It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
note :
setelah ku perhatikan ada yang beda antara ketikan di komputer sama yang di upload di forum ini. di komputer aku masih sampai part 23 sedangkan di sini sudah sampai part 28 saja. ternyata setelah ku perhatikan ketika mengupload satu part ada yg terbuat jadi beberapa part padahal hnya satu part spt part 1,2,3 di komputer aku adalah part 1. jadi aku sesuaikan saja partnya dg yg ada di komputer
***
Jabat tanganku
Mungkin tuk yang terakhir kali
Kita berbincang
Tentang memori di masa itu
Peluk tubuhku
Sapukan juga air mataku
Kita terharu
Seakan tiada bertemu lagi
Bersenang-senanglah
Karena hari ini akan kita banggakan di hari nanti
Bersenang-senanglah
Karena hari ini akan kita banggakan di hari tua
Sampai jumpa kawanku
Semoga kita selalu
Menjadi sebuah kisah klasik
Tuk masa depan
Mungkin diriku
Masih ingin bersama
Mungkin diriku
Masih haus sanjungan kalian
Kisah Klasik by Sheila on 7
Senin pagi yang cukup cerah diselingi beberapa gumpalan awan di langit membuat udara terasa begitu sejuk. Mmm… lumayan menambah semangat untuk kembali memulai aktivitas diawal minngu ini setelah rehat sejenak akhir pekan kemaren. Seperti biasa setelah upacara bendera selama satu jam pelajaran adalah pelajaran kosong karena biasanya kegiatan belajar dimulai pada jam pelajaran ke tiga. Pelajaran pertama digunakan untuk upacara bendera dan jam kedua digunakan oleh kepala sekolah untuk briefing mingguan dengan para mejelis guru. Walaupun selama satu jam itu tidak ada kegiatan belajar mengajar siswa juga tidak dibenarkan berada di luar kelas tapi walau tidak dibenarkan berada di luar kelas masih ada juga siswa yang melanggar dan tetap berkeliaran di luar alasannya cukup masuk akal karena semua guru dan karyawan lagi pada briefing jadi ngak ada yang akan melihat mereka jika berada diluar ada yang jajan di kantin, ada yang ke pustaka, kalaupun ada yang di dalam kelas itu juga alasannya kebanyakan karena membuat PR, tidak terkecuali aku dan Afdal juga berada di luar sekarang. Aku lihat ada yang beda dengan dia sekarang, biasanya kalau lagi malas ke kantin kami hanya duduk di dalam kelas tapi kali ini dia tidak di dalam kelas dan tidak juga pergi ke kantin tapi malah duduk dekat taman di samping labor fisika aku lalu menghampirinya ke sana, karena duduknya menghadap ke timur membelakangi lapangan upacara ia tidak mengetahui kedatanganku.
“aku cari-cari dari tadi rupanya kamu disini!”
Kataku menyapa
Afdal memalingkan wajahnya ke arah aku, aku lihat wajahnya juga tidak ceria seperti biasanya terlihat lemas seperti orang yang banyak masalah. Lalu dia tersenyum kepadaku terlihat juga senyum ala kadarnya.
“lagi ngapain sih disini?”
Kataku lagi
“ngak lagi ngapai-ngapain cuma duduk-duduk saja”
Jawabnya dengan suara yang kurang semangat
“tumben gak seperti biasanya”
Kataku lagi penasaran, karena memang tak biasanya bahkan tak pernah biasanya setelah upacara dia duduk disini.
“lagi kepengen duduk saja disini menikmati pemandangan disekitar sini”
Jawabnya
Aku merasa aneh dengan jawabanya kali ini karena terasa konyol bagiku seperti mengada-ada, aku merasa ada yang tidak beres.
“ngaco ah, setiap hari kamu kan juga telah melihatnya”
Kataku
“kamu lagi ada masalah ya?”
Tanyaku lagi
“ngak, kenapa memangnya kok kamu bertanya begitu?”
Katanya bertanya balik
“tu wajah kamu terlihat kusut dan kalut seperti orang yan banyak masalah ngak ada semangatnya gitu”
“ngak ah perasaan kamu aja kali”
Kali ini ia berdiri sambil menepuk nepuk kecil mukanya dengan gaya sedikit membuat lelucon tapi bagiku tetap tidak dapat menyembunyikan perasaannya. Aku hanya melihat kepura-puraanya itu, sadar dengan tatapanku dia berhenti.
“ada apa?”
Tanyanya
“kenapa?”
Balasku dengan wajah serius
“kenapa apanya?”
“kenapa sih kamu tidak jujur saja kalau memang ada masalah?”
Karena aku yakin pasti ada yang dia sembunyikan, mendapat pertanyaanku seperti ini dia langsung terdiam beberapa saat aku juga diam menunggu jawabannya. Ia memalingkan mukanya dariku lalu duduk menghadap kedepan, sekitar semenit dia masih terdiam. Ia mengambil batu kecil dan melemparnya kedepan beberapa kali aku tetap memperhatikannya.
“aku yakin pasti ada masalah yang kamu sembunyikan kalau itu bukan masalah pribadi dan layak untuk aku ketahui maka ceritalah, walaupun sekiranya aku tidak bisa membantu setidaknya kamu bisa berbagi bebanmu dengan aku”
Kataku lagi memecah keheningan
“benar Ju, aku memang sedang tidak ada masalah”
Jawabnya
“trus kenapa kamu kelihatan murung begitu?”
“aku lagi sedih aja Ju karena …!”
Katanya lagi dengan kata terputus-putus
“karena apa?”
Selaku
“aku akan pindah sekolah Ju”
Kali ini ia menjawab dengan lancar tanpa melihat kearahku
“apaaaaaaaaaa…!”
Kataku terkejut mendengar apa yang dikatakan Afdal barusan
“kamu mau pindah sekolah?”
“…”
Dia hanya menganggukan kepalanya. Sungguh aku tak percaya dengan apa yang aku dengar barusan aku tak menyangka sama sekali. Kami kembali terdiam dalam beberapa lama.
“mengapa kamu harus pindah”
Tanyaku lagi
“papa pindah tugas”
Jawabnya
“kapan pindahnya?”
Tanyaku lagi
“rabu lusa”
“apaaaa…! Rabu lusa”
Kataku kembali terkejut mendengarnya karena tak menyangka secepat itu, ia hanya menjawab dengan menganggukkan kepalanya.
“kok mendadak?”
Tanyaku lagi
“papa juga memberitahunya baru minggu kemaren!”
“tapi kenapa kamu baru memberi tahu aku sekarang?”
“maaf Ju sebenarnya sudah sejak kemaren aku mau memberitahumu, tapi …”
Katanya tanpa melanjutkan
“maafkan aku Ju baru memberitahumu sekarang”
Katanya lagi
“memangnya gak bisa ditunda ya, sampai kenaikan kelas?”
Kembali ia hanya menjawab dengan menggelengkan kepala.
“atau kenapa kamu ngak tinggal dulu sementara sampai kenaikan kelas, kemudian baru kamu nyusul atau papa kamu kan bisa menjemput kamu lagi!”
“ngak bisa Ju”
“kenapa?”
“papa tidak mengizinkannya karena capek harus berurusan bolak balik. Kamu sendiri tahukan aku juga tidak punya keluarga di Solok ini, jadi kata papa sekalian saja diurus kepindahan sekolahku sekarang”
Jawabnya panjang lebar menjelaskan
“memangnya kamu mau pindah kemana”
“jauh Ju”
“Padang, Pekanbaru, Palembang, Medan?”
“jauh”
Jawabnya lagi
“ke Kampung ibumu di Bandung atau kampung papamu di Solo?”
“tidak keduanya”
“trus kemana?”
“Ke Su La We Si“
Katanya terbata-bata
“apaaa … Su La We Si”
Kataku mengulang tak percaya
“ya Ju, karena jauh itulah Ju papa tak mau repot bolak-balik”
Katanya lagi
“tapi bagaimana sekolahmu awal bulan depan kita sudah ujian kenaikan kelas?”
“nilai aku sudah clear Ju, kamu ingatkan semingguan kemaren aku selalu sibuk berususan dengan walas, sebenarnya aku juga lagi mengurus nilai aku Ju”
“ooo… syukurlah”
“walaupun begitu aku tetap harus ikut belajar agar aku tidak ketinggalan”
Jawabnya
Kami segera mengakhiri obrolan kami karena bel tanda jam pelajaran pertama di mulai sudah berbunyi.
***
Sejak mendengar kabar bahwa Afdal akan pindah sekolah kemaren aku jadi kepikiran terus, entah kenapa sampai sekarang ini aku masih seperti tak percaya mendengarnya. Hari ini adalah hari terakhir dia sekolah di sini karena esok dia akan pindah.
“kok bengong aja Ju, ayo dimakan baksonya, ntar keburu dingin ngak enak lagi”
Kata Afdal ketika kami duduk di kantin jam istirahat, aku hanya membalasnya dengan senyum ala kadarnya
“ngak berselera ya?”
Tanyanya lagi karena aku hanya mengaduk-aduk bakso tersebut.
“iya ni aku juga mau makan masih panas ni”
Kilahku tetap mengaduk bakso sambil memperhatikan dia makan, entah kenapa aku sangat suka sekali memperhatikan dia makan kali ini mungkin karena ini adalah hari terakhir kami makan bersama di kantin sekolah ini.
“kenapa?”
Katanya kembali bertanya
“ngak da papa”
Kataku
“ayo makan jangan bengong aja”
Katanya lagi
Lalu aku mulai memakan bakso tersebut, tapi jujur kali ini selera makanku hampir ngak ada sama sekali. Meskipun bakso merupakan makanan pavoritku namun kali ini terasa asing dilidahku. Untuk pertama kalinya aku makan bakso dikantin ini tidak sampai habis, jangankan sampai habis setengahnya saja tidak habis olehku.
“kok ngak dihabisin, kamu sakit”
Tanyanya heran melihatku tidak berselera makan
Jawabku singkat
“aku sedih karena besok kamu sudah tidak disini lagi”
Kataku lagi
“jangan begitulah Ju kan masih banyak teman yang lain, temanmu bukan aku seorang kan”
Katanya mencoba menghibur padahal aku lihat juga kesedihan di wajahnya
“kamu tahu Ju, seharusnya aku lebih sedih dari pada kamu, kamu hanya berpisah dengan aku sementara aku harus berpisah dengan semuanya, teman-teman sekolah, teman-teman di komplek, kenangan di kota ini, semuanya Ju”
Katanya panjang lebar
Aku terkejut mendengar apa yang dikatakan Afdal barusan. Benar sekali apa yang dikatakannya aku seperti ditampar. Kenapa aku jadi egois begini seharusnya akulah yang harus menghibur dan memberinya semangat tapi malah sebaliknya. Tapi jujur hatiku kali ini memang sangat sedih sekali karena akan berpisah dengannya.
“iya ya maafkan aku karena terlalu egois”
Kataku mencoba tersenyum meskipun terasa seperti dipaksakan
“gitu dong”
Katanya lagi tersenyum memberikan semangat tapi aku tetap melihat dia seperti memaksakan senyum mencoba menghiburku padahal dari wajahnya saja masih terlihat sedih.
“oh ya Ju, boleh ngak nanti malam aku nginap di kos kamu”
Katanya lagi mencoba mengalihkan perbicaraan.
“kamu mau nginap di kos aku?”
Tanyaku heran
“iya aku juga sudah izin ke orangtuaku kok, boleh kan”
“ya boleh lah”
Jawabku, jangankan hanya untuk satu malam sebulanpun pasti aku izinkan
“tapi bukannya kamu harus prepare?”
Kataku lagi
“ya nanti setelah aku prepare, mungkin setelah magrib aku tiba di kos kamu?”
“ok, tapi ada syaratnmya”
Kataku lagi
“apa?”
“kamu harus bawa makanan atau harus menjamin makan malamku”
Kataku lagi bercanda mencoba untuk menyingkirkan perasaan sedih yang ku alami
“Ok bos”
Katanya sambil mengacungkan jari
Terdengar suara bel berbunyi tanda istirahat berakhir, Afdal segera bangkit dari tempat duduknya untuk membayar makanan tapi segera aku cegah karena kali ini aku yang akan membayar karena esok dan seterusnya aku tidak akan bisa lagi mentraktirnya makan.
“eh mau kemana”
Katakuku mencegah
“yah mau bayarlah”
Jawabnya
“ngak kali ini biar aku yang bayar”
Kataku lagi
“biar aku saja”
Katanya lagi
“biar aku, kalau tidak perjanjian tadi batal”
Kataku pura-pura mengancam dan ternyata ancamanku ini cukup ampuh sekali karena Afdal mau tak mau harus menyetujuinya
“ya udah deh”
Katanya pasrah.
***
Hari sudah Jam 6 sore aku baru saja selesai mandi, suasana di kos kelihatan agak sepi, sambil menunggu waktu magrib aku duduk-duduk santai di teras depan kamar Yudi, yang punya kamarpun tidak ada di kamarnya karenan aku lihat kamarnya masih bergembok. Sekitar sepuluh menit menikmati kesendirian kelihatan Yudi pulang masih dengan pakaian seragam prakteknya yang bewarna biru laut.
“ada kelas sore lagi Yud?”
Kataku menyapa ketika ia sampai
“iya ni, tadi ada pratikum sekalian mengurus perlengkapan untuk PL nanti”
Jawabnya
“kamu sudah mau PL, ngambil PL dimana?”
Tanyaku
“Rencana mau ngambil di Padang”
Jawabnya
“sendirian aja Ju?”
Katanya lagi
“mmm…”
Kataku menjawab sambil mengangguk
“yang lain pada kemana?”
Katanya lagi
“tadi sih ada, mungkin pada keluar mau mencari makan barangkali”
“kamu ngak cari makan juga?”
“aku sih tadi sudah masak nasi, tapi belum masak sambal, nanti saja setelah magrib belinya”
Jawabku
“ooo.. kalau begitu barengan saja nanti, aku tadi juga ngak sempat masak”
“ok”
Jawabku
“kalau begitu aku mau mandi dulu ya”
Katanya
Yudi lalu beranjak berdiri membuka kamarnya akupun juga pergi ke kamarku karena sudah hampir masuk waktu magrib.
Sepuluh menit setelah sholat magrib aku beranjak dari kamarku untuk pergi ke kamar Yudi, baru saja aku mau mengunci pintu terdengar suara motor masuk ke perkarangan kos ternyata yang datang adalah Afdal. Ternyata benar sekali ia datang setelah magrib, aku lihat ia membawa tas yang cukup besar di punggungnya. Aku tidak jadi mengunci pintu kamarku tapi kembali masuk ke dalam ketika Afdal sampai di tempatku.
“kamu mau nginap apa mau minggat sih, bawa tas segede itu?”
Kataku ketika kami sampai di dalam kamarku
Afdal tidak menjawab pertanyaanku dia hanya tersenyum lalu aku lihat dia membuka tasnya dan mengeluarkan sesuatu dari dalam tas itu.
“kamu mau camping atau mau ngungsi sih?”
Kataku lagi ketika aku lihat dia mengeluarkan rantang makanan dari dalam tasnya
“kan tadi kamu yang minta”
Katanya cuek
“ye tadi itu aku cma bercanda aja kali”
Kataku sedikit tak enak
“ye jangan kegeeran kali, ini aku bawa bukan karena ingin memenuhi permintaan kamu kali”
“maksud kamu?”
Kataku tak mengerti
“ini aku bawa karena Bunda yang minta aku membawakan ini untukmu”
“Bunda kamu yang nyuruh untuk aku?”
Tanyaku tambah heran
“iya, habis kamu setiap aku bawa ke rumah selalu agak mau ada aja alasannya”
“ooo…”
Kataku
Sungguh aku tak menyangka dengan ini semua, aku jadi merasa tak enak sama ibunya Afdal
“kamu belum makan kan?”
Tanyanya
“….”
Aku Cuma menggelengkan kepala menjawabnya
“kamu sendiri?”
Tanyaku
“aku juga belum, mau makan sekarang atau nanti?”
Tanyanya lagi
“sekarang saja”
Jawabku
Lalu kamipun segera makan tidak lupa juga kami mengajak Yudi makan bersama kala itu. Setelah selesai makan kami berencana keluar jalan-jalan untuk sekedar mencari angin.
Karena tidak ada tujuan mau jalan kemana sebelumnya kami hanya putar-putar saja sekeliling sambil menikmati pemandangan. Setelah capek berkeliling lalu kami mengambil tempat duduk-duduk di tugu air mancur yang terdapat di simpang tiga depan Pasar Raya. Untuk menghilangkan dingin yang mulai terasa kami memesan skotang yang dijual oleh mas-mas di pinggir jalan. Cukup lama juga kami menghabiskan waktu di tugu air mancur tersebut. Setelah jam 10 malam kami akhirnya kembali pulang ke kos.
“besok berangkat jam berapa”
Tanyaku pada Afdal
“Pesawat jam tiga sore”
Jawabnya
“dari sini ke padang berangkat jam berapa?”
Tanyaku lagi
“sekitar jam sebelasan mungkin”
Jawabnya lagi
“tapi besok aku juga akan pergi ke sekolah!”
Katanya lagi
“kamu besok akan ke sekolah juga?”
Tanyaku heran
“iya mau pamit sama teman-teman, tapi aku datangnya siang bukan pagi”
Terangnya
“ooo…”
Kataku
Banyak sekali yang kami bicarakan malam itu sampai tak terasa hari sudah jam setengah satu. Aku sudah mulai mengantuk begitu juga dengan Afdal, baik aku dan dia sudah beberapa kali menguap tapi tetap kami tahan karena aku juga masih ingin menghabiskan waktu sama dia sampai aku benar-benar tidak tahan lagi untuk tidak mengantuk.
“tidur lagi yuk, sudah malam ni! Besok kamu sekolah lagi”
Katanya mengajak aku segera tidur karena aku sudah sangat mengantuk
“ya”
Kataku menjawab dengan setengah mengantuk sambil menganggukkan kepala
” kamu besok juga mau berangkat, butuh istrihat juga”
Kataku lagi
Lalu kami segera tidur karena sudah sangat mengantuk aku sebentar saja sudah mulai terlelap. Namun sebelum benar-benar terlelap aku masih bisa merasakan Afdal tidur memelukku dan mencium keningku, karena sudah sangat mengantuk aku akhirnya terlelap.
Aku tersentak bangun pagi kulihat hari sudah jam enam lewat 15 menit, kulihat juga Afdal masih terlelap tidur diampingku.
“Gawat aku telat bangun bisa-bisa terlambat ni pergi sekolah”
Gumamku dalam hati
Aku segera beranjak ke kamar mandi mengambil wudhu untuk sholat subuh. Setelah selesai dari kamar mandi segera kubangunkan Afdal menyuruhnya sholat subuh, ketika Afdal sholat subuh akupun mandi. Jam tujuh kurang lima aku selesai berpakaian dan siap-siap pergi ke sekolah.
“mau aku antar”
Kata Afdal menawarkan bantuan
“ngak usah, masih sempat”
Jawabku karena memang kalau aku jalan sekarang tidak akan terlambat sampai di sekolah karena sekolahku masuk jam tujuh lewat sepuluh menit.
“lebih baik kamu segera mandi, bau tau”
Kataku lagi masih sempat bercanda
Lalu Afdal segera mandi dan akupun segera pergi ke sekolah. Sampainya disekolah ada perasaan lain yang kurasakan ketika masuk kelas karena untuk pertama kalinya aku tidak melihat Afdal di kelas semenjak kami dekat. Dan untuk pertama kalinya aku kuang semangat menjalani pelajaran pavoritku ini.
“tumben sendirian! Afdalnya mana Ju kok gak masuk?”
Tanya Doni sang ketua kelas ketika melihat aku duduk sendirian.
Kataku tanpa meneruskan kata-kataku aku hanya mengangkat kedua bahuku, jadi Afdal juga belum memberitahu teman-teman bahwa ia akan pindah sekolah hari ini. Aku juga tidak memberitahu alasan kenapa Afdal tidak masuk hari ini kepada Doni karena aku pikir nanti Afdal juga akan datang ke sini biar mereka tahu sendiri dari Afdal.
Sekitar duapuluh menit setelah jam istirahat pertama ditengah jam pelajaran dengan wali kelas sedang berlangsung terdengar suara pintu di ketuk dari luar. Wali kelas menghentikan pelajarannya lalu segera membukakan pintu setelah bicara sebentar dengan orang yang ada diuar kemudian wali kelas menyuruhnya masuk.
“silahkan nak Afdal”
Terdengar suara wali kelas menawarkan orang yang di luar tadi masuk
Ternyata orang yang bicara sama wali kelas tadi adalah Afdal, teman-teman sekelas pada heran melihat kedatangan Afdal yang lain dari biasanya. Selain karena datang terlambat ia juga tidak mengenakan seragam, mungkin hanya aku dan wali kelas saja yang memahaminya. Dan mereka bertambah bingung ketika Afdal mengatakan maksud kedatangannya kali ini yaitu berpamitan karena dia akan pindah sekolah. Mereka semua seperti tak percaya mendengar kabar ini. Setelah mengatakan maksudnya Afdal kemudian bersalaman dengan wali kelas lalu kepada teman-teman. Dengan isyarat bahasa tubuh aku menyuruhnya untuk bersalaman dengan teman-teman yang lain terlebih dahulu. Setelah selesai bersalaman dengan teman-teman semua Afdal kembali menemui wali kelas dan bicara sebentar dengan beliau, terlihat wali kelas mengusap kepala Afdal sambil berkata “baik-baik disana ya nak, semoga lancar saja perjalanannya” . setelah itu lalu Afdal menuju ke tampat duduk aku.
“ikut aku”
Katanya ketika sampai di bangkuku, aku melihat ke wali kelas sebentar wali kelas mengangguk tanda mengizinkan aku ikut keluar sama afdal.
“tasmu dibawa juga”
Katanya lagi
Lalu akupun ikut keluar sama Afdal. Sampai di luar tepatnya di depan gerbang sekolah orang tua Afdal telah menunggu dengan mobilnya.
“tunggu di sini ada yang aku mau kasih sama kamu”
Katanya memerintahkan aku agar menunggu.
Lalu Afdal pergi masuk ke dalam mobilnya selang beberapa saat ia keluar membawa bungkusan di tangannya.
“ni buat kamu”
Katanya sambil memberikan bungkusan itu padaku.
“apa ini”
Kataku sambil menerima bungkusan yang cukup besar itu.
“hadiah ulang tahun untuk kamu”
Katanya lagi
“apa… jadi …maksud kamu….!”
“iya ini untuk hadiah ulang tahunmu, ulang tahunmu bulan ini kan! Maaf aku tidak bisa memberikannya di saat ulang tahunmu makanya aku berikan sekarang”
Katanya panjang lebar menjelaskan
Jadi yang dimaksud temannya yang akan ulang tahun itu aku pantasan waktu itu Afdal menanyakan berapa nomor sepatuku. Aku tak menyangka sama sekali aku hanya terdiam menerimanya.
“maaf hanya ini yang bisa aku berikan untukmu”
Katanya lagi
“kalau kamu memberikan ini untuk hanya sekedar hadiah ulang tahunku ini sudah sangat berlebihan sekali”
Kataku
“tidak ada yang berlebihan untuk seorang sahabat”
Katanya
“kalau aku bisa memberikannya lebih dari ini pasti akan aku berikan”
Katanya lagi
“tapi bagiku ini sudah berlebihan sekali”
Kataku lagi
“oh ya tunggu sebentar ada satu lagi”
Katanya
Kemudian ia mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya.
“kamu suka baca kan, aku rasa kamu suka baca ini”
Katanya sambil memberikan sebuah buku kepadaku, aku ambil buku itu dan aku lihat sampulnya bertuliskan “Dialog dengan Jin Muslim” karangan Muhammad Isa Daud.
“aku pamit dulu ya”
Katanya lagi sambil memelukku, entah apa yang aku rasakan saat ia memelukku aku seperti tak ingin melepaskan pelukannya aku tak ingin dia pergi.
“tunggu”
Kataku setelah ia melepaskan pelukannya
“ada apa?”
Katanya
Aku segera membuka tasku dan mengambil sesuatu dari dalam tas
“ini untukmu”
Kataku sambil memberikan buku “Kisah 1001 Malam” kepadanya
“maaf hanya ini yang bisa aku berikan”
Kataku lagi, Afdal hanya menganggukkan kepalanya dan mengambil buku itu.
“ini satu lagi”
Kataku sambil mencopot jam tangan Seiko dari tanganku.
“terima kasih, tapi sebaiknya ngak usah ini kan jam kesayangan kamu”
Katanya lagi
“tidak kamu harus terima, anggap saja ini pengganti aku, kalau kamu ingat aku lihat saja jam tangan ini”
Kataku dengan perasaan sedih
“baiklah tapi kamu jangan sedih begitu”
Katanya lagi
“ngak aku ngak sedih”
Kataku berpura-pura tetap tegar padahal siapapun yang melihat pasti tahu aku lagi berpura-pura tegar.
“aku pamit dulu ya”
Katanya, aku tidak menjawab kata-katanya tadi karena yang kurasakan sesak di dadaku karena aku berusaha menahan tangis.
“dah sekarang kamu ayo masuk lagi ke kelas”
Katanya lagi berusaha menghibur
“ ngak kamu dulu yang pergi ”
Jawabku sambil menggelengkan kepala
“kamu dulu pergi masuk ke kelas”
Katanya lagi
“ ngak kamu dulu”
Kataku ngak mau kalah
“ya udah, kalau begitu kita barengan kamu pergi ke kelas aku masuk mobil”
Katanya memberikan saran
Aku terpaksa mengikuti sarannya kali ini, lalu aku membalikkan badanku ke arah dalam ia juga membalikkan badannya ke arah luar sekolah. Namun baru aku mau melangkah kakiku terasa berat untuk di bawa melangkah aku seperti tak punya kekuatan aku kembali membalikkan tubuhku ke arah Afdal terlihat dia baru berjalan beberapa langkah.
“Afdal “
Kataku memanggil Afdal dengan suara agak serak, Afdal kembali membalikkan badannya ke arahku aku lalu berlari kearahnya dan segera kupeluk dia erat sekali seperti tak ingin melepaskannya. Kucurahkan semua perasaan yang telah aku tahan sejak tadi. Sambil memeluknya aku sesegukan menangis, tak tahan lagi aku menahan air mata ini untuk tidak menangis aku tidak peduli lagi dengan lingkungan sekitar walau nanti aku di cap sebagai anak manja dan cengeng aku tak peduli.
“kenapa”
Tanyanya
Aku tidak menjawab tapi terus menangis dan semakin erat memeluknya
“kamu jangan menangis”
Katanya sambil mengelus kepalaku
Aku tetap tidak menjawab tapi tetap menangis
“kan sudah aku bilang seharusnya aku yang harus sedih karena aku yang harus
berpisah dengan semuanya”
Katanya lagi menghiburku berusaha tetap tegar.
“kalau aku bisa kuat kenapa kamu tidak, sudahlah jangan cengeng”
Katanya lagi dengan suara yang juga serak, aku rasa ia hanya pura-pura tegar karena aku rasakan di baju bagian pundak kananku juga terasa basah oleh air matanya karena ia juga menangis.
“Dal…”
Kataku masih dengan suara serak karena masih menangis
“ya”
Jawabnya juga dengan suara serak
“jangan lupakan aku ya”
Kataku lagi
“ya, mana mungkin aku melupakanmu”
Katanya
“Dal “
Kataku lagi
“aku sayang sama kamu”
Kataku lagi
“ya, aku juga sayang sama kamu, kamu tahu kan aku ini anak tunggal ngak punya saudara kamu itu sudah aku anggap saudaraku sendiri”
Katanya lagi
“kabari aku secepatnya jika kamu sudah sampai”
Kataku lagi
“ya”
Jawabnya
“janji”
Kataku lagi
“janji”
Katanya sambil menganggukan kepala
“sekarang kamu masuk ya”
Katanya lagi
“baik”
Jawabku sambil menganggukan kepala
Lalu ia melepaskan pelukannya dari aku badanku seperti luluh tak bertenaga saat ia melepaskan pelukannya.
“aku pamit ya”
Katanya lagi
“…”
Lagi-lagi aku menganggukkan kepala
“sekarang kamu masuk dan jangan melihat lagi ke belakang”
Katanya lagi
***
gimana gak mewek @Riyand
hanya air mata yang bisa merasakan dan mewakili perasaan saat itu