Aku tidak menanyakan bagaimana rasanya perlakuanku bodoh,!”
“A..aku minta maaf om,” lanjut sang anak berusaha menghentikan emosi lawan bicaranya.
“A...aku tidak sengaja,” ronta sang anak kecil masih berusaha meredam emosi sang om.
“Aku tidak peduli,! Sekarang bereskan dan bersihkan pecahan gelas itu,!” sentak sang om makin keras.
“I..iya om,” jawab sang anak kecil pasrah. Berlahan dia berjalan menuju pecahan gelas dan mulai untuk memungutnya.
“Hey,! Apa yang kamu lakukan huh?” kembali bentakan harus di dapat oleh anak malang itu.
“Bukannya om tadi menyuruhku membersihkan pecahan gelas ini, sekarang aku sedang membersihkannya,” jawab anak malang itu dengan nada ketakutan.
“Maksudku, siapa yang menyuruhmu untuk membersihkannya dengan tangan,?” lanjut bentakan sang om.
“Ma...maksud om?”
“Bersihkan dengan mulutmu,! Sampai bersih tak ada satupun yang tersisa,! Langsung buang ke tempat sampah depan,! Dan jangan sedikitpun kamu menggunakan tangan,!”
“Ta...tapi om,” tolak sang anak malang yang berakhir sia-sia.
“Lakukan segera atau hukumanmu lebih berat,?” bentak sang om bernada lebih kejam.
“I...iya om,” jawab anak malang itu tak punya pilihan.
Seluruh badan anak malang itu bergetar ketika sedikit demi sedikit badannya mendekat pada pecahan gelas. Mulut kecilnya berlahan terbuka dan mendekat dengan satu pecahan gelas yang tajam di depan matanya.
“Aw,” pekik anak malang itu karena tak sengaja di percobaan pertamanya mengangkat pecahan gelas, bibirnya justru tergores pecahan gelas.
Darah segar itu keluar lancar dari bibir mungil sang anak. Berlahan dan pasti isakan kecil meluncur lancar dari bibirnnya.
“Cepat selesaikan,! Jangan lelet seperti itu. Kamu laki-laki bukan bencong yang harus menangis karena terluka sedikit anak bodoh,” ejek orang dewasa itu.
“Hm,” jawab anak malang itu hanya dengan gumaman. Tangan kecil dan mungil khas anak usia 10 tahun dengan kasar menghapus lelehan air mata yang tadi sempat keluar.
“Selesaikan cepat,! Aku hanya memberimu waktu dua menit,!”
Mendengar kerja paksanya ini dinilai dengan waktu, membuat mata sang anak melotot kaget. Dia bergegas menyelesaikan tugasnya.
Tangan yang dia kaitkan di belakang tubuhnya dan mulut kecil yang masih bergetar dengan cekatan atau lebih tepatnya tergesa terus bergerak mengejar waktu.
Ia tahu jika waktunya sudah selesai dan pekerjaannya belum tuntas, itu sama saja membuat hukuman menjadi dua kali lipat.
Bibir mungil itu kini telah tampak lebih merah dari biasanya. Bukan merah karena tanda dia sedang dalam keadaan segar, melainkan merah karena darah yang tak hentinya keluar dari daerah bibir dan sekitarnya. Lelehan air mata yang daritadi dia tahan ternyata tak kuat untuk keluar walau dengan lirih isakan, namun baginya itu tetap menyiksanya.
“A...aku sudah selesai om,” ujar sang anak malang itu kini menghadap lelaki dewasa yang dia panggil om.
“Bagus,” gumam sang om, yang sukses membuat sedikit kelegaan di hati sang anak malang.
“Tapi, waktumu lebih dari ketentuan. Kamu membutuhkan waktu lebih dari dua menit untuk menyelesaikannya” Senyum lega anak malang tadi seketika hilang berganti dengan kepasrahan.
“Kamu tahu artinya apa?” lantunya dengan kelimat pertanyaan.
“A...aku sudah be...berusaha om,” bela anak malang itu.
“Tapi sayangnya aku hanya menilai hasil, bukan hanya usaha,” tampik sang om tak terima dengan alasan.
“Sekarang ikut aku,!” sentak sang om langsung menjambak rambut anak kecil itu dan menyeretnya ke sebuah ruangan yang paling dia benci, gudang.
“A..aku mohon om, jangan kurung aku disana,” mohon sang anak namun berakhir nihil karena dia terus di seret hingga sekarang dia berhadapan dengan pintu ruangan laknat itu.
“Diam kau,!” bentak sang om.
“Hey,! Kenapa kalian berisik sekali? Suara tidak penting kalian membuat tidur siangku terganggu bodoh,” sela sebuah suara yang anak malang itu yakin tidak akan merubah keadaannya. Suara yang menjadi pasangan orang yang tengah menyeretnya ke dalam gudang, dialah sang tante.
“Anak sialan ini sudah beraninya memecahkan gelas di dapur kita,” jawab sang om.
“Apa? Beraninya kau,!” sesuai perkiraan anak malang itu, kehadiran suara wanita itu justru memperburuk keadaannya.
Tak hanya sakit di kepala karena rambutnya yang di jambak oleh sang om, kini telinga kanannya juga harus menerima kesakitan yang tak jauh beda.
“Aw, sakit tante,” rengek anak malang itu namun telinga kedua orang dewasa di sampingnya sudah tuli dengan suara rengekannya.
“Sebaiknya kamu minggir, aku mau memberi pelajaran pada anak bodoh ini,” sela sang om hendak mengeksekusi hukuman biadab untuk anak malang itu.
CEKLEK
“Om, buka pintunya,! Aku takut disini,” rengek anak malang itu berusaha menggedor pintu yang kini sudah tertutup rapat, meninggalkannya bersama ruangan yang paling dia benci.
“Aku mohon om, buka pintunya,! Aku benci ruangan gelap,” kembali suara kecilnya meronta, namun nihil. Ruang gelap berdebu ini, sekarang menjadi temannya.
“Selamat datang Kenzo,!”
#
Matanya kini mendadak terbuka......
@lulu_75
@melkikusuma1
@junaedhi
@sogotariuz
@liezfujoshi
@hendra_bastian
Waktu di gudang itu siapa.. Byngannya kenzo ya..??? Serem amat ..
Btw di lnjut lgy dong... Mumpung kepo mode on..he