It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
BUGH
“Shit,!” geram Kenzo setelah menerima beberapa kalli pukulan diwajahnya. Darah mengalir di ujur bibir kirinya kerena pukulan keras sosok yang sangat dia kenal.
“Masih keras kepala huh?” ujarnya kesal dengan kelakuan Kenzo yang tak mau menuruti kemauannya.
“Aku bukan keras kepala, kamu yang selalu bertindak semaumu,!” bantah Kenzo masih membela diri. Kondisi babak belur dengan tangan dan kaki terikat di bangku tunggal ruang tengah apartemen milik Levi.
BUGH
“Apapun yang aku lakukan hanya untuk melihatmu bahagia,! Ingat itu!”
“Kebahagiaan yang kamu beri selalu berakhir dengan kegelisahan,! Aku ingin hidup sendiri terlepas dari bayanganmu,”
“Permintaan yang mustahil,” cibirnya mendengar penuturan Kenzo.
“Siapa lagi yang ingin kamu bunuh untuk membahagiakanku?” tanya Kenzo lemas karena merasa tak lagi bisa mendebat ucapannya.
“Aku bahkan tak membunuh satu orangpun sejak kamu menemukan kekasih gay-mu,”
“Berhenti memanggil Levi dengan julukan itu,!”
“Oke, aku panggil dia kekasih tercintamu, puas?”
“Aku akan puas jika kamu meninggalkanku,”
“Dan kamu juga tahu jika itu tidak mungkin. Harga yang harus kamu bayar terlalu mahal untuk melenyapkanku, dan kamu juga tahu harga itu, ‘nyawamu’”
“Aku tahu itu, dan suatu saat mungkin aku akan membayarnya,”
“Untuk apa? Untuk kebahagiaanmu? Bahkan kebahagiaanmu akan ikut mati dengan nyawamu,”
“Aku tidak tahu untuk siapa tapi percayalah aku akan melakukannya,”
“Dan ingat juga bahwa aku selalu memperjuangkan apa yang menjadi kebahagiaanmu, MENURUTKU,”
“Terserah,” gumam lemah Kenzo yang serasa tenaganya tak lagi tersisa. Pukulan keras telah dia terima sejak sore tadi sepulang dia dari kampus, sekarang jam telah menunjukan pukul sembilan malam, dan Levi belum pulang juga untuk menyelamatkannya.
“Ucapan itu lebih enak terdengar di telingaku,” ujarnya puas dengan respon yang diberikan Kenzo.
“Sekarang, apa yang ingin kamu lakukan huh?” tanya Kenzo berusaha memberi penawaran untuk kebebasannya.
“Tidak banyak sebenarnya, kamu hanya perlu ikuti permainan dan caraku untuk mengungkap siapa pembunuh gadis sialan itu,”
“Huh.... manis sekali ucapanmu, bahkan tangan kotormu yang membunuhnya, lalu kenapa sekarang kamu berulah seolah menjadi seorang pahlawan?” cibir Kenzo tak percaya dengan ucapannya.
“Aku tidak pernah mengatakan jika aku yang membunuh gadis itu,” bantahnya.
“Lalu siapa menurutmu yang membunuhnya?” tanya Kenzo dengan nada meremehkan dan cenderung tak percaya.
“Aku sedang menyelidikinya dan aku sudah menaruh curiga dengan seseorang,” jawabnya serius.
“Tingkahmu begitu menjijikan,” Kenzo kembali memberikan cibiran sinisnya.
“Hentikan cibiranmu Kenzo,! Apa yang aku lakukan untuk...............”
“Kebahagiaanku, aku tahu itu” potong Kenzo sudah terlalu hafal dengan segala yang menyangkut tentangnya.
“ Jika kamu tahu, berhentilah untuk menghentikan usahaku,”
“Oke, aku akan menuruti dan menjalankan semua misimu, sekarang bebaskan aku,!” ujar Kenzo pasrah. Dia tidak mau menderita lebih lama lagi karena kekerasan kepalanya sendiri. Lebih baik dia mengalah dan bertingkah mempercainya dari pada harus menanggung kondisi buruk ini lebih lama.
“Tidak sebelum kamu percaya bahwa bukan aku yang membunuh gadis itu,” tolaknya mengajukan syarat.
“Sejak kapan kamu butuh kepercayaanku untuk tindakanmu?” kembali Kenzo tak bisa menghentikan cibirannya untuk sosok yang sudah terlalu dikenalnya. Sosok yang mungkin lebih mengenal dirinya lebih dari yang dia tahu.
“Sejak aku berfikir bahwa penderitaan masa kecilmu akan terulang, dan bahkan lebih menyiksa,” ujarnya sukses membuat Kenzo terdiam dan cukup sesak karena ingatan sekilas masa kecilnya.
“Apa maksudmu?” tolak Kenzo tak terima.
“Percayalah padaku,”
“Percayalah padaku,”
“Oke, aku akan coba memperayaimu, tapi beri sedikit penjelasan yang bisa membuatku mempercayaimu,!” luluh Kenzo yang akhirnya larut dalam ucapannya.
“Kaos yang kamu lihat berlumuran darah malam itu, darah itu bukan darah gadis itu,” jelasnya.
“Lalu darah siapa?” tanya Kenzo mulai penasaran.
“Darah itu adalah darah anjing penjaga kampusmu, jika kamu tidak percaya kamu bisa melakukan tes laboratorium atau tanyakan pada Kekasih tercintamu, dia pasti tahu banyak tentang perkembangan kasus pembunuhan ini,” jelasnya lagi.
“Lalu untuk apa kamu membunuh anjing itu?”
“Untuk keselamatan,”
“Anjing memang hewan pemakan daging, tapi dia tidak menganggap manusia sebagai santapannya,” tak bisa terelak lagi, kalimat cibiran dan ketikapercayaan Kenzo mulus keluar dari mulutnya.
“Terserah apapun sanggahanmu, aku hanya perlu kepercayaanmu,”
“Oke, anggap aku percaya, lalu apa rencanamu?” ujar Kenzo menyerah.
“Akan aku beritahukan nanti,”
“Ck bilang saja kalau otakmu belum terlalu pintar,” cibir Kenzo.
“Berhenti untuk meremehkanku Kenzo,!”
“Oke.... aku percaya kamu punya rencana. Sekarang cepat lepaskan aku,!”
“Lima menit lagi Levi akan sampai rumah, jadi biar dia yang melepaskanmu,”
“Hey,! Jangan pergi,! Apa yang akan aku katakan pada Levi jika dia melihat kondisiku seperti ini,?”
“Itu bagian dari rencana Beeb, jadi buktikan kamu lebih pintar dariku,”
"satu lagi, eksistensinya di antara kita tergantung padamu, " lanjutnya berpesan serius.
"dia sama denganku dan kamu?" tanya Kenzo penasaran.
"Dia lebih kuat dariku," jawabnya lemah sebelum menghilang dari pandangan Kenzo.
“Hey,! Hey,! Jangan pergi.......Shit,” umpat Kenzo tak bisa menahannya untuk melepaskan ikatannya.
"Apa aku harus mempercayainya???" bimbang Kenzo dalam hati.
“Nikmati permainan ini Kenzo,! Aku tahu apa yang membuatmu bahagia,” ujarnya dalam hati.
Kondisi fisik Kenzo terlihat sangat buruk. Kaki dan tangan terikat oleh tali, wajah lebam dengan darah mengering di ujung bibirnya tak menjadikannya layak untuk di pandang. Kenzo sekarang hanya bisa pasrah dan mencoba mencari alasan apa yang akan dia beri pada Levi ketika kekasihnya pulang.
“Oh my God,!” seru Levi melihat kondisi Kenzo.
“Tepat lima menit,” batin Kenzo.
@lulu_75 mungkin sudah wktunya levi pulng.....
@hendra_bastian wah bsa jd tuh,...
@lulu_75 mungkin sudah wktunya levi pulng.....
@hendra_bastian wah bsa jd tuh,...
“Apa yang terjadi Kenzo? Kenapa wajahmu,?”
“Tunda pertanyaanmu Lev, sekarang bisa kamu bantu aku buka ikatan tali di tangan dan kakiku?” ujar Kenzo dengan suara lemah. Dia memang sudah hampir kehabisan tenaga karena kelelahan dan sakit.
“Oh, iya aku akan melepaskannya,” jawab Levi yang langsung disertai gerakan cepat melepas ikatan di tangan dan kaki Kenzo.
“Apa yang sebenarnya terjadi sayang? Kenapa.........” lanjut Levi setelah berhasil melepas semua ikatan.
“Aku akan menceritakannya tapi bisa kamu bantu aku mengobati lukaku dulu?”
“Ah, iya.....berbaringlah di sofa,!” ujar Levi menuntun Kenzo menuju sofa di ruang tengah.
Kondisi Kenzo yang cukup parah membuat Levi kelimpungan dan panik. Suara barang yang berjatuhan di dapur terdengar jelas di telinga Kenzo. Levi tak bisa bertindak tenang jika dia sedang panik, itulah yang Kenzo tahu, namun untuk urusan perhatian, Kenzo tak perlu protes. Levi adalah orang yang sangat perhatian dan telaten. Sifat itu terbukti sekarang ketika dia dengan sabar dan hati-hati mengobati wajah Kenzo.
“Au...” pekik Kenzo saat sentuhan terakhir Levi mengobati wajahnya.
“Maaf sayang, terlalu keras ya?” ujar Levi khawatir.
“Tidak apa-apa, aku hanya sedikit kaget,” jawab Kenzo tak mau membuat Levi tambah khawatir.
“Sebenarnya apa yang terjadi huh?” tanya Levi yang kini duduk di depan sofa menatap intens mata Kenzo dalam dan menggenggam tangannya erat.
“Hanya perampok yang berusaha mencari nafkah instan,” jawab Kenzo enteng.
“Apa,! perampok?”
“Iya, tapi kamu tidak usah khawatir, semua barang di apartemen ini aman,”
“Dengar,! Aku tidak peduli degan barang-barang di apartemen ini, yang paling penting adalah keselamatanmu,”
“Aku juga selamat Levi, kamu tidak perlu khawatir seperti itu,”
“Kenapa perampok itu sampai memukulmu?”
“Aku sedikit melawan untuk mempertahankan barang-barangmu, tapi aku konyol karena tidak melihat badan perampok itu yang ternyata lebih kuat dariku walau badan kami seukuran,” jawab Kenzo berusaha membawa suasana menjadi lebih cair.
“Kamu tidak perlu melakukan itu Kenzo,”
“Jika ada perampokan lagi, aku berjanji tidak akan mengulanginya lagi, aku akan membiarkan perampok itu mengambil semua barang-barang, itukan yang kamu inginkan?” tanya Kenzo dengan nada bercanda.
“Mulutmu terlalu sembarangan Kenzo,” geram Levi kesal dan hanya ditanggapi kikikan Kenzo.
“Aku hanya bercanda Lev,”
“Jangan bercanda di saat seperti ini,! aku sangat menghkawatirkanmu,” ujar Levi berusaha membawa suasana kembali serius.
“Iya.... aku minta maaf,”
“Aku tidak butuh maafmu, aku hanya butuh kesungguhanmu untuk selalu menjaga dirimu.”
“Kenapa? Kamu takut kehilanganku?”
“Tentu saja, melihat kondisimu seperti tadi membuatku merasa telah gagal untuk menjadi pasangan yang baik untukmu,”
“Aku berjanji untuk selalu menjaga diri, apa kamu juga mau melakukan hal yang sama?”
“Iya, aku akan menjaga diriku untukku.....dan untukmu,” jawab Levi bersedia melakukan apa yang dia inginkan juga pada Kenzo.
“Terima kasih,” balas Kenzo dengan tangan kanannya sekarang berada di pipi sebelah kiri Levi, mengelusnya lembut mengundang yang empunya untuk menggenggam erat tangannya.
“Kamu sangat berarti untukku Kenzo, jadi jangan pernah membuatku merasa sendiri,” gumam Levi. Diciumnya tangan yang sedari tadi setia mengelus lembut pipinya. Matanya terpejam dengan bibir menyentuh hangat tangan pasangannya.
“Iya,” balas Kenzo dengan senyum bahagia. Mata Levi terbuka berkat ucapannya. Kepalanya berlahan turun untuk memotong jarak dan mendekat pada sosok yang sangat disayanginya.
“Boleh aku menciummu?” sela Levi setelah jarak wajahnya dengan wajah Kenzo hanya bersisa beberapa centi. Senyum dan anggukan menjadi jawaban Kenzo.
Bibir itu selalu lembut ketika bersatu dengan milik Kenzo. Bibir yang dimiliki oleh orang yang beberapa bulan bersamanya terasa selalu menenangkan. Bibir itu selalu menawarkan rasa nyaman dan bahagia. Bahagia yang sangat sederhana bagi Kenzo. Bahagia yang tak pernah terencanakan dengan matang namun hanya dengan perasaan saling menerima dan percaya. Bahagia yang membuatnya percaya bahwa hari esok akan lebih indah karena sosoknya selalu ada untuknya.
Aroma mint selalu menjadi wangi yang digilai oleh Levi. Dia tidak tahu bagaimana cara Kenzo menjaga wanginya bahkan setelah wajah dan bibirnya terluka dengan pukulan. Bibir itu selalu memabukan dan menjadi candu kebaikan untuknya. Bibir yang selalu bersedia dia ajak bermain untuk mencipatak rasa menyejukan di hati maupun wajahnya. Lidahnya tak kalah lembutnya, dia sangat setia bermain dengan milik Levi kapanpun Levi memintanya. Semuanya terasa sangat menyenangkan untuk dilalui bahkan dalam kondisi sakit.
“Eungh...” gumam Kenzo berusaha melepas ciumannya kerana pasokan oksigennya menipis.
“Kenapa melepasnya?” protes Levi tak terima.
“Kau mau membunuhku? Aku butuh udara untuk bernafas,” jawab Kenzo yang langsung dihadiahi acakan di rambutnya.
“Ish... kamu selalu melakukannya,” protes Kenzo dengan kelakuan Levi yang hobi mengacak rambutnya.
“Kamu lucu sep...............”
“Seperti anak kucing? Lagian anak kucing mana sih yang mirip denganku?” sela Kenzo kesal yang justru makin membuat Levi gemas.
“Aku capek, aku mau tidur,” sela
Kenzo.
“Tidak melanjutkan yang tadi,?”
“Lanjutkan saja dengan bantal,!” ujar Kenzo langsung bangkit dan tak lupa menempelkan bantal di wajah Levi.
“Hey, tunggu aku,!”
@lulu_75
@melkikusuma1
@junaedhi
@sogotariuz
@liezfujoshi
@hendra_bastian
@kikyo
Cinta yang dia buat bersama Kenzo dia yakini akan merubah segalanya. Dia tahu Kenzo bukan sosok sempurna. Dia tahu Kenzo tak selalu bahagia dengan keluarga. Dia tahu Kenzo tak bisa memberi segalanya yang ia damba. Hubungan yang dia jalani selalu ia nikmati. Kenzo kini menjadi hal terakhir yang akan dia perjuangkan, egois memang, tapi untuk membuat hidup bahagia kadang egois adalah jawaban terakhirnya.
“Kamu mau kemana?” tanya Kenzo terpaksa menghentikan acara sarapan paginya.
“Aku akan menghubungi polisi untuk mengusut kasus perampokan semalam,” jawab Levi.
“Aku rasa itu tidak perlu, semuanya baik-baik saja”
“Apanya yang baik? Bahkan wajahmu saja masih lebam sampai sekarang,”
“Aku lelaki ingat itu Tuan Levi,!”
“Tap.....”
“Tidak ada tapi, semua baik-baik saja jadi kamu tidak usah khawatir. Semua barang yang ada di rumah ini aman dan aku juga baik-baik saja, lebam ini pasti akan hilang dalam beberapa hari kedepan,” Tolak Kenzo dengan alasan logisnya.
“Yasudah kalau itu maumu,” jawab Levi tak mau memperpanjang masalah.
“Sekarang habiskan sarapanmu,!”
“Oke,” gumam Levi yang langsung mendapat senyuman lega dari Kenzo.
“Semua ini akan lebih baik jika sedikit saja orang yang terlibat,” gumam Kenzo dalam hati.
Kenzo tahu kadang dirinya terkesan sangat egois pada Levi. Dia selalu mengatasnamakan ‘itu yang lebih baik untuk kita’ sebagai alasan terkuat. Dia tidak ingin membuat Levi terlalu jauh masuk dalam suasana yang selalu membuatnya rasah ketika sosok itu datang. Dia ingin Levi hanya ada di dunia bahagianya bukan dunia ketakutan dan mencekamnya.
“Lev,?” sela Kenzo di tengah acara sarapannya.
“Hm?” gumam Levi dengan mulut yang masih mengunyah makanan.
“Apakah ada perkembangan dari kasus pembunuhan teman satu kelasku itu?” ujar Kenzo mulai ingin memastikan bahwa ucapan ‘perampok’ itu benar.
“Kenapa kamu tiba-tiba menanyakannya?” tanya Levi heran. Kenzo adalah sosok yang cuek dan tidak terlalu tertarik dengan urusan orang lain, itulah penilaian Levi selama dia mengenalnya.
“Aku hanya penasaran,” jawab Kenzo enteng.
“Oh,”
“Bagaimana perkembangan kasusnya? Kenapa polisi belum juga melakukan olah TKP?” lanjut Kenzo mengembalikan topik.
“Bagaimana kamu tahu kalau polisi belum melakukannya?” tanya Levi penasaran.
“Karena belum ada pemberitaan tentang oleh TKP,” jawab Kenzo masih terlihat cuek karena perhatiannya masih tertuju pada piring dan makanannya.
“Iya juga,” ujar Levi paham.
“Polisi mengatakan jika kasus pembunuhan ini cukup rumit,”
“Apakah kematian anjing penjaga kampus juga menjadi perhatian mereka?”
“Iya, belakangan diketahui jika anjing kampus mati bukan karena perkelahian sesamanya, tapi karena pembunuhan,”
“Bagiamana bisa?”
“Entahlah, yang jelas pembunuh ini terlihat sangat ahli, dia merekayasa semuanya dengan sangat rapi,”
“Jadi pembunuh anjing penjaga kampus dan juga pembunuh temanku itu satu orang yang sama?”
“Entahlah, tapi polisi meragukan itu. Mereka mengatakan jika kemungkinan ada dua orang berbeda dalam kasus ini, polisi masih menylidikinya lebih lanjut,”
“Apakah mereka bersekongkol?”
“Aku tidak tahu, polisi juga belum memberikan keterangan tentang itu,”
“Oh,”
“Tunggu,! kamu tahu darimana jika kematian anjing penjaga kampus sekarang juga menjadi perhatian polisi? Dan semua hal tentang kasus ini?” tanya Levi heran. Pertanyaan Levi sukses membuat Kenzo cukup kaget serta merutuki kebodohannya yang mudah sekali keceplosan.
“Em... itu...ah itu aku tahu dari Rey,” kilah Kenzo.
“Rey?”
“Iya, teman baikku di kampus,”
“Bagaimana Rey tahu tentang ini?”
“Salah satu polisi yang menangani kasus ini adalah kakak Rey, jadi dia tahu dari kakaknya,”
“Oh, begitu?”
“Iya,”
“Tapi,?”
“Tapi kenapa?”
“Tapi kenapa kamu terlihat sangat antusias terhadap kasus ini? padahal setahuku kamu adalah orang yang paling tidak peduli dengan urusan orang lain,”
“Wanita itu adalah teman sekelasku, jadi wajar jika aku akhirnya penasaran karena hampir tiap hari aku mendengar perkembangan kasusnya dari teman kelasku,”
“Iya juga ya,”
“Aku selesai,” sela Kenzo.
“Kamu akan pergi ke kampus sekarang?” tanya Levi.
“Dua jam lagi aku akan berangkat,”
“Kalau begitu aku pergi dulu, jaga diri baik-baik oke?”
“Ya,”
“Aku pergi,” pamit Levi langsung menghampiri Kenzo dan mencium keningnya.
“Save drive,!” balas Kenzo dengan wejangan wajibnya.
“Of course,” jawab Levi mantap sambil berlalu meninggalkan Kenzo seorang diri di rumah.
“Saatnya bersih-bersih,” gumam Kenzo berusaha membangun semangat untuk membereskan meja makan
Up