It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
_
“Pagi yang indah Kenzo?” suara sosok yang berhasil membuat wajahnya lebam sampai sekarang. Sosok yang kini kembali berada di dekatnya sesaat ketika Kenzo memasuki kembali kamarnya untuk menikmati waktu luangnya sebelum berangkat ke kampus.
“Tentu,” jawab Kenzo ketus.
“Sekarang apa lagi? Mau menghajarku lagi? Tidak bosan? Lukaku saja belum hilang karena kelakuanmu semalam,” sela Kenzo yang harus menahan emosi mengingat kejadian semalam.
“Aku tidak akan menghajarmu tanpa alasan,” jawabnya tak melepas pandangan matanya dengan Kenzo.
“Lalu apa alasanmu memukulku semalam huh?”
“Kamu tahu alasan pastinya Kenzo,”
“Terserah, sekarang katakan apa maumu?”
“Aku hanya ingin mengunjungimu Kenzo,”
“Tidak perlu berpidato tak penting, sekarang katakan apa maumu?”
“Oke, kamu memang sedikit punya kemajuan pengetahuan tentang sifatku setelah berpuluh tahun hidup denganku,”
“Sekarang cepat katakan,! Aku tidak punya banyak waktu”
“Bukannya kamu masih punya dua jam waktu luang?”
“Waktu luangku hanya untuk orang yang berguna untukku, bukan untukmu,”
“Terserah apa katamu,” ujarnya tampak tak ingin memperpanjang masalah.
“Aku datang hanya untuk mengatakan jika sebaiknnya kamu lebih berhati-hati di depan banyak orang,” selanya.
“Apa urusanmu tiba-tiba memberi saran begitu bijak untukku?”
“Aku punya firasat buruk untukmu,”
“Kamu yang selalu menciptakan firasatmu itu sendiri,”
“Kali ini dengarkan aku,!”
“Oke, firasat macam apa yang kamu rasakan untukku?”
“Dia semakin dekat,”
“Dia? dia siapa?"
"Dia akan berurusan sangat panjang dengan kita,”
“Maksudmu?”
“ Misi lama,” jawabnya membuat Kenzo hanya bisa mengerutkan kening.
“Bisa kamu perjelas ucapanmu,!”
“Kamu sebaiknya hati-hati. Belakangan ini kamu selalu menolak kehadiranku, dan itu justru membahayakanmu,”
“Mulai lagi,” gumam Kenzo malas.
“Aku serius Kenzo,”
“Aku juga serius, dan aku tidak pernah berbicara ngawur denganmu, aku lelah dengan sifat protektive-mu, biarkan aku bebas”
“Maaf tapi itu hal mustahil,”
“Terserah, aku harus pergi ke kampus,” kesal Kenzo sambil berlalu tanpa kesan baik seperti biasanya.
“Sejauh apapun kamu pergi, aku akan berada disana, hidupmu harus bahagia,!” gumamnya sebagai pengantar kepergian Kenzo.
“Kamu sebaiknya hati-hati. Belakangan ini kamu selalu menolak kehadiranku, dan itu justru membahayakanmu,” ucapan itu terus terngiang di benak Kenzo sepanjang perjalanannya.
Kenzo membenci sosok itu, namun Kenzo juga tak akan bisa lepas darinya. Dia datang dalam hidup Kenzo karena Kenzo sendiri yang memintanya. Dia tidak pernah menyesali hal itu, namun Kenzo juga sudah bosan dan jenuh dengan semua arti kejadian yang selalu sosok itu tanamkan. Kenzo ingin menikmati sisa waktunya untuk hal lain yang mungkin lebih menguntungkannya.
Dia ingin mencari bahagia dengan jalan yang lain selain jalan yang selalu sosok itu tawarkan. Kenzo tak tahu bagaimana jalan itu, yang jelas komitmennya untuk berani menyebrang dari ‘garis normal’ adalah langkah yang cukup besar untukknya.
Sebelum Kenzo bertemu dengan lelaki bernama Levi, dia selalu menghiasi harinya dengan sosok berambut panjang nan menggoda kaum adam. Kenzo bukan seorang bejat yang mengecewakan kaum yang selalu dibilang lemah itu, dia hanya tak mau berkomitmen, dia hanya ingin bahagia saat itu juga.
Bahagia yang selalu Kenzo dapat dari malam temaram berhias nafsu. Tidak ada yang salah dengan itu, Kenzo tak pernah menjanjikan hal manis pada mereka, Kenzo hanya meminta mereka yang bersedia dan dia suka.
Kebahagiaan yang dulu terasa sangat menyenangkan dan tak akan bisa dia mendapatkan hal lebih dari itu, namun semua itu kini hilang karena hadirnya sosok lelaki nekat bernama Levi.
“Hallo, Rey?” sapa Kenzo melalui sambungan telepon.
“Hm?” gumaman Rey yang menjadi jawaban.
“Kamu sekarang ada di mana?”
“Di Apartemen,” jawab Rey.
“Ada angin apa kamu telfon hm?” sela Rey.
“Aku akan ke apartemenmu,!” jawab Kenzo yang sebenarnya tak menjawab pertanyaan Rey.
“Hey, ad........ sial kenapa di putus, dasar orang aneh,” gumam Rey yang mendapat perlakuan tidak sopan Kenzo karena menutup telfon tanpa pamit.
“Sebaiknya aku tidur lagi,.... waktu memang terlalu berharga untuk terbuang sia-sia,” monolog Rey tak mau ambil pusing kelakuan Kenzo, namun
TEEEET....... TEEET.....
“Shit siapa lagi penggangguku hari ini,!” kesal Rey belum bisa melanjutkan tidur tertundanya tadi.
Dengan berat hati dan terpaksa Rey harus membuka pintu apartemen untuk pengunjung yang menurutnya menganggu.
“Woow,!” heran Rey.
“Kenapa,” tanya sang tamu.
“Bagimana bisa sampai apartemen secepat ini?”
“Aku menelfonmu di tempat parkir,” jawab Kenzo, sang tamu.
“Kamu tidak mempersilakan tamumu untuk masuk?” sela Kenzo merasa pegal berdiri di depan pintu.
“Kamu tamu tidak penting, untuk apa menyambutmu dengan sopan,” ujar Rey yang lengsung meninggalkan Kenzo dan menuju dapur.
“Kenapa apartemenmu selalu terlihat kumuh huh?” sela Kenzo setelah matanya menelusuri tiap sudut apartemen yang sudah lumayan lama tidak dia kunjungi.
“Hey,! Bisa tidak menghormati milik orang lain?” geram Rey tak terima dengan pernyataan Kenzo.
“Kamu bukan orang penting, untuk apa memberi perkataan bijak dan membanggakan,” balas Kenzo yang sedikit membalikan kata-kata Rey tadi.
“Satu lagi, jika aku menyanjungmu dengan berkata bahwa apartemenmu bagus dan rapi itu artinya aku menjadi pembohong,” sambung Kenzo sebelum Rey bisa menangkis ucapannya.
“Kamu memang yang terbaik untuk urusan debat,” ujar Rey yang kini menyibukan diri di dapur untuk mengambil air minum.
“Tangkap,!” sentak Rey melempar minuman keleng yang dia temukan di dalam kulkasnya.
“Thank,” balas Kenzo sukses menangkap minuman dingin pemberian Rey.
“Kenapa wajahmu?” tanya Rey heran melihat wajah Kenzo penuh dengan lebam.
“Prestasi anak lelaki,” jawab Kenzo enteng.
“Aku serius,”
“Aku juga serius, semalam maling bertamu ke rumahku, tidak mau rugi, aku melawan,”
“Berapa orang?”
“Satu,”
“Satu? Dan kamu babak belur seperti ini? dasar lemah,” Cibir Rey.
“Dia lebih kuat Rey,” bela Kenzo.
“Dan kamu lebih lemah,” bals Rey.
“Terserah,” ujar Kenzo frustasi. Dalam hati Kenzo terpaksa membenarkan ucapan Rey. Ya, mungkin dia lebih lemah.
“Ada apa?” tanya Rey ketika mendudukan diri di sofa tepat disamping Kenzo.
“Apanya?” tanya Kenzo bingung Rey tiba-tiba mengganti topik.
“Ada apa kamu datang kesini?”
“Oh itu,”
“Jawab Ken,!”
“Hanya Bosan dengan rutinitas,” jawab Kenzo enteng.
“Bahkan kita belum memulai rutinitas?”
“Apa bedanya jika satu jam lagi kita akan kembali ke kelas, itu sama saja dengan rutinitas,”
“Benar juga,” ujar Rey tidak punya pernyataan untuk menangkal Kenzo.
“Berencana untuk skipping class?” sela Rey.
“Bukan ide buruk,”
“Kemana?” tanya Rey.
“Pub?”
“No,”
“Why,?”
“Aku menghabiskan malam tadi disana, aku bosan jika harus kembali ke tempat itu lagi,”
“Benarkah? Aku kira yang ada di otakmu hanya wanita dan dugem,” cibir Kenzo yang sukses membuat lawan bicara menatapnya tak senang.
“Kenapa? Benarkan yang aku katakan?” sela Kenzo merasa mendapat tatapan tak enak.
“Setidaknya jangan terlalu terus terang di hadapan orangnya,” ujar Rey yang berhasil menciptakan sedikit sungingan senyum di wajah Kenzo.
“Menuntut permintaan maaf dariku?” tanya Kenzo bercanda.
“Boleh juga, lakukan!”
“Maaf,” ujar Kenzo dengan ekspresi datar dengan perhatian penuh tertuju pada kaleng minuman yang kini tengah dia tenggak.
“Ucapan maaf macam apa itu?” cibir Rey merasa kelakuan Kenzo sama sekali tidak sesuai yang dia harapkan.
“Lalu aku harus bagaimana huh? Berlutut sambil membawa bunga di hadapanmu, iya?”
“Lupakan, kita seperti orang bodoh mendebatkan hal yang tidak penting,”
“Baru sadar?”
“Sialan kau,!” seru Rey sambil menimpuk Kenzo dengan bantal sofa.
“Sekarang kembali ke topik, kita akan pergi kemana untuk menghabiskan waktu membosankan ini?"sambung Rey mengembalikan pada topik awal pembicaraan.
“Ada referensi lain?” tanya Rey meresa belum punya rencana.
“Em... kemana ya??” gumam Rey dengan tampang berfikirnya.
Suasana menjadi cukup hening karena proses berpikir Kenzo dan Rey. Rey yang memang tipe orang yang tak suka dengan kegiatan kuliah tentu berpikir keras karena hal ini sangat jarang, bukan perkara dia tidak bisa membolos kuliah, namun membolos dengan orang yang dekat dengannya cukup sulit dia laksanakan. Kesempatan itu datang tentu tidak akan Rey sia-siakan. Kenzo merupakan sahabat terbaiknya, walau mereka baru bertemu dua tahun yang lalu. Pertama kali Rey bertemu dengan Kenzo, entah mengapa dia merasa ada hal yang menariknya untuk tetap bersama dengan orang itu. Perasaan yang sampai sekarang belum tahu apa itu.
Rey yang tengah melamun dengan pikirannya tentang Kenzo, tidak dia sadari kini matanya tengah menatap tajam wajah Kenzo dari samping.
Matanya kini seolah terpaku di lekukan setiap garis wajah Kenzo. Rambut, kening, alis, kedipan kelopak mata, hidung, hingga bibir dan dagu, mereka tercetak begitu indah di wajah Kenzo, itulah yang dipikirkan Rey.
“Menatapku dalam jangka waktu lama bisa membuatmu jatuh cinta denganku Rey,” sela Kenzo yang menyadari tatapan intens Rey padanya.
“Percaya diri sekali kamu,” elak Rey berusaha menutupi keterkejutannya karena kelakuannya ketahuan oleh Kenzo.
“Aku masih normal,” sambung Rey.
“Benarkah?” tanya Kenzo dengan nada meremehkan.
“Jaga nada bicaramu,!”
“Menuntut permintaan maafku lagi?”
“Tidak perlu,” tolak Rey cepat tak mau kejadian tadi terulang.
“Em... tunggu disini, aku ganti baju dulu,” sela Rey.
“Mau kemana kamu?”
“Masih berencana membolos kuliah atau tidak?” ujar Rey sambil berlalu.
“Kita mau kemana?!” teriak Kenzo heran karena Rey pergi begitu saja.
“Tempat yang ingin aku kunjungi,”
“Kemana?”
“Nanti kamu juga tahu,”
“Issh...” gumam Kenzo pasrah tak mendapat jawaban.
“Rey,!” teriak Kenzo.
“Ya,!” balas Rey tak kalah keras dengan teriakan Kenzo.
“Aku pakai kamar mandinya ya,?”
“Sejak kapan kamu meminta ijin untuk melakukan hal yang kamu mau?”
“Sejak aku sadar kalau mungkin saja kamu punya penyakit menular,” canda Kenzo yang sebenarnya sudah berada di dalam kamar mandi.
“Jaga ucapanmu Kenzo,!” teriak kesal Rey yang kini cukup terdengar mengecil karena jaraknya dengan Kenzo cukup jauh.
“Lain kali aku akan melakukannya,” balas Kenzo sambil memulai untuk mebasuh wajah agar lebih segar.
"Ingin pergi kencan dengan Rey??"
"Dia lagi....?"
@lulu_75
@melkikusuma1
@junaedhi
@sogotariuz
@liezfujoshi
@hendra_bastian
@kikyo
....kwkkwkwwk
Tanpa banyak cingcong lanjut nyoook
“Ingin pergi kencan dengan Rey?” tanya sosok yang kembali lagi membuat geram Kenzo.
"Dia lagi..." dengus Kenzo dalam hati.
“Bukan urusanmu,” jawab Kenzo malas dengan hanya menatap cermin depan westafel.
“Sepertinya sahabatmu memiliki perasaan padamu?” selanya lagi.
“Aku bilang itu bukan urusanmu,”
“Kamu sungguh menjijikan Ken, bahkan untuk berselingkuh saja kamu lebih memilih lelaki di banding memandang dada besar wanita,”
“Jangan pancing emosiku,”
“Semakin hari kamu semakin lamah Kenzo, aku khawatir jika dia yang akan datang lagi di kehidupan kita akan sulit untuk aku singkirkan dengan waktu yang capat,”
“Ucapan dan tindakanmu selalu berlebihan,” cibir Kenzo muak dengan semua ucapannya.
“Sedangkan sifat dan sikapmu sekarang melemahkanku,” balasnya dengan tatapan tak suka.
“Aku tidak pernah menyuruhmu untuk terus bersamaku,”
“Tapi kamu selalu membutuhkanku” ucapnya lagi.
“Kumohon pergilah,!” desah Kenzo berusaha menahan emosi.
“Dan membiarkanmu bersenang-senang dengan selingkuhanmu?” balasnya tak membiarkan Kenzo tenang.
“Dia temanku, sahabatku,” ujar Kenzo masih menahan emosi.
“Sejak kapan kamu memiliki teman?” tanyanya dengan nada penuh cibiran.
“Sejak aku tahu aku membutuhkannya,”
“Kamu bahkan hanya perlu aku, kamu akan bahagia Kenzo,”
“Kumohon pergilah,!” pinta Kenzo dengan emosi yang benar-benar tak bisa dia kendalikan lagi.
“Teruslah marah,! Itu yang aku butuhkan. Kekuatanmu,!”
“Pergi,!”
“Teruslah marah,!”
“Pergi!!!!!”
PPRANK
“Kenzo,?”
“Rey?”
“Apa yang terjadi? Kamu...........?”
“Maaf,”
“Apa yang kamu lakukan dengan kaca westafelku!!?” teriak Rey melihat kaca westafelnya hancur berantakan.
“Apa yang.................Astaga tanganmu?” keget Rey yang melihat tangan Kenzo penuh dengan darah.
“Aku memecahkannya dengan ini,” ujar Kenzo polos sambil menunjukan tangannya yang berdarah.
“Kamu sudah gila ya?” geram Rey kesal.
“Ada cicak di kaca westafelmu, kamu tahu sendiri aku benci binatang itu,”
“Dasar bodoh, kenapa tidak mungusirnya saja?” ujar Rey yang kini panik.
“Apa yang kamu lakukan?” tanya Kenzo heran melihat Rey melepas kaos singletnya.
“Darahnya harus segara dihentikan,” jawab Rey sambil membalut luka Kenzo dengan kaosnya.
“Tapi tidak harus dengan kaosmu juga Rey,”
“Berisik, ayo sekarang kita ke rumah sakit,!” seret Rey pada Kenzo yang kaget dengan perlakuan Rey.
“Aku bisa mengobatinya sendiri,”
“Jangan banyak protes,! Ikut saja,” sentak Rey yang tak berhenti menyeret Kenzo hingga parkiran.
“Masuk,!” perintah Rey sesaat setelah mereka sampai di parkiran dan berada di depan mobil milik Rey.
“Tampangmu benar-benar menyebalkan Rey,” cibir Kenzo yang hanya bisa patuh dengan perintah Rey walau dengan gumaman kecil.
“Jika mulutmu kembali berbicara seenaknya, aku tidak akan segan-segan melepas kaos kakiku untuk menyumpal mulutmu,!” balas Rey langsung tancap gas menuju rumah sakit.
“Kalau mau berbicara galak, lihat dulu ucapanmu logis atau tidak,”
“Maksudmu?”
“Kakimu hanya menggunakan sandal jepit, bagaimana kamu bisa menyumpal mulutku dengan kaos kaki huh?”
“Sial,”ujar Rey menyadari kebodohannya.
“Aku tidak butuh kaos kakimu untuk diam,”
“Baguslah,”
Kenzo menepati ucapannya untuk tetap diam walau tak ada sesuatu yang menyumpal mulutnya. Perjalanan menuju rumah sakit hanya diisi deru suara mesin mobil. Rey yang melihat Kenzo hanya diam kini justru menyesal tadi menyuruhnya diam, dia khawatir jika Kenzo jutru kini tengah menahan sakit yang seharusnya bisa dia bagi dengannya.
“Kamu tidak apa-apa kan Ken?” tanya Rey memecah keheningan. Pandangan matanya langsung tertuju pada tangan kanan Kenzo yang masih dibalut dengan kaosnya.
“Aku sekarang boleh berbicara?” tanya Kenzo bodoh.
“Tentu,”
“Aku baik-baik saja,” jawab Kenzo dengan senyum kecilnya.
“Lukamu? Masih sakit?” tanya Rey khawatir.
“Sedikit,” jawab Kenzo dengan sedikit ringisan menahan sakit.
“Sebentar lagi kita sampai rumah sakit, kamu tenang saja,” ujar Rey menepuk pundak Kenzo memberi ketenangan.
“Thanks man” jawab Kenzo membalas tepukan pundak Rey.
“Itu kewajibanku sebagai sahabat,” balas Rey membuat Kenzo makin nyaman dan yakin bahwa memiliki Rey sebagai orang pentingnya adalah keputusan yang benar.
Perjalanan menuju rumah sakit memang hanya tinggal di tempuh sekitar lima belas menit setelah ucapan Rey tadi. Rey yang panik sampai tak menyadari bahwa dia sekarang tengah bertelanjang dada karena kaos yang dipakainya tadi digunakan untuk membalut luka di tangan Kenzo. Rasa panik Rey memang sekilas terlihat berlebihan, namun baginya melihat keadaan Kenzo dengan luka dan darah membuatnya tidak bisa berfikir jernih.
Rey sendiri tidak mengerti apa yang tarjadi pada dirinya, sejak pertama kali bertemu dengan Kenzo, dia merasa bahwa sosok Kenzo adalah sosok yang membutuhkannya, walau selama dua tahun perkenalan, nyatanya Kenzo yang lebih sering membantunya. Kenzo adalah orang yang bisa diandalkannya dalam banyak hal namun Rey merasa suatu saat Kenzo lebih membutuhkan bantuannya.
“Kamu tidak berniat untuk kembali ke apartemenmu sebelum kita pergi?” sela Kenzo selesai memeriksa dan mendapat perawatan pada lukanya. Kenzo melihat Rey yang sekarang bertelanjang dada dan dengan percaya diri berdiri tak tahu malu di rumah sakit.
“Tidak perlu, seharusnya aku yang bertanya, masih ada sepuluh menit sebelum kuliah di mulai, kamu tidak ingin merubah keputusan untuk membolos?” tanya Rey yang tidak tahu kenapa mendadak sok bijak.
“Aku yang terluka tapi kurasa justru ada sesuatu yang bergeser di otakmu?” cibir Kenzo menanggapi perkataan bijak Rey.
“Kamu benar-benar menginginkan kaos kakiku bersarang di mulutmu ya?” balas Rey kesal dengan tanggapan Kenzo yang terkesan meremehkan.
“Berisik,! Ayo pergi,!” ujar Kenzo tidak mau memperpanjang perdebatan tidak pentingnya. Kakinya langsung ia langkahkan untuk meninggalkan pintu ruangan dokter yang tadi memeriksanya.
“Aku yang punya ide untuk menentukan tempatnya, kenapa kau yang berjalan mendahuluiku?” sela Rey langsung mengejar Kenzo dan berjalan mendahului temannya itu.
Gelengan kepala dan senyum masam menjadi tanggapan Kenzo atas tindakan kekanakan Rey.
Sesekali Rey melirik apa yang tengah dilakukan Kenzo, dia juga memilih untuk diam dan berkonsentrasi dengan kemudinya. Mungkin lebih baik diam, karena jika dia membuka mulut maka akan terjadi pertengkaran tidak penting lagi, pikir Rey.
“Ken?” panggil Rey melihat temannya tengah melamun.
“Hm?” gumam Kenzo sebagai jawaban.
“Turun,!” titah Rey.
“Kita sudah sampai? Rumah siapa ini?” tanya Kenzo bingung dan setelah beberapa saat dia memandang sekeliling dia baru sadar bahwa Rey membawanya ke sebuah rumah mewah bergaya modern eropa.
“Rumahku, sekarang turun,!” jawab Rey.
Kenzo menuruti perintah Rey, matanya tak henti menyusuri setiap sudur rumah mewah itu. Selama dua tahun dia mengenal Rey, tidak pernah sekalipun Rey mengajaknya ke tempat ini, yang dia tahu tempat tinggal Rey adalah apartemen yang tadi dia kunjungi.
“Sudah selesai meneliti setiap sudut rumah ini?” sela Rey yang sedaritadi memperhatikan tingkah Kenzo yang sepertinya tengah menatapi setiap sudut rumah.
“Ternyata kamu orang kaya,?” balas Kenzo.
“Baru tahu?” ayo masuk,!” ujar Rey dengan nada enggan untuk membahas pertanyaan Kenzo.
“Den Rey,?” sapa seorang wanita paruh baya yang tak lain adalah salah satu pelayan di rumah mewah milik Rey.
“Iya, bi...” balas Rey tak lupa memberi sedikit senyuman untuk pekerjanya.
“Den Rey mencari Tuan dan Nyonya?” tanya wanita itu, Rey langsung masuk ke dalam rumahnya dan diikuti oleh Kenzo.
“Tidak, aku hanya ingin datang ke rumah ini saja,” jawab Rey terus berjalan menuju kolam renang.
“Oh,” gumam wanita itu paham.
“Ada yang bisa saya bantu Den?” tanya wanita itu lagi.
“Buatkan kami minuman,” ujar Rey.
“Baik Den, tunggu sebentar,” balas wanita itu langsung berajak untuk melaksanaka tugasnya.
“Hm,” gumam Rey mengiyakan.
“Mau apa kamu?” kini Kenzo yang bersuara karena heran melihat Rey yang tiba-tiba membuka celana Jeansnya.
“Aku mau berenang, sudah lama aku tidak berenang,” jawabnya langsung berlari menuju ke kolam renang dan menyeburkan dirinya langsung di kolam yang cukup besar itu.
“Mau bergabung?” tanya Rey setelah kembali muncul ke permukaan kolam.
“Kamu tidak lihat bagaimana tanganku?” balas Kenzo menunjukan tangannya yang masih di perban.
“Makanya jangan ceroboh,” ujar Rey kembali dengan aktifitas renangnya sedangkan Kenzo memilih untuk duduk di tepian kolam dengan kakinya dia biarkan masuk ke dalam kolam.
“Huuuh... rasanya menyenangkan juga,” ujar Rey setelah beberapa kali melakukan putaran di kolam renang.
“Bagaimana lukamu?” sambungnya dan mendekat ke posisi duduk Kenzo.
“Lumayan,” jawab Kenzo singkat.
“Maaf Den, ini minumannya,” sela pelayan wanita yang kini datang dengan dua minuman di nampan dan beberapa makanan cemilan.
“Taruh saja disini,” jawab Rey menunjuk tempat kosong di sebelah kiri Kenzo duduk.
“Silakan,” balas Pelayan itu dan langsung berlalu setelah meletakan nampan bawaannya.
“Memang apa yang sebenarnya mengganggu pikiranmu huh?” sela Rey.
“Maksudmu?”
“Aku sudah mengenalmu lama Ken, aku tahu ada sesuatu yang sedang kamu pikirkan, dan aku yakin itu bukan hal yang kecil karena sampai membuatmu tidak memiliki mood untuk pergi kuliah,”
“Seberapa jauh kamu mengenalku?”
“Entahlah, yang jelas aku cukup tahu dan paham setiap sikap dan tingkahmu,”
“Benarkah?”
“Mungkin,” jawab Rey mengangkat bahunya.
“Apa yang sedang kamu pikirkan?” sambunya mengembalikan topik pertanyaannya.
“Aku juga tidak tahu,” jawab Kenzo dengan tatapan tak ambil pusingnya.
“Ck percuma bertanya masalah pribadi denganmu,” ujar Rey frustasi dan lebih memilih untuk melanjutkan kegiatan renangnya.
“Rey,?” panggil Kenzo saat Rey baru kembali mendekatinya dan menyesap minuman yang tadi dia pesan pada pelayannya.
“Hm?” gumam Rey kini memutuskan untuk menyudahi sejenak kegiatan renangnya dan duduk di dekat Kenzo.
“Kamu masih ingat kapan pertama kali kita bertemu?” tanya Kenzo.
“Em... sepertinya dua tahun lalu, tepat ketika aku hampir frustasi dan ingin menghentikan kuliahku gara-gara mati kebosanan dengan kegiatan kuliah,” jawab Rey sambil mengingat pertemuan pertamanya dengan Kenzo.
“Itu waktu yang lama?”
“Lumayan,”
“Kapan kita harus megakhiri pertemuan kita?”
“Maksudmu?” tanya Rey bingung dengan pertanyaan Kenzo yang menurutnya aneh.
“Menurutmu kapan kita akan berhenti saling bertemu?”
“Mungkin sampai salah satu diantara kita mati,” jawab Rey enteng.
“Lalu, siapa yang akan mati terlebih dahulu? Aku atau kamu?”
“Pertanyaan macam apa itu?” ujar Rey kini cukup tidak nyaman dengan arah pembicaraan Kenzo.
“Jawab saja,! Siapa yang akan mati terlebih dahulu?”
“Sebenarnya ada apa denganmu? Kenapa kamu mengajukan pertanyaan aneh seperti itu huh?”
“Bagaimana kalau aku yang menjawabnya?” sela Kenzo seperti tak tahu dengan tatapan tak suka dari Rey terhadap perkataannya.
“Kamu benar-benar membuat moodku buruk Ken,” ujar Rey langsung meninggalkan Kenzo yang masih terdiam di posisinya. Rey benar-benar bingung dengan sikap Kenzo yang tiba-tiba berubah menjadi sedingin itu.
“Dia benar-benar sudah gila,” gumam Rey sambil berlalu karena tak ingin mendengar pembicaraan ngawaur Kenzo.
@lulu_75
@melkikusuma1
@junaedhi
@sogotariuz
@liezfujoshi
@hendra_bastian
@kikyo
Tema cerita menarik . Semangat!!!