It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Flashback
Sekarang sudah memasuki hari ketiga aku liburan di Kampung. Kegiatanku selama liburan ini sama seperti liburan-liburan sebelumnya, pagi kadang aku ikut ayah pergi ke ladang kalau lagi malas kadang aku pergi ke tempat teman-teman waktu SD dulu sedangkan sore aku nonton Piala Thomas Uber, untungnya Piala Thomas Uber berlangsung tepat saat liburan jadi bisa melihat semua pertandingan tanpa melewati satu partai pun. Mmm… jadi ingat sama si Fikri atau Ari aku lebih suka memanggilnya dengan nama itu begitupun dengannya kira-kira dia selama liburan ngapain saja dan kemana saja ya? Secara kan dia baru beberapa hari di sini. Duh kok aku jadi kepikiran tu anak segala sih! bukankah aku dari kemaren menunggu-nunggu masa liburan ini untuk menenangkan pikiran. Memang sih semenjak kepindahan Afdal aku di sekolah bawaannya badmood selalu, apa yang aku lakukan tanpa gairah dan semangat bahkan tersenyumpun terasa sulit aku lakukan, aku juga malas bergabung dengan yang lain pergi ke kantin pada jam istirahat dan lebih memilih menghabiskan waktu di perpustakaan, makanya aku sangat menanti-nanti sekali liburan ini untuk menenangkan pikiran agar tidak badmood lagi bawaannya sampai akhirnya datanglah Ari pindah ke sekolahku.
Ari …!!!
Awalnya aku kurang sreg dan terkesan cuek sama tu anak, selain dari saling senyum pada saat perkenalan ketika hari pertama dia masuk aku hanya sekali berkomunikasi dengannya itupun dia yang mulai ketika mau mengajak aku ke kantin saat jam istirahat pertama dengan gaya yang sok akrab yang membuatku illfill saat itu, sebenarnya sih wajar saja seorang anak baru bersikap seperti itu tapi mungkin saat itu suasana hatiku lagi tidak enak saja maka aku jadi illfill. Dia selalu berusaha dekat denganku walaupun aku terkesan cuek dan merespon dengan dingin sampai akhirnya kami harus duduk sebangku. Setelah duduk sebangku barulah aku sedikit menjalin komunikasi dengannya walaupun kadang aku terkesan cuek tapi dia tetap sabar. Beberapa hari berteman dengannya ternyata dia anak yang asik juga.
***
Senin hari pertama masuk sekolah paska liburan ujian Ebtanas anak kelas tiga.
“Ju … tunggu”
Terdengar suara seseorang memanggil namaku ketika aku baru saja memasuki gerbang sekolah. Sesaat aku menolehkan kepalaku kebelakang ke arah sumber suara tersebut ternyata Ari yang memanggil dia juga baru datang dan segera berlari-lari kecil ke arah ku.
“barengan”
Katanya lagi ketika sudah sampai ke tempat aku berdiri.
“Iya, cepatan dikit sbentar lagi bel”
Kataku sambil mempercepat langkahku karena sebentar lagi pasti bel tanda masuk berbunyi, dan benar saja ketika baru sampai di pintu kelas bel sudah berbunyi terlihat anak-anak sudah berhamburan keluar untuk mengikuti upacara bendera.
“aduh sial”
Terdengar suara Ari tiba-tiba mengumpat ketika aku sudah bersiap mau ikut upacar setelah meletakkan task u di laci meja
“ada apa?”
Tanyaku heran
“gue ngak bawa topi”
Jawabnya
“mending lo cepetan beli ke koperasi ntar keburu tutup”
Kataku memberi usul
“ok tapi…”
Katanya lagi menggantung kalimatnya
“apa lagi?”
Tanyaku
“temanin”
Katanya sok-sok an manja
“ogah”
Kataku pura-pura cuek
“ayo ntar gue kasih coklat”
Katanya merayu sambil menarik tanganku
“ogah”
Kataku lagi membantah tapi tetap mengikutinya.
Selesai upacara sambil menunggu jam pelajaran pertama aku memilih duduk di taman samping labor IPA.
“ngak ke kantin Ju?”
Tanya Ari
“ngak ah malas, nanti aja pas jam istirahat lagian sekarang pasti ramai!”
Jawabku
“gimana liburan lo kemaren”
Katanya bertanya setelah duduk disamping ku
“liburan…?”
Kataku sambil mengernyitkan dahiku
“iya”
Jawabnya mempertegas pertanyaannya tadi
“ngak ada, gue ngak pergi liburan kemana-mana”
Jawabku lagi karena memang selama liburan aku tidak pergi kemana-mana
“Ye liburan kan tidak harus pergi kemana-mana”
Katanya lagi
“terus …?”
Tanyaku tamabah tidak mengerti
“maksud gue selama liburan kemaren kamu ngapain saja?”
Tanyanya lagi
“ooo… itu maksudnya”
Kataku lagi berhoooo panjang
“ya biasalah kalau dikampung bila libur kalau ngak ke sawah ya ke ladang”
Kataku lagi kurang semangat
“wah asik dong”
Katanya semangat
“asik apaanya?”
Kataku heran terhadap sikapnya
“anak kota kayak lo ini mana mau kotor-kotoran kalau ke sawah atau ladang”
Kataku sedikit meledek
“mangnya ada jaminan kalau anak kota itu tidak kotor?”
Katanya sedikit diplomatis
“…”
Aku hanya mengangkat bahu menjawabnya
“tapi di kampung ngak ada tempat hiburan seperti di kota yang serba lengkap lo”
Kataku lagi
“memang, di kota hiburannya lengkap dan banyak kalau dibanding di kampung tapi bukan jaminan anak kota tidak suka kampung lo karena ada dikampung yang tidak bisa di dapatkan di kota”
Katanya panjang lebar
“…”
Kembali aku hanya mengernyitkan dahi menanggapi perkataanya
“di kampung itu suasananya damai, udaranya bersih karena polusi udaranya sedikit begitu juga dengan air sungainya jernih, pagi hari terdengar suara burung berkicau dan bernyanyi tidak sama seperti di kota suasananya hiruk pikuk, udaranya kotor oleh polusi asap pabrik dan kendaraan bermotor ya walaupun ada dibangun taman kota tapi tetap tidak dapat menghindari polusi karena disekeliling taman juga terdapat jalan yang dilalui padatnya kendaraan bermotor, begitu juga dengan air sungainya kotor dan bewarna kuning boro-boro untuk minum untuk mandi saja hampir tidak bisa digunakan, sepanjang hari bahkan sampai malam yang terdengar hanya hiruk pikuk suara kendaraan bukannya suara burung bernyanyi”.
“ooo…”
Kataku menanggapi ucapannya
”ya begitulah kekurangan dibalik kemajuan kota, makanya banyak orang di kota lebih suka pergi ke kampung atau ke puncak ketika libur”.
“memang aneh ya kehidupan ini, yang di kota pengen ke desa yang di desa pengen ke kota, yang di pantai pengen ke gunung dan yang digunung pengen ke pantai. Kalau lagi di rumah pengennya jalan-jalan ketika jalan-jalan pengen cepat-cepat balik ke rumah”
“ternyata dibalik keramaian dan kemegahan kota masih belum cukup memberi kepuasan terhadap penghuninya”
Kataku lagi berasumsi
“ya begitulah yang gue rasakan ketika aku tinggal di Jakarta, Padang, Bandung suasananya hampir sama”
Jawabnya
“Padang…!”
Kataku sedikit terkejut mendengar dia menyebut Padang
“lo pernah tinggal di Padang?”
Tanyaku lagi
“Ya dulu gue pernah tinggal di Padang waktu SD dari kelas 4 sampai tamat SD”
Jawabnya
“ooo…”
Kataku sambil menganggukkan kepalaku
“gue ngak nyangka bisa kembali lagi ke sini dan bertemu denganmu”
Katanya lagi
“kem ba li lagi ke si ni dan bertemu de ngan lo?”
Kataku heran mengulang perkataanya tadi dengan melakukan penekanan tiap kata seperti orang bertanya dengan sedikit mengkerutkan dahiku.
“iya”
Jawabnya singkat sambil melihat heran pada ku
“maksud gue kembali ke Padang, kalau diluar kan di sini juga disebut Padang”
Katanya lagi menjelaskan
“mangnya ada yang salah ya dengan omongan gue tadi?”
Tanyanya balik
“ooo… ngak ngak”
Kataku sedikit terbata-bata menyembunyikan keherananku. Aku masih belum mengerti dengan kalimatnya tadi “kembali lagi ke sini dan bertemu dengan lo”. Apa sih arti kalimat itu ? kembali lagi ke sini oke sudah dia jelaskan dan aku mengerti. Tapi kalau dlihat kalimat selanjutnya dan bertemu dengan lo, apa sih artinya? Apakah artinya dan kembali lagi bertemu denganku? Apa iya itu maksudnya? Kalimatny ambigu bikin pusing seambigu otakku. Ah mungkin aku saja yang kurang mengerti dengan pola kalimat ini sehingga salah mengartikan. Dan lagian selama ini aku kan juga ngak kenal dia boro-boro kenal lihat saja tidak pernah dah jelas salah lah asumsi ku tadi.
“btw gimana juga dengan liburan lo kemaren?”
Kataku lagi bertanya mengalihkan topik pembicaraan
“boring”
Jawabnya singkat
“kenapa?”
Tanyaku heran
“kebanyakan diam di rumah dan ngak kemana-mana”
Katanya dengan cemberut
“habis mau jalan kemana secara gue kan baru di sini jadi ngak tahu tempat di sini dan juga mau jalan sama siapa?”
Katanya lagi kali ini sambil memenyandarkan punggungnya ke dinding
“makanya ketika liburan aku pengen cepat-cepat sekolah lagi biar ngak tambah bosan”
“dah bel tu, yuk cabut!”
Kataku mengajak Ari beranjak dari tempat itu karena bel tanda pelajaran pertama telah berbunyi, kamipun segera berlalu dari tempat itu.
“Ju pulang sekolah nanti gue main ke kos lo ya”
Kata Ari ketika kami sudah sampai di kelas dan duduk dibangku
Aku yang terkejut mendengar ucapannya barusan cuma melihat ke arahnya dengan eksresi bingung tanpa kata.
“kenapa, ngak boleh ya”
Katanya lagi heran melihat reaksiku
“ngak juga, masa mau main aja gak boleh”
Jawabku
“trus kok ekspresi lo kayak gitu?”
Tanyanya lagi
“ngak papa tumben aja lo mau main ke tempat kos gue”
Jawabku lagi
“ya selama ini kan gue belum tahu tempat kos lo, jadi wajar dong gue pangen tahu masak sebagai sahabat lo gue kos lo aja ngak tahu”
“what …???”
Kataku secara reflek mendengar apa yang baru Ari katakana dengan ekspresi sedikit terkejut
“kenapa …?”
Tanyanya lagi melihat ekspresiku
“ng ng ngak papa”
Kataku terbata-bata
“jadi bolehkan nanti gue main?”
Katanya lagi meminta kepastian
“ya boleh lah”
Jawabku
‘tapi …”
Kataku lagi menggantung kalimatku
“tapi apaan?”
“lo jangan kecewa nanti ya coz di kos gue ngak ada papa”
“ye santai aja lagi lagian gue Cuma mau main aja kok bukan mau numpang hidup, heheh”
Katanya sambil tertawa
“heheh”
Aku juga ikut tertawa
Entah apa yang aku rasakan saat mendengar Ari mengatakan kata sahabat tadi, aku jadi senang dan terharu mendengarnya. Mungkin bagi dia kata sahabat itu biasa tapi bagiku entahlah rasanya sahabat itu bagiku tidak hanya sebagi teman tapi mempunyai arti lebih.
***
mudah2an masih ada yg berkenan membaca
Part 28
Flashback
Bel pulang sekolah baru saja berbunyi, seperti biasa anak-anak pada berhamburan keluar kelas menuju satu tempat yaitu gerbang sekolah, aku dan Ari juga berada diantara kerumunan tersebut.
“langsung jalan Ju?”
Tanya Ari padaku ketika kami sudah berada di luar gerbang sekolah.
“mang lo mau ngapain lagi emangnya?”
Tanyaku heran
“anu ...”
Katanya mengantung kalimatnya
“anu apa ?”
Tanyaku lagi
“naik bendi yuk!”
Katanya mengajakku untuk pulang naik bendi
“ooo... jadi kamu mau naik bendi?”
Kataku kembali bertanya pertanyaan yang tidak penting karena aku sendiri sudah tahu jawabannya. Ari hanya mengganguk menjawab pertanyaan bodoh dariku tadi.
“baik, kalau begitu tunggu agak sepi dulu!”
Kataku lagi memberi usul karena kalau lagi pas jam pulang sekolah begini bakal macet karena banyak kendaraan orang tua yang menjemput anak-anak mereka. Dari pada panas-panas diatas bendi mending nunggu keadaan agak sepi.
“ok! Kalau begitu kita duduk disana dulu!”
Jawab Ari sambil menunjuk tempat duduk yang berada di sebelah kiri gerbang sekolah. Lalu kami menuju ke tempat duduk yang yang ditunjuk Ari tadi. Setelah menunggu sekitar sepuluh menit akhirnya kami dapat bendi, ini adalah kali pertama aku naik bendi pulang sekolah setelah pulang bareng Afdal dulu.
“lapar ngak ?”
Tanyaku pada Ari ketika kami telah sampai di Pasar Raya
“mang mau apa ?”
Tanyanya
“mau berenang … ya makanlah”
Jawabku sedikit kesal
“belum begitu lapar”
Jawabnya
“gue mau ke toilet dulu, lo tunggu ntar disini”
Katanya lagi
“aku tunggu di simpang depan saja”
Sahutku
“ok”
Katanya menyetujui, lalu ia segera berlalu. Akupun pergi ke kedai nasi untuk membeli sambal. Selesai membeli sambal aku langsung ke simpang depan yang aku katakana tadi, sampai di sana ternyata Ari belum juga muncul baru beberapa saat kemudian dia muncul
“sorry lama menunggu”
Katanya
“ngak juga paling sekitar satu jam”
Jawabku
“ah masa, perasaan ngak sampai segitu deh …”
Katanya tak percaya
“tepatnya sih kira-kira sejam kurang sekitar 58 menit”
Kataku tetap cuek
“yeee … itumah sama saja dengan ,2 menit”
Katanya membela diri
“lah yang menyebut tidak sama dengan dua menit siapa coba?”
Kataku lagi tak mau kalah
“au ah … setan kali”
Balas Ari cuek kali ini sambil mengangkat bahu
“eh lo jangan sembarangan ya ngatain orang setan, gue sumpal tu mulut tau rasa lo”
“yeee … coba aja emangnya siapa yang bilang lo setan, lo aja yang ngerasa kali”
Katanya mengejek
Betapa bodohnya aku ternyata kepancing omonganya tadi
“dah ah mending cabut yuk dari pada kesambet setan benaran kelamaan di sini!”
Kali ini aku terpaksa ikut omongannya seperti kerbau yang dicucuk hidungnya.
“wah tempat kos lo asri juga ya, seperti cewek saja”
Komentar Ari ketika baru sampai digerbang kosku
“bu kos gue kan memang cewek”
Sahutku
“bukan begitu, kos ini kelihatan rapi sekali apalagi bunga-bunga yang tertata rapi menambah keindahannya”
Komentarnya lagi
“anak bu kos gue yang menatanya, dia suka bunga dan hobi mengoleksinya”
Kataku menjelaskan
“ooo…”
“dah ah yuk kita ke atas, kamarku dilantai 2”
“ok”
Lalu kami segera menuju ke lantai atas ke kamar kosku.
“kalau mau ganti baju ambil aja dalam lemari”
Kataku menawarkan Ari kalau mau ganti baju seragamnya, akupun mengganti baju seragamku dengan pakaianku yang ada di gantungan baju.
“gue pinjam celana pendek aja”
Jawabnya
“kalau mau Sholat kamar mandi di lantai bawah samping kanan tangga naik tadi”
Kataku lagi
“lo ngak sekalian Sholat juga?”
“bentar lagi gue mau masak nasi dulu”
Aku lalu mengambil beras dan memasaknya dulu agar ngak lama menunggu pas aku selesai Sholat nanti. Setelah selesai meletakkannya di atas kompor barulah aku Sholat. Selesai aku mengambil Wudhu aku lihat Ari sedang berjalan di tangga, ternyata dia sudah selesai Sholat.
“gue mau ke warung depan dulu mau beli cemilan”
Katanya sebelum aku sempat bertanya
“ya”
Jawaabku lalu aku pergi ke atas dan Ari pun pergi ke depan.
Ari sudah balik sebelum aku selesai Sholat karena memang warung dekat dengan kos aku tepatnya di depan kos hanya dipisahkan oleh jalan gang saja.
“cemilan Ju”
Kata Ari menawarkan aku makan cemilan yang dia beli ketika aku selesai sholat.
“nanti aja, mending kita makan dulu kayaknya nasi dah matang tu!”
Jawabku
Lalu aku segera menyiapkan nasi dan tidak lupa juga sambal telor bebek gulai yang tadi aku beli di warung nasi. Aku lihat Ari hanya mengambil nasi sama kuah dan sayur saja.
“kok Cuma ambil sayur sama kuah saja, ngak suka telur ya?”
Tanyaku heran
“bukan gak suka tapi…”
“tapi apa?”
“gue sedikit alergi kalau makan telur utuh”
“lo alergi telur, sorry gue ngak tahu tadi kalau lo alergi ama telur”
“gapapa sebenarnya bukan alergi sepenuhnya sih!”
“bukan alergi sepenuhnya gimana maksud lo?”
Tanyaku heran
“sebenarnya gue alerginya Cuma sama kuning telurnya saja itupun kalo dimasak utuh begini, tapi kalau telurnya di dadar gak masalah”
Jawabnya panjang lebar
“aneh juga ya!”
Sahutku
“begitulah”
Katanya merespon
“btw alergi lo apaan sih”
Tanyaku lagi ingin tahu
“di lutut sama sela-sela jariku sering timbul bisul kecil-kecil seperti jerawat kalau aku makan telur yang utuh seperti ini tepatnya kuning telurnya”
“ooo …pantesan selama ini kalo lo beli bakso gak pernah pake telur”
Selaku
“begitulah”
“tadi lo bilang kalau di dadar gak masalah kan, gue bikinan lo telur dadar dulu ya”
“ngak usah repot-repotlah Ju, kalau aku pengen kan aku bias makan telur ini yang putihnya!”
Katanya merasa tak enak
“ngak papa, masa mau bikin telur dadar saja repot. Hitung-hitung sambil nunggu nasi dingin”
“jadi ngak enak ni gue”
“santai aja bro!”
“ya deh, kalau begitu biar cepat telur ceplok aja”
Katanya lagi
“telur ceplok …? Bukankah telur ceplok kuning telurnya juga utuh?”
Tanyaku heran
“ya diaduk dulu, trus kasih cabe sama irisan bawang seledri dan garam”
“itu namanya dadar dodol”
Kataku sedikit kesal
“dadar atau dodol?”
Katanya lagi mempermainkanku
“ni telur cocoknya bukan dimasak kali ya!”
Kataku lagi
“lo kok ngak jadi”
“cocoknya ditimpakan ke kepala lo aja kali”
“yeeee… gitu aja marah peace peace..!”
Katanya sambil mengacungkan dua jarinya.
Ni anak dalam suasana begini saja masih sempat bercanda.
Setelah selesai membuat telur dadar kami segera makan, selama makan tak banyak yang kami bicarakan.
“cemilannya Ju”
Kata Ari memulai percakapan dengan menawariku cemilan yang dia beli tadi, aku melihat cemilan tersebut kebanyakan coklat ada coklat basah, coklat kering dan coklat batangan dan juga cemilan yang lain. Aku sendiri mengambil keripik.
“doyan amat sama coklat”
Komentarku setelah melihat cemilan tersebut dia hanya mnyengir kuda menjawab dan tetap melanjutkan makan coklatnya
“ngak bosan apa? Tiap hari makan coklat”
Kataku lagi
“ya ngak lah, ini kan makanan favorit sejak kecil”
Jawabnya santai kali ini sambil mengambil coklat batangan yang baru
“lo ngak suka coklat ya?”
Tanyanya kembali
“dikatakan ngak suka ngak juga”
Jawabku diplomatis
“maksudnya?”
“kurang suka kalau makan coklat apalagi coklat basah. Rasanya aneh saja di lidah gue”
“aaaa...neh gimana?”
“dikatakan manis ngak dikatakan pahit ngak juga”
“ooo …”
Balasnya Cuma ber ooo saja
“kita pindah ke depan yuk!”
Kataku mengajak Ari duduk di teras depan ia pun setuju dengan usulku
“nampaknya Enak juga ya Ju, hidup ngekos gini!”
“enak tidaknya sih tergantung orangnya karena hidup di kos itu ada enak dan tidak enaknya, enaknya sih kita bisa hidup mandiri dan yang tidak enaknya sih kita jauh dari keluarga ini sanagt sulit sekali terutama saat awal-awal ngekos apalagi kalau pekerjaan menumpuk dan juga ketika itu banyak pula tugas sekolah yang harus dikerjakan disitulah kemandirian kita dituntut, kita harus memiliki manajemen waktu yang baik”
Kataku panjang lebar sementara Ari hanya mengangguk-anguk kecil mendengar
“memang kenapa? Mau ngekos juga?”
Kataku lagi
“may be next time”
Jawabnya santai
“yakin... bisa!”
Kataku dengan melakukan penekanan pada kata yakin
“kenapa ngak”
Jawabnya cuek ngak mau kalah
“jauh dari mama papa lo”
Kataku lagi menggoda
Kali ini ia ngak mau kalah dengan membantahku
“ya ya ya gue percaya kok gue tadi Cuma bercanda kok gitu aja sewot”
Kataku sambil ketawa untuk mencairkan suasana kembali
“dah ah serius amat ni makan”
Kataku lagi menawarkan cemilan yang tadi dibeli Ari
Kami terdiam dalam bebrapa waktu sambil menikmati cemilan. Aku melihat Ari masih diam, apa tadi aku bercandanya terlalu kelewatan ya? Apa aku menyinggung perasaanya? Aku jadi merasa bersalah.
“lo tau ngak sebelum pindah ke sini gue sebenarnya sudah ngak mau lagi pindah sekolah, gue pengen tetap melanjutkan sekolah sampai tamat di SMP gue walaupun harus ngekos”
Katanya lagi memulai percakapan
“kenapa emangnya harus gitu?”
Tanyaku
“Pindah sekolah itu capek tau!, gue tidak hanya harus berhadaptasi dengen sekolah yang baru tapi juga dengan lingkungan yang baru karena gue pindah keluar daerah selalu, kondisi seperti itu bukan hanya sekali dua kali di SD saja gue empat kali pindah sekolah dan SMP ini juga sudah dua kali”
Katanya menerangkan
“iya juga ya”
Kataku setuju sambil menganggukkan kepalaku
Benar sekali apa yang dikatakan Ari memang capek kalau setiap kali harus adaptasi dengan lingkungan baru kadang kita butuh waktu yang lama untuk bisa beradaptasi dengan lingkungan yang baru, kadang baru saja bisa beradaptasi sudah mau pindah lagi ke daerah yang baru. Aku yang notabene hanya pindah dari kabupaten ke kotamadya saja yang jaraknya Cuma kurang lebih satu jam perjalanan dulu awal-awalnya juga susah beradaptasi apalgi antar daerah yang beda kebudayaan dan adat istiadatnya.
“terus mengapa lo ngak jadi pada rencana awal lo dan malah tetap ikut juga pindah? Apa orang tua lo ngak ngizinkan?”
Tanyaku penasaran
“bukan orang tua gue malah menyerahkan semuanya pada gue mau stay atau ikut mereka”
“jadi”
Tanyaku lagi tambah penasaran
“gue berubah pikiran ketika gue tahu bahwa orang tua gue mau pindahnya ke sini!”
“mang apa bedanya pindah ke sini daripada ke daerah lain? lagian Bandung ke sini itu kan jauh”
Tanyaku lagi tambah penasaran
“gue mau pindah ke sini ikut ortu gue karena gue mau bertemu dengan seseorang”
“keluarga lo ada di sini juga”
Kataku nyolot pembicaraan Ari
“bukan”
Katanya sambil menggelengkan kepalanya
“lalu ...siapa?”
Tanyaku lagi
“gue mau ketemu sama lo”
Jawabnya
“gue ... !”
Kata gue terkejut sambil menunjuk diri gue sendiri
“dasar kampret lo ya, gue kira lo serius tadi gue dah serius tapi malah lo bercanda”
Secara spontan aku mengeluarkan kalimat itu mendengar kalimat Ari karena ngak nyangka ni anak aku kira tadi serius tapi malah bercanda.
“Apa gue kelihatan sedang bercanda”
Balasnya kali ini dengan nada yang serius, aku terkejut juga melihatnya karena sepertinya ia memang sedang tidak bercanda kelihatannya, tapi apa maksudnya bicara seperti itu?
waktu itu aku juga penasaran aku kira waktu itu dia hanya bercanda tp ternyata ia serius.
Aku tidak mengerti apa maksud Ari bicara seperti itu seakan-akan dia telah mengenalku sebelumnya. Memang menurut ceritanya dulu memang ia pernah tinggal di Sumatera Barat tapi itu di kota Padang yang jauh dari daerahku sedangkan aku juga tidak pernah tinggal di kota Padang jadi kalau dipikir secara logika mana mungkin kami kenal. Atau jangan-jangan dia ada hubungannya dengan Afdal? Karena menurutku cuma itu kemungkinan yang ada.
“jadi lo serius apa yang lo katakana tadi?”
Tanyaku lagi karena masih tak yakin
“apa kata gue tadi tidak jelas maka harus gue ulang lagi”
Balasnya
“ya tapi … gue bingung, apa lo dulu pernah kenal gue? Coz gue ngerasa ngak pernah kenal sama lo sebelumnya?”
Tanyaku lagi
“ngak juga”
Jawabnya singkap
Nah lo aku jadi tambah bingung jadinya
“jadi apa maksud lo, jujur gue ngak ngerti dan bingung”
Kataku lagi mengatakan kebingungan ku
“lo gak ngerasa pernah ketemu gue sebelumnya?”
Tanyanya balik
“ngak”
Jawabku singkat
“kalau dengan kejadian makan tadi lo masih ngak ada juga yang lo ingat?”
Kali ini dia bukannya menjawab tanyaku tapi kembali memberikan pertanyaan yang tambah buatku semakin bingung
“lo bicara apa sih dari tadi mutar-mutar aja, gue gak ngerti sama sekali apa yang lo ucapkan, gue pusing tau!”
Kataku lagi sedikit kesal
“jadi ternyata lo memang ngak ingat gue sama sekali, sudah gue duga sebelumnya”
Katanya lagi menegeluarkan kalimat yang semakin membuat aku bingung, aku hanya diam mendengarnay. Ia mengambil nafas panjang dan melepasnya perlahan-lahan. Aku tetap diam seribu bahasa menunggu dia bicara selanjutnya.
“lo masih ingat ngak waktu lomba Bidang Studi saat SD di Padang dulu, waktu itu lo memberikan nasi kotak lo kepada seorang anak?”
Katanya kali ini sambil menatapku
Aku kemudian mencoba mengalihkan ingatanku ke peristiwa tiga tahun yang lalu
Flash Back ke peristiwa 3 tahun yang lalu
Hari ini aku mengikuti lomba bidang studi Matematika tingkat Provinsi yang kebetulan tahun ini diadakan di kota Padang. Sebelum acara lomba di mulai kita dikumpulkan dahulu dilapanagan untuk mendengarkan pengarahan dari panitia. Kita berbaris berdasarkan barisan kabupaten atau kota asal kita. Setiap kabupaten terdiri dari enam oarang siswa yang masing-masing mewakili 1 bidang studi seperti Matematika, IPA, IPS, Bahasa Indonesia, Seni Lukis dan Kesenian. Setelah mendengar segala tetek bengek yang dibacakan panitia akhirnya kami memasuki ruangan lomba sesuai bidang studi masing-masing. Untuk bidang studi matematika sendiri kita dibagi dalam 3 sesi lomba. Sesi pertama kita dikasih 60 buah soal uraian dalam waktu 2 Jam. Sesi ke dua kita dipisah dalam beberapa grup dan setiap grup maksimal 4 orang, grup yang empat orang ini nanti diadu mengikuti lomba cerdas tangkas. Empat nilai tertinggi dari sesi satu dan sesi dua dari semua grup maka akan lolos ke babak Final pada sesi ke 3.
Setelah selesai sesi pertama kami diberi waktu untuk istirahat makan siang selama satu setengah jam. Kebetulan makan siang kali ini telah disediakan panitia di Aula. Dari ruangan tempat lomba ku ke Aula tidak terlalu jauh, sampai di Aula ternyata sudah banyak anak-anak yang berkumpul, aku lihat wajah-wajah yang aku sama sekali tak kenal sedangkan anak yang sekabupaten denganku tadi juga ngak hafal lagi wajahnya olehku karena kami cuma bergabung sebentar ketika di barisan tadi saja jadi aku tak sempat mengenali mereka. Rupanya makan siang yang disediakan panitia adalah nasi bungkus atau nasi kotak. Setelah mengambil bagianku lalu aku mencari tempat duduk ternyata di dalam ruangan ini sudah penuh aku berinisiatif makan diluar saja mencari tempat yang enak. Namun sebelum keluar perhatianku tertuju pada salah satu sudut ruangan dimana ada sekitar enam orang anak sedang makan tetapi ada satu yang tidak makan, aku lihat dia hanya duduk memakan sesuatu sambil memperhatikan makanan di depannya. Lalu aku berjalan menuju ke tempat itu. Setelah sampai ke tempatnya aku lihat anak itu bukannya makan nasi malah makan coklat.
“kok ngak makan, ngak lapar?”
Tanyaku pada anak itu
“lapar juga”
Jawabnya singkat
“terus kok ngak dimakan Cuma diliatin saja?”
Kataku lagi
“anu … sambalnya ngak cocok, aku tadi salah pilih sambal”
Jawabnya malu-malu
“mang sambalnya apa?”
Tanyaku lagi
“telur bebek goreng”
Jawabnya
“ngak suka telur”
“bukan, aku alergi telur”
O jadi dia alergi telur makanya dia gak jadi makan lalu aku melihat sambal dalam kotak nasi yang ku bawa ternyata ayam goreng lalu aku berencana menukar dengan nasi anak itu.
“kebetulan aku dapat ayam goreng kalau begitu tukar dengan punyaku aja ya”
Tawarku
“eee… ngak usah”
Jawabnya sungkan
“dah ngak papa, memangnya kamu tahan ngak makan?”
“Ngak juga sih”
Katanya masih sedikit sungkan
“tapi kamu ngak papa ni nasinya ditukar”
Tanyanya lagi memastikan keputusannku
“santai sajalah kawan, jangan merasa tidak enak begitu, kalau begitu aku cabut dulu ya”
Kataku, lalu aku segera pergi mencari tempat makan di luar
end flashback
“jadi anak yang waktu itu…”
Kataku tak percaya
“ya anak yang waktu itu lo tukar nasinya sama nasi lo itu gue”
Katanya langsung menyahut
“kalau begitu sejak kapan lo ingat gue”
Kataku masih tak percaya
“sejak pertama kali gue lihat lo disini”
“apa ……?”
Kataku kaget mendengar dia bilang sejak pertama kali pindah ke sini dia sudah tahu aku
“tapi kenapa lo baru bilang sekarang?”
Tanyaku lagi heran
“gue pengennya lo sendiri yang ingat, tapi rupanya lo benar-benar tidak ingat gue sama sekali bahkan dengan kejadian makan tadi lo juga ngak ingat”
Katanya mencoba mengingatkanku kejadian makan tadi
“mana mungkin lagi gue ingat hal biasa seperti itu”
“kadang hal kecil dan biasa menurut kita belum tentu juga biasa buat orang lain”
Ia berhenti sejenak mengambil sedangkan aku Cuma diam memperhatikannya.
“lo tau ngak kenapa gue suka makan coklat”
Tanyanya lagi
“karena enak kan”
Jawabku asal karena memang ngak ada lagikan alasan orang mau makan coklat selain karena rasanya enak. Masa mau makan coklat saja harus pakai alasan segala kan aneh.
“bukan hanya itu”
Katanya lagi
“lalu”
Kataku penasaran juga pengen tahu alasannya
“selain alergi telur sejak kecil gue juga punya penyakit maag, gue waktu kecil ngak bisa terlambat makan tapi entah kenapa dengan makan coklat bisa membantu menahan lapar gue, mungkin karena sudah terbiasa sejak kecil maka gue jadi ketagihan”
“terus mengapa waktu gue tukar makanan gue sama lo lo menolak, lo mau kelaparan ngak makan?”
Tanyaku lagi
“memangnya siapa yang gak mau makan waktu itu?”
Tanyanya balik
“kan waktu itu lo ngak mau makan Cuma makan coklat saja”
“karena waktu itu gue juga pengen makan coklat saja dulu”
“tapi kan lo alergi telur”
Kataku tak mau kalah
“gue alergi sama telur bukan berarti juga gue alergi sama cabe dan sayurnya kan”
Katanya lagi menjelaskan
iya juga ya, kok aku ngak kepikiran sampai ke situ
“tapi kok lo mau juga menukar makanan lo sama gue”
Protes ku
“jadi ngak ikhlas ni, kan lo sendiri yang maksa”
Katanya membela diri
Benar juga kan memang benar waktu itu aku yang memaksa
“bahkan untuk mengucapkan terima kasih saja waktu itu aku ngak sempat karena lo langsung nyelonong pergi”
Katanya lagi
“bilang aja lo ngak mau terima kasih”
Kataku tetap membela diri
“lo jangan salah ya, selesai makan waktu itu gue cari-cari lo tapi ngak ketemu sampai akhirnya waktu jam istirahat habis. Ketika sesi ke dua gue cari-cari lo kembali dan gue lihat lo di ruang matematika sedang lomba sesi dua. Gue menunggu lo di luar sampai lo keluar tapi sebelum lo selesai lomba di bagian IPA sesi gue untuk lomba juga sudah mulai. Selesai lomba di ruang IPA gue langsung pergi ke ruangan lo tadi tapi saying lo sudah selesai dan gue cari-cari juga ngak ketemu”
“gue waktu itu langsung pulang karena gue gagal masuk semifinal karena akumulasi nilai gue secara keseluruhan cuma peringkat 7, sementara yang lolos ke semi final Cuma 4 teratas”
Jelasku
“makanya sampai sekarang gue masih hutang terima kasih sama lo”
Katanya
Hutang terima kasih ada-ada saja istilahnya
Kataku sok bangga sambil membentangkan ke duatanganku
“eh monyet lo ya, lo jangan ke ge eran, gue pindah ke sini karena ortu pindah kerja tau”
Katanya membela diri
“ya iya gue tau sayang, jangan ngambek hahahaha”
Kataku lagi tetap menggoda sambil tertawa
“sotoy lo”
Katanya lagi sambil menjitak bahuku pelan