It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Sudah hampir satu bulan dari pernikahan Lia selama itu pula aku belum pernah mencoba menghubungi Lia. Tak pernah sebelumnya selama ini aku tidak berkomunikasi dengan Lia, memang sudah seharusnya aku menjaga jarak dengan Lia karena Lia sudah memiliki keluarga. Begitupun dengan Lia dia juga belum pernah menghubungi aku. Mungkin Lia sedang sibuk dengan keluarga barunya dan rutinitasnya di sekolah yang lagi sibuk menjelang akhir tahun ajaran ini.
Pertengahan bulan Juni ini adalah memasuki akhir tahun ajaran merupakan bulan yang sibuk. Guru-guru sibuk membuat soal ujian, mengopy soal ujian, membuat RPP. Anak-anak sekolah juga sibuk mengcopy bahan pelajaran untuk menghadapi ujian, melengkapi tugas-tugas untuk ujian kenaikan kelas, bagi yang mau tamat juga gak kalah sibuk untuk persiapan mendaftar ke sekolah yang baru. Hal tersebut berdampak pada tempat-tempat foto copy dimana mereka bakal kewalahan melayani pelanggan. Begitu juga dengan tempatku, aku terpaksa menambah jam operasional kalau biasanya aku tutup menjelang magrib sekarang buka sampai jam Sembilan. Aku tidak bisa melayani di atas jam sembilan karena aku juga ada kerjaan lainnya. Aku juga lagi menyelesaikan editing foto anak-anak paud yang berjumlah 4 sekolah. Masing-masing anak itu minimal ada dua buah foto satu untuk foto ijazah dan satu lagi untuk foto wisuda.
Badanku terasa capek dan pegal-pegal karena dari tadi pagi melayani pelanggan yang kebanyakan anak-anak sekolah. Hari ini yang banyak adalah anak-anak SD dan SMP yang mau mengurus perlengkapannya persyaratan untuk mendaftar ke sekolah baru seperti memfotocopy ijazah dan mencetak foto. Melihat tingkah anak-anak SD yang unyu-unyu dan anak-anak SMP yang imut-imut merupakan hiburan tersendiri bagiku. Huups … apa ku bilang tadi? anak SD unyu dan anak SMP imut! Kok tumben-tumbenan aku memperhatikan mereka tidak seperti biasanya. Memang biasanya aku tak pernah memperhatikan mereka tapi kenapa tadi aku jadi tertarik melihat kegiatan mereka yang suka bercanda satu sama lain. aku perhatikan banyak juga dari mereka yang cakep-cakep dan bening. Duh… ini apalagi yang aku katakan cakep dan bening (jangan-jangan aku sudah sarap ni). Tapi jujur itulah yang aku rasakan sejak dari tadi dan aku senyum-senyum saja ketika mengingat-ingat tingkah bocah-bocah tersebut, tingkah mereka merupakan hiburan tersendiri bagiku dan wajah mereka yang unyu, cakep dan bening merupakan pemandangan yang bagus bagiku (unyu, cakep dan bening, ah…jangan-jangan aku memang sudah sarap benaran kali ini). Sekilas aku terbayang masa-masa aku SMP dulu.
“bang apa bisa fotocopy “
Terdengar suara seseorang. Kulihat ternyata seorang anak laki-laki yang kutaksir berumur empat belas atau lima belas tahun. Saat kulihat wajahnya darahku langsung berdesir jantungku berdetak lebih kencang karena mengingatkanku kepada seseorang. Kulihat dia tersenyum sambil sedikit mengangguk, senyum itu…!!! aduh senyumnya itu lagi-lagi mengingatkanku. Aku seperti terhipnotis melihatnya.
“bang”
Suaranya lagi, seperti membangunkan aku dari hipnotis.
“i... iya”
Jawbku terbata-bata
“ada apa bang, kok bengong begitu?”
Tanyanya lagi
“ngg...ng… ngak ada papa”
Jawabku masih terbata-bata
“mau fotocopy apa?”
Tanyaku lagi
“ini bang mau fotocopy formulir pendaftaran ini”
Katanya sambil memberikan formulir pendaftaran siswa baru salah satu SMP di daerahku.
“berapa rangkap?”
“tiga rangkap Bang, sekalian map biasa warna merah 3 buah bang”
Katanya
“ini”
Kataku memberikan formulir tadi beserta fotocopynya dan juga map yang dia minta tadi
“berapa semuanya bang?”
“lima ribu dek”
Jawabku
Anak itu lalu meberikan uang dan segera berlalu, ketika anak itu pergi ada sesuatu yang aku rasakan dalam hatiku, hatiku seperti kehilangan dan terasa hampa. Siapa sih anak itu? Kenapa ia mengingatkan aku pada masa laluku, wajahnya, matanya, senyumnya itu!!! kenapa aku bisa salah tingkah ketika berhadapan dengan dia bahkan untuk menanyakan namanya saja aku lidahku seperti tak sanggup.
Pertemuan singkat
Dan berjalan sangat cepat
Tidak disangka
Aku langsung terhipnotis olehmu
Setidaknya kamu
Sempat jadi milikku
Meskilun tak lama hal itu
Telah membuatku bahagia
Kau buat hidupku
Tak berarti tanpamu
Kini kau menghilang
Dan aku terhipnotis olehmu
Dengan masalah besar yang dihadapi
Segitu saja perjuanganmu
…… pertemuan singkat by Viera …….
Pagi ini aku terpaksa harus bukak lapak lebih awal karena dari pagi sudah banyak pelanggan yang berdatangan. yang datang kebanyakan adalah anak sekolah yang mau mendaftar ke sekolah baru. Kulihat anak-anak yang berpakaian merah putih dan biru putih, sama seperti kemaren mereka heboh dengan canda tawa dan gurauan mereka yang ala bocah. Tidak seperti kemaren aku sempat menikmati gurauan mereka tapi sekarang hatiku merasa murung, aku seperti kesepian di tengah keramaian. Aku melihat kembali ke arah mereka seperti mau mencari seseorang. Ya aku memang mencari seseorang, seoranag bocah yang semalaman tidak bisa membuatku tidur nyenyak karena selalu memikirkannya.
Berkali-kali aku memandang ke arah yang sama ke kumpulan anak-anak sekolah berharap aku bisa melihat bocah itu lagi namun berkali-kali pula harapanku sirna. Aku tidak tahu kenapa aku bisa begini, aku baru pertama kali melihat bocah itu dan pertemuan kami terbilang sangat singkat bahkan tidak sampai lima menit tapi sudah cukup bagi bocah itu membuat aku terhipnotis olehnya. Wahai bocah yang mana namamu saja aku tidak tahu aku ingin kau tahu diriku disini menanti dirimu.
Waktu terus berjalan orang dating silih berganti tapi aku juga belum melihat bocah itu, mungkin ngak ya dia dating lagi kesini. aku berharap bocah itu kekurangan bahan untuk persyaratan masuk sekolah sehingga dia dating kesini lagi, aku ingin sekali melihat dia lagi. Oh bocah aku seperti mau putus asa menantimu, salahku juga menanti orang yang yang belum tentu pasti mau ke sini. Tuhan salahkan jika aku berharap bisa bertemu dia lagi, plissss tuhan beri aku kesempatan untuk melihatnya lagi.
Ternyata Tuhan masih sayang padaku sekitar jam setengah sepuluh pagi aku lihat bocah itu dating juga. Hatiku terasa sangat bahagia sekali ketika melihatnya tapi itu kenapa dia memakai baju putih biru seragam SMP? bukankah kemaren dia memfotocopy formulir pendaftaran siswa baru untuk masuk ke SMP, kenapa dia tidak pakai pakaian seragam SD ? atau apakah itu formulir untuk adiknya ? aku lihat dia duduk di kursi tunggu karena masih ada pelanggan yang aku layani. Di tengah sibuknya melayani pelanggan lain aku sempat mencuri-curi pandang ke arah bocah itu, ketika aku lihat bocah itu sedang memakan cemilan dan aku terkejut melihat cemilan yang dia makan. Cemilan itu…!!! ya cemilan itu…. Dia memakan cemilan biskuit yang dilapisi coklat di luarkan. Cemilan itu adalah ……. Ah bocah tidak hanya tampangmu saja yang mengingatkan aku pada masa lalumu tapi juga kesukaanmu. Ingin rasanya aku berlari ke arahmu dan memeluk dirimu mencurahkan semua rasa di hatiku.
“mau apa dek?”
Tanyaku sedikit berbasa basi ketika tiba giliran bocah itu.
“aku mau mencetak foto bang, tapi cd nya ketinggalan apabisa foto ini saja yang di cetak ulang bang”
Jawab bocah itu
“bisa dek tapi nuggu sebentar, abang scan dulu”
Jawabku
Kemudian bocah itu memberikan foto dia berukuran 3 x 4, aku menerima foto itu dari tangannya ketika aku mengambil foto dari tangannya jari kami bersentuhan darahku terasa mengalir begitu cepat tanganku sedikit gemetaran dan foto yang baru dia berikan belum sempurna pindah ketanganku jatuh ke atas meja. Secara reflek kami berdua menjatuhkan tangan kami mengambil foto tersebut dan dia yang lebih dahulu mendapatkan foto itu dan jari-jari tanganku sempurna menyentuh punggung jari tangannya.
“maaf dek abang ngak hati-hati mengambilnya”
Kataku meminta maaf
“ngak apa-apa bang, aku juga minta maaf ngak hati-hati memberikannya, ukuran fotonya 3 x 2 sama 3 x 4 masing-masing 5 buah ya bang”
Jawab bocah itu sambil tersenyum, dan senyumnya itu membuat aku seperti mau meleleh.
“bukannya kemaren kamu fotocopy formulir masuk SMP dek, apakah formulir itu untuk kamu?”
Tanyaku lagi mencairkan suasana
“iya bang untuk aku”
Jawabnya
“kok kamu pakai seragam SMP, bukan pakai seragam SD seperti yang lain?”
Tanyaku lagi penasaran
“aku memang mau daftar ke SMP bang tapi bukan daftar di kelas satu aku daftar di kelas dua, aku siswa pindahan bang”
Katanya menerangkan
“ooo… jadi kamu siswa pindahan darimana ?”
“dari Padang bang”
“kok malah dari Padang pindah ke sini sekolahnya, biasanya anak yang dari kampung pindah ke Padang ?”
Tanyaku heran, manga da yang salah ya pindah dari Padang ke kampung. Dasar aku saja yang kepo.
“mama pindah ngajar ke sini bang jawabnya?”
“ooo… “
Kataku, dasar akunya aja yang kepo
“ni deh dah selesai”
Kataku sambil memberikan foto yang sudah selesai dicetak
“berapa bang?”
Sebenarnya aku pengen mengatakan ngak usah bayar aja, tapi apa tanggapannya nanti tiba-tiba saja aku menggratiskannya.
“sepuluh ribu dek”
Jawabku sedikit berat.
Kemudian bocah itu berdiri untuk mengambil uang di sakunya, krtika dia berdiri sekilas kulihat nama di dada seragamnya “HABIB RIZKY FADHILA” dua kata nama dibelakang aku samarkan.
“by the way panggilannya siapa ni?”
Tanyaku
“panggil aja HABIB bang, ini bang ”
Jawabnya sambil memberikan uang sepuluh ribu.
Itulah dia Habib, bocah yang membuat jantungku berdetak kencang, darahku terasa mengalir deras ketika perttama kali melihatnya, bocah yang membuat aku terhipnotis ketika pertama kali melihatnya. Bocah kurus berkulit kuning ke coklatan, berambut sedikit bergelombang, berperawakan kecil, tingginya kutaksir sekitan 150-an cm. bocah yang membuatku teringat akan masa laluku.
trima kasih selalu mengikuti ceritaku ini
tepatnya sih 3 tahun yang lalu yaitu pertengahan bulan juni tahun 2013.
cerita tentang aku dengan HABIB di pending dulu cukup sampai perkenalan. nanti dilanjut setelah flashback ke masa lalu
flashback
Mei 1998
Sudah beberapa bulan ini Indonesia dilanda musim panas berkepanjangan ditambah lagi kabut asap tebal yang meliputi daerah khususnya daerah pulau sumatera. Penderitaan semakin bertambah karena Indonesia katanya juga sedang mengalami krisis ekonomi yang mengakibatkan krisis multidimensi. Mata uang Rupiah harganya merosot tajam yang mengakibatkan harga barang-barang melambung tinggi. Uang jajan aku yang sebanyak dua ratus perak biasanya sudah dapat untuk dua kali jajan yang bisa kubelikan untuk membeli miso dan dua buah kerupuk sekarang untuk membeli satu kerupuk saja sudah tidak cukup lagi karena harga kerupuk sudah 250 rupiah naik lima kali lipat.
Siang itu di sebuah sekolah dasar di kabupaten Solok Sumatera Barat sedang diadakan acara perpisahan kelas enam yang akan menamatkan sekolahnya. Acara perpisahan hanya berupa ramah tamah dan makan bersama guru dan siswa kelas enam. Kita tidak jadi melaksanakan acara perpisahan yang biasanya berupa darmawisata keliling Sumbar karena situasi sedang tidak aman ditambah lagi kabut asap yang cukup tebal. Rencana perjalanan yang direncanakan di awal tahun jadi gagal total, sebagian besar dari kami merasa sangat kecewa karena tidak jadi melihat Istano Baso Pagaruyung di Batu Sangkar, Kebun Binatang Lobang Japang Ngarai Sianok di Bukit Tinggi, lembah Anai dan Batu Malin Kundang di Pantai Air Manis Padang.
“Ju kamu rencana mau lanjutkan sekolah kemana?”
Tanya Erik
“belum tahu Rik, kamu sendiri rencana kemana?”
Tanyaku balik
“rencana ke Solok antara SMP A atau SMP B, aku pengennya sih kita sekolah di sekolah yang sama”
Jawab Erik menyebutkan dua SMP favorit di kota Solok
“aku mungkin lanjut di SMP N … ”
Jawabku menyebutkan nama SMP di daerahku.
“kok kamu ngak ke Solok saja Ju?”
Tanyanya lagi
“aku sih terserah ayah sama ibu saja Rik, mau sekolah dimana”
Jawabku lagi
Memang aku belum ada membicarakan dengan kedua orang tuaku mau lanjut sekolah dimana, mungkin aku akan sekolah di smp di daerah aku karena 3 kakakku juga sekolah di smp yang sama.
***
Erik adalah teman aku sejak kelas 3 SD, dia siswa pindahan dari sd kampung sebelah. Semenjak ia pindah ke sekolah ini kami selalu sebangku. Latar belakang keluarga Erik adalah guru. Ayahnya kepala sekolah di salah satu SD di kampungku, ibunya juga guru SD tapi lain sekolah dengan ayahnya, kakaknya yang paling tua guru SMA di kecamatan dan sekarang juga sedang melanjutkan S2 di IKIP kakaknya satu lagi sekolah di salah satu SMA di Kota Solok. Jadi tidak heran kalau Erik selalu jadi juara kelas walaupun tidak selalu rangking satu. Serendah-rendahnya erik adalah rangking 3 di kelas tapi lebih sering sih rangking 1 dan 2.
Sedangkan latar belakang keluargaku berbeda jauh sekali dengan keluarga Erik. Ibuku hanya lulusan SD sedngkan ayah malah tak tamat SD. Dari Tiga kakaku hanya satu yang mengenyam pendidikan sampai SMA sedangkan yang dua lagi hanya sampai lulus SMP. Prestasi di sekolah dulunya sebelum kedatangan Erik (waktu kelas satu dan kelas dua) aku tidak ada apa-apanya sama sekali boro-boro juara kelas masuk sepuluh besar saja tidak pernah. Tapi bukan berarti aku bodoh cuma aku malas aja kebanyakan. Buktinya aku sudah pandai membaca sebelum masuk sekolah dan di bidang matematika perkalian 1 sampai sepuluh sudah hapal olehku sebelum masuk sekolah juga. Dan khusus matematika dari enam kali aku menerima rapor catur wulan hanya sekali nilai aku yang dapat angka 8 selebihnya 9 aku bukan bodoh tapi pemalas itulah yang dikatakan oleh wali kelas saya dulu. Aku memang malas dalam belajar di kelas aku semangatnya cuma kalau belajar matematika, kalau mata pelajaran lain aku jarang memperhatikan malah sering ngobrol dengan teman sebangkuku. Tapi semuanya berubah pas Erik pindah ke sekolahku.
Sebagai anak baru untuk mudah dalam bergaul dengan teman yang lainnya maka anak baru tersebut tidak boleh dibiarkan duduk sendiri jadilah waktu itu aku disuruh oleh guru untuk duduk dengan Erik. Semenjak duduk dengan Erik sifatku dalm belajar jadi berubah. Aku jadi memperhatikan setiap mata pelajaran karena Erik selalu fokus pada pelajaran dan hampir tak pernah mengobrol selama belajar. Ternyata hal itu memberikan danfak positif buatku.
Pengaruh positif dalam belajar yang diberikan Erik ternyata sangat berpengaruh terhadap aku karena mengikuti setiap pelajaran dengan serius nilaiku jadi baik di setiap mata pelajaran dan pada caturwulan tersebut saya dapat rangking ke lima di kelas dan caturwulan 2 dan 3 aku dapat rangking 3. Ketika aku dapat juara 3 di kelas banyak orang yang terkejut, maklum karena sebelumnya kan tidak pernah masuk sepuluh besar di kelas. Hal itu juga menimbulkan tanggapan positif dan negatife dari orang-orang. Yang positif tentunya dari keluargaku dan juga wali kelas.
“ibu yakin kamu itu sebenarnya pintar tapi kamunya pemalas, coba kamu lebih rajin lagi pasti kamu akan lebih berprestasi lagi”
Kata wali kelasku suatu hari kepadaku. Apa yang dikatakan bu guru itu ada benarnya. Di sekolah aku memang sudah berubah dalam belajar tapi tidak kalau dirumah. Aku hampir tidak pernah belajar di rumah kalau tidak ada PR.
“rajin-rajin amat belajar dan sekolah belum tentu juga besok jadi presiden!”
Jawabku santai, ibu guru tersenyum mendegar jawaban polosku itu.
“tapi ngak ada kok presiden yang dulunya tidak pernah sekolah”
Jawab bu guru dengan senyum manisnya
(…..)
Aku hanya terdiam mendengar kata bu guru tadi
“orang kaya banyak tanpa dulunya sekolah tapi tidak ada orang yang pintar yang dulunya tidak pernah sekolah”
Kata bu guru lagi tetap dengan senyum manisnya. Aku menganggukan kepala menyetujui apa yang dikatakan bu guru tadi. Sejak itulah aku semangat belajar dan menaruh harapan dan cita-citaku dalam pendidikan aku.
Selain ada tanggapan positif ada juga tanggapan negatif yang aku dapat terutama teman-teman sekelas. Mereka katakana bahwa saya bisa dapat rangking karena kebetulan duduk dengan Erik sang juara kelas jadi bisa nyontek. Yang mereka katakana ada benar dan salahnya, benar karena memang sejak duduk dengan Erik aku jadi bisa fokus belajar di semua mata pelajaran tapi mereka salah nilai yang kudapat bukan hasil nyontek dari Erik. Mungkin aku harus mengalahkan erik dahulu agar mereka percaya. Sejak saat itu aku berusaha belajar keras agar bisa mengalahkan Erik. Sampai kelas enam caturwulan 2 aku tak pernah rangkingnya diatas Erik karena mentok di rangking 3 dan tak pernah aku rangking 1 atau 2. Selain Erik masih ada juga juara kelas yang lainnya yaitu Lidya yang selalu gentian dengan Erik jadi rangking 1 dan 2.
Di kelas memang aku tidak pernah mengalahkan rangking Erik tapi pernah dua kali aku mengalahkan Erik, yang pertama saat lomba bidang studi (sekarang namanya olimpiade ). Yang pertama di lombakan yaitu olimpiade matematika aku dapat rangking 1 dan Erik dapat rangking ke 4 disekolah jadi aku yang terpilih mewakili sekolah. Setelah matematika diadakan lomba bidang studi IPA karena aku sudah terpilih dimatematika maka aku tidak ikut lagi di IPA dan di IPA ini Eriklah yang juara satu. Untuk Bahasa Indonesia dan IPS adalah Lidya dan Amel.
Pada olimpiade tingkat kecamatan sekolah kami berhasil keluar sebagai pemenang juara 1 dan berhak mewakili kecamatan ke tingkat kabupaten. Sekolah kami menang di dua mata pelajaran yaitu Matematika dan IPA, Bahasa Indonesia kami hanya dapat juara 3 sedangkan IPS tidak lolos ke babak final. Aku dan Erik berhasil mewakili kecamatan kami dan pada tingkat kabupaten kami juga mengahasilkan prestasi yang membanggakan aku keluar sebagai juara 1 di matematika dan Erik juara 3 di IPA. Tapi untuk mewakili kabupaten kami ke tingkat provinsi hanya yang juara 1 saja. Di tingkat provinsi memang aku memang tidak keluar sebagai yang terbaik karena hanya dapat peringkat ke lima tapi ini merupakan suatu prestasi yang membanggakan karena bisa mewakili kabupaten bukan hanya yang pertama buat sekolahku saja tapi juga yang pertama buat kecamatan kami.
Yang kedua aku mengalahkan Erik adalah saat ini aku berhasil meraih nilai NEM tertinggi di sekolahku. Sementara Erik tertinggi ke empat, aku bangga sekali dengan ini karena bisa membuktikan ke orang-orang bahwa bisa bukan karena bantuan dari Erik.
Pas kulihat chanel salah satu TV swasta ada tayangan Semi Final Balutangkis Piala Uber antara Indonesia melawan Denmark dimana Susi Susanti sedang bermain melawan Camilla Martin. Oh jadi ini yang namanya susi Susanti yang dikatakan orang ratu bulutangkis Indonesia itu, itulah pertama kali aku melihat Susi Susanti main.
“gimana tadi acaranya disekolah dek?”
Tanya ayah kepadaku
“biasa aja yah, Cuma ramah tamah dan makan bersama dengan guru aja setelah itu pembagian ijazah yah”
Jawabku
“wah asik tu”
Sahut ayah antusias
“asik apaanya yah, adek pengennya sih jalan-jalan kayak tahun-tahun sebelumnya. Gagal deh lihat Istano Baso Pagaruyung, Jam Gadang, Kebun Binatang, Lembah Anai dan Batu Si Malin Kundang karena jalan-jalan batal”
Kataku manyun
“adek harus ngerti ini juga untuk kebaikan bersama, situasi sekarang lagi tidak aman, adek lihat saja sendiri berita di tv ada demo dan kekacauan dimana-mana, asap kebakaran hutan tidak baik untuk kesehatan”
Jawab ayah
(….)
Aku hanya cemberut mendengar kata ayah
“adek tadi seklaian ambil ijazah ya, bagaimana hasilnya?”
Tanya ayah lagi
“Alhamdulillah NEM adek paling tinggi yah, tungu sebentar yah adek jemput dulu”
Jawab ku, kemudian aku menjemput ijazahku ke kamar kemudian memberikannya kepada ayah, ayah mengambilnya.
“wah anak ayah hebat sekali matematikanya juga sembilan. Adek sudah ada rencana pingin sekolah dimana”
Komentar ayah setelah melihat nilai ebtanas ku.
“ya ayah kok tanya adek”
Jawabku
“ya tanya adeklah kan adek yang kan sekolah”
“yang membiayai sekolah adek kan ayah, adek terserah ayah mau menyekolahkan adek dimana”
“apakah adek pengen sekolah di Solok?”
Tanya ayah lagi
“adek sih terserah ayah kalau ayah tidak sanggup biayai adek di SMP ini juga gak apa-apa yah”
“kalau adek ayah sekolahkan di Solok apa adek berani sendiri?”
Tanya ayah lagi meyakinkan
“beranilah ayah adekkan sudah bisa mandiri, tapi kalau ayah ngak sanggup ngak apa-apa yah adek sekolah disini saja”
“tidak dek ayah sudah memikirkan ini, kalau nilai adek bagus ayah pengen adek sekolah di Solok apalagi nilai adek sekarang ini bagus bangat smp unggul itu pasti adek lolos kalau nilainya behini, adek tahu sendirikan di sini tidak ada SMA. Nanti kalau adek tamat SMP adek mau lanjut ke SMA kecamatan kan lumayan jauh juga, transortasi juga tidak selalu ada kalau adek kos tanggung juga mendingan di Solok sekalian. Mumpung nilai adek sekarang tinggi lebih baik dari sekarang saja belum tentu jugakan SMP nanti nilai adek juga bagus”
Kata ayah panjang lebar
“adek terserah ayah saja yah, kalau itu yang terbaik menurut ayah adek setuju saja”
Jawabku
***
Flashback
Erik terlihat senang sekali mendengar kabar bahwa aku akan melanjutkan sekolah ke SMP di Solok. Memang dari awal Erik sangat antusias sekali mengajak aku untuk sekolah bareng di Solok. Dan ketika ia mendengar kabar aku akan sekolah di solok dia yang paling kelihatan bahagia dibanding aku apalagi ibu. Ya ibu awalnya memang kuang setuju aku melanjutkan sekolah ke Solok, bukan tanpa sebab ibu hanya khawatir keadaan aku. Aku sejak dulu mudah sekali mengalami mimisan apalagi kalau cuaca panas, namun ayah berhasil meyakinkan ibu apalgi aku tidak sendirian karena ada Erik dan kami di Solok akan tinggal satu kos.
***
Aku dan Erik mendaftar ke sekolah yang sama, sekolah tersebut terbilang paling favorit di Solok, terbukti walaupun kami mendaftar pada hari ke tiga pendaftaran masih terdapat ratusan siswa yang mendaftar, untunglah loket pendaftaran di bagi tiga loket. Loket pertama untuk melayani siswa dalam rayon loket kedua untuk siswa luar rayon dalam kota dan loket ke tiga untuk siswa luar rayon luar kota. Dari luar rayon luar kota pun tak kalah ramainya, yang mendaftar ada ratusan siswa padahal yang diterima kuotanya tidak lebih dari dua puluh orang. Kami sempat khawatir bakalan tidak masuk pada kuota yang diterima. Pada hari pengumuman siswa yang diterima akhirnya nama kami keluar pada daftar yang diterima karena masuk dalam dua puluh besar tepatnya aku di urutan 14 dan erik 19. Setelah memastikan diri diterima dan melakukan pendaftaran ulang hari itu juga kami mencari kos. Ternyata sulit juga mencari kos karena disekitar sekolah bukanlah kawasan kos-kosan dan walaupun ada satu dua itu juga sudah penuh, setelah mencari cukup lama kami dapat juga kos. Kos yang kami dapat sebenarnya bukanlah merupakan kamar kos tapi berupa pavilium yang terdapat di samping rumah ibu kos, jarak kos kami kurang lebih 500 m dari sekolah. Lumayan ngak terlalu jauh kalau jalan kaki.
***
Esok adalah hari pertama kami sekolah jadi hari ini adalah hari pertama kami di kos. Aku dari tadi pagi sudah diantar oleh ayah dan ibu ke kos sendirian, Erik tidak bisa bareng karena ayah ibunya ada urusan dahulu ke sekolah jadi ia datang siang setelah orangtuanya pulang dari sekolah. Ayah dan ibu aku sudah pulang siap zuhur tadi, sekitar jam tiga sore Erik datang, ia diantar oleh ayah, ibu dan kakaknya yang juga sekolah di salah satu SMA disini. Setelah selesai membantu menyusun barang-barang Erik orang tua dan kakak Erik juga pamit. Ada sedikit drama sebelum orangtua Erik pulang, ibunya Erik terlihat menangis dan memeluk Erik erat sekali sambil mencium pipi erik seperti anak kecil. Sampai segitunya ibu seperti mau berpisah lama saja dengan Erik padahal tiap hari sabtu dan libur sekolah juga bakal pulang kampung, jarak kampung kami dengan Solok juga tidak terlalu jauh sekitar 30 km dan kurang lebih satu setengah jam perjalanan. Mungkin Erik adalah anak bungsu dalam keluarganya jadi pastilah dimanja sama orangtuanya. Tapi aku juga anak bungsu, mungkin selain anak bungsu Erik juga merupakan anak laki-laki satu-satunya jadi wajar dimanja.
***
Hari ini adalah hari pertama kami sekolah, seperti biasa pada hari pertama sekolah ini dilakukan upacara bendera. Terasa suasana yang sangat berbeda sekali yang kurasakan ketika di SD dulu. Dulu waktu SD tidak seramai sekarang ini karena hanya terdiri dari sekitar 10 lokal saja, sekarang untuk lokal kelas satu saja sudah sampai lokal I, dari sekian banyak anak baru tidak ada yang aku kenal selain Erik begitu juga dengan Erik tidak ada yang dia kenal selain aku. Kami anak baru dikumpul saja per baris untuk mengikuti upacara karena kami memang belum di bagi kelasnya. Mudah sekali mengumpulkan kami karena kami anak baru semuanya masih menggunakan seragam SD kami selama tiga hari ke depan. Setelah upacara selesai anak kelas dua dan kelas tiga sudah bubar dan masuk kedalam kelas mereka masing-masing, namun seperti biasa banyak dari mereka yang tetap berkeliaran di luar untuk melihat anak-anak baru. Kebetulan ada satu jam kosong setelah upacara bendera sebelum masuk jam pertama belajar yang biasanya digunakan oleh guru untuk rapat. Sedangkan kami anak kelas satu tetap ada di barisan kami untuk menunggu pengumuman berikutnya yaitu pembagian kelas.
Oh ya sekolah kami ini terdiri dari dua gedung, gedung pertama yaitu untuk anak kelas dua dan anak kelas tiga sedangkan untuk anak kelas satu adalah di gedung dua. Antara gedung satu dan gedung dua dipisahkan oleh jalan. Ada juga enaknya kami di letakkan di gedung dua karena acara Mos juga dilangsungkan di gedung dua, ketika acara Mos berlangsung kami tidak ada dijahili oleh kakak kelas karena selama Mos berlangsung yang boleh masuk ke gedung dua adalah panitia Mos saja yang biasanya terdiri dari anak-anak osis. Sebelum kegiatan Mos berlangsung terlebih dahulu diadakan pembagian kelas, ternyata aku dan Erik ada dalam satu kelas yang sama. MOS berlangsung selama tiga hari, banyak kegiatan yang dilakukan selama Mos, buat aku banyak yang membosankan daripada yang seru.
Setelah kegiatan Mos berakhir baru kami menjalani sekolah sperti anak-anak kelas dua dan kelas tiga dimana kami memakai seragam SMP. Di sekolah ini terdapat kelas unggul, aku dan Erik juga masuk dalam kelas unggul tersebut. Ada enak dan tidak enaknya masuk kelas unggul ini. Yang enaknya kita jadi termotivasi dalam belajar karena pada umumnya anak-anak yang masuk dalam kelas ini adalah anak-anak yang mempunyai prestasi yang baik. Yang tidak enaknya yaitu dalam pergaulan, kebanyakan dari mereka cuma bicara hanya dengan kawan sebangkunya saja, pada jam istirahat kebanyakan mereka juga di dalam kelas saja. Mereka keluar cuma jajan ke kantin membeli kue saja kemudian kembali ke kelas. Boro-boro dengan kelas lain dengan anak lokalnya saja mereka jarang bergaul bahkan sudah satu bulan sekolah aku ada yang satu dua dari mereka yang belum pernah bicara dengan mereka, ketemu di jalanpun hanya tersenyum saja, beda sekali dengan suasana sekolah di kampung (bagaimana ya kawan-kawan yang sekolah di kampung)! Jadi rindu sekolah di kampung andaikan waktu bisa diputar. Apalagi disekolah ini juga jarang kegiatan ekskul (kalau tidak salah waktu saat itu cuma ada pramuka dan PKS, mmm... suatu nilai minus untuk sebuah sekolah unggul), jadi tambah payah untuk bersosialisasi. Disetiap sekolah pasti ada saja siswa yang berlagak sok jago di sekolah, hobi memalak siswa lainnya, target mereka biasanya adalah anak-anak yang kurang dalam pergaulan yang kebanyakan berada dalam kelas unggul. Mungkin itu juga yang membuat anak-anak kelas kami jarang bergaul dan banyak menghabiskan waktu di dalam kelas walaupun pada jam istirahat, kalaupun keluar itupun nongkrong di depan kelas.
Waktu terus berjalan kegiatan rutin sehari-hari disekolah berjalan hampir sama setiap hari, di kelaspun aku sudah kenal dengan semua penghuninya meskipun untuk urusan kekompakan kelas masih jauh bisa dikatakan kompak, mungkin kalau ada pemilihan kelas yang tidak kompak maka kelas akulah yang juaranya. Kalau soal prestasi aku angkat dua jempol kepada kelas aku, dari tiga orang juara umum yang diambil dari kelas satu dua dan tiga kelas kami menempatkan dua wakilnya di juara umum satu dan tiga pada pembagian rapor caturwulan satu. Sedangkan aku di kelas tidak masuk di sepuluh besar kalau diurut aku berada di urutan delapan belas. Tapi aku juga cukup bangga karena kalau disbanding nilai kelas lain aku bisa rangking satu atau dua dan satu lagi nilaiku lebih baik dari nilai Erik. Aku bangga sekali untuk pertama kalinya sejak sekelas dari kelas tiga SD aku bisa mengalahkan nilai Erik.
Kehidupan di kos tidak jauh berbeda dengan di sekolah karena kami tinggal bukan di kawasan kos-kosan jadi cuma kami berdua yang kos di sini, terasa sepi sekali tapi untunglah kakak Erik yang sekolah di SMA sering datang ke kos. Ia datang ke kos minimal dua kali sehari untuk mengontrol Erik karena Erik belum bisa mandiri sepenuhnya. Orang tua Erik juga, dalam sebulan ada dua sampai tiga kali menjenguk Erik ke kos, ketika mereka datang juga sering menginap. Mungkin ini juga alasan mereka mencarikan Erik kos tidak di kawasan kos-kosan agar Erik bisa mandiri dan kalau mereka berkunjung bisa menginap.
mmm... gimana ya!!!!
ya atau tidak
nanti bbrp part brikutnya bisa di simpulkan
flashback
Sebelumnya (awal-awal sekolah)
Sebagaimana telah aku ceritakan sebelumnya walaupun sekolah kami ini merupakan salah satu sekolah unggul tapi kalau urusan exskul sangat minim sekali. Yang ada saat itu cuma Pramuka sama PKS (Patroli Keamanan Sekolah). Memang untuk fasilitas pendukung exskul sangat minim sekali bahkan satu lapangan basketpun yang biasanya ada di setiap smp bahkan smp yang ada di pelosok saja punya sekolah aku ini tidak punya, boro-boro lapangan basket untuk belajar saja kelas satu dipisah dari kelas dua dan tiga ke gedung dua (karena lahannya sempit). Jadi kegiatan yang ada di sekoalah cuma belajar, belajar dan belajar kalau setelah jam pulang sekolah hampir tidak ada kegiatan di sini. Untuk yang hobi kegiatan ektra biasanya mencari di luar sekolah begitu juga dengan Erik yang hobi main sepak bola bergabung dengan anak-anak di luar untuk main sepak bola.
“Ju nanti kalau pergi les titip saja kunci kamu sama pak Indra ya”
Kata Erik padaku
“memangnya kunci kamu mana?”
Tanyaku heran kok tumben-tumbenan Erik suruh aku titip kunci ke pak Indra. Pak indra adalah bapak tetangga kos kami yang pynya kedai di depan kos.
“kunciku tinggal di tempat kak Ami”
Jawab Erik
“mang kamu pulang sekolah mau kemana, ngak langsung pulang?”
“aku pulang sekolah langsung pergi les, kemaren aku sudah pindah jadwal dan hari ini aku sudah bisa gabung dengan anak kelas pertama jam setengah tiga”
Aku dan Erik setelah pulang sekolah ikut les bahasa inggris, biasanya kami masuk pada jam kedua yaitu jam setengah lima. Sedangkan jam pertama jam setengah 3 sore selesainya jam 4, jam kedua jam setengah 5 sore sampai jam 6, aku biasanya pergi jam 4 jadi kalau Erik pulang jam 4 pastilah ia tidak akan bertemu dengan aku di kos. Erik pindah jadwal ke jam setengah tiga sore karena jam setengah 5 dia ikut latihan sepak bola dengan klub barunya. Selain hari jum’at jarang sekali kami bertemu di kos pada siang hari.
“ok lah nanti aku titip ke pak Indra, tapi nanti titip balik ya”
“ya”
***
Tak terasa waktu berjalan sudah lebih setahun saja aku sekolah di Solok. Aku dan Erik pada tahun ke dua ini juga masih tinggal satu kos, bedanya sekarang ini kakak Erik tidak ada lagi datang ke kos karena dia sudah kuliah di Padang, sedangkan orang tua Erik sesekali saja datang menjenguk Erik.
Hari ini aku pulang sekolah agak telat karena ada pelajaran tambahan, siang ini cuaca terasa panas sekali, berjalan pulang sekolah siang ini terasa haus tenggorokan terasa perih, panas-panas begini enaknya bikin es teh manis. Aku mampir dahulu di kedai pak Indra untuk membeli es batu. Setelah dari kedai pak Indra aku langsung buru-buru ke kos karena ngak sabar pengen buat es teh manis untuk menyegarkan tenggorokan ini. Setelah tiba di kos cepat-cepat kubuka kunci pintu dan mendorongnya untuk membuka pintu tapi pas baru terbuka sedikit seperti ada yang mengganjal, kudorong lagi tapi terasa semakin keras lalu aku tarik lagi kedepan kuat-kuat setelah terlepas dari ganjalan itu baru aku dorong pelan-pelan. Setelah pintu terbuka kulihat ternyata yang mengganjal tersebut adalah sandal jepit kepunyaan Erik. Aku kesal sekali ternyata Erik ini tidak juga berubah menaruh sandal sembarangan padahal sudah ada rak sepatu untuk menaruh sandal dan sepatu. Bukan hanya itu saja ketika aku masuk ke dalam ternyata juga ada sampah bungkus makanan ringan (nama makanan tersebut sama dengan nama candi yang merupakan salah satu keajaiban dunia) yang berserakan di lantai dan juga masih ada isinya yang keluar dari bungkusnya, untung belum di gerogoti semut.
Memang akhir-akhir ini aku sering di buat kesal oleh ulah si Erik, selain suka menaruh sandal dan sepatu tidak di rak sepatu dia juga sering membiarkan sampah cemilannya berserakan sembarangan padahal di dalam rumah sudah tersedia tempat sampah. Kadang ketika aku tegur dia menjawab dengan santai “sori tadi buru-buru”. Kalau sekali dua kali buru-buru sih itu biasa tapi kalau berkali-kali itu kan sudah kebiasaan namanya. Untung kali ini juga tidak ada air minum yang tumpah.
Siapa yang ngak kesal melihat sampah berserakan padahal soal kebersihan kos terutama menyapu lantai kebanyakan aku yang melakukan apalagi semenjak kakak Erik kuliah di Padang. Dulu ketika kakak Erik masih berkunjung ke sini dialah yang membantu-bantu membersihkan tapi sekarang hampir semua aku yang melakukan, jarang sekali Erik membantu paling hanya tiga sampai empat kali dalam sebulan. Apalagi membuang sampah ke depan hampir tak pernah dia lakukan.
***
Rutinitas membosankan berjalan di kos setiap hari masih seputar sifatnya Erik. Semenjak Erik bergabung dengan klub bola sifatnya berubah, dia sekarang mudah tersinggung, hampir tidak pernah lagi aku bercanda dengannya. Boro-boro bercanda untuk sekedar bicara saja dengannya aku malas, aku bicara kalau ada kepentingan saja daripada sakit hati lebih baik diam. Kadang hal kecil saja bisa membuat aku kesal dengannya seperti ketika dia tengah belajar kemudian setelah selesai dia membiarkan saja bukunya terletak dilantai dalam keadaan terbuka lagi ketika aku hendak menyapu aku suruh dia untuk memindahkan bukunya ke atas meja atau rak buku tapi dia malah membuat aku kesal.
“ribet amat sih, memang buku itu mengganggumu apa”
Jawabnya kesal
“mengganggu sih ngak tapi aku mau nyapu, nanti kalo kena debu malah bikin ribet lagi”
Jawabku ngak kalah kesal, dengan sedikit terpaksa dan kesal dia akhirnya mau memindahkan bukunya.
Bukan hanya itu saja tapi ada yang lebih membuat aku sakit hati ketika dia pulang dari latihan bola setelah menaruh sepatu sembarangan kemudian dia juga meletakkan baju kotornya dengan menggantungkan di belakang pintu. Tidak hanya bajunya yang itu saja tapi aku lihat ada beberapa baju kotor yang juga sudah tidak dia pakai lagi yang membuat gantungan baju di belakang pintu penuh di tambah lagi beberapa baju yang digantung di dinding.
“Rik mending baju yang sudah kotor tu lebih baik di taruh aja di keranjang atau langsung aja di taruh dalam ransel”
Kataku
Erik memang tidak pernah mencuci bajunya sendiri, dia lebih suka membawa bajunya pulang kampung pada hari sabtu, ketika ia pulang kampung dia membawa tas ransel besar yang berisi baju-bajunya atau kadang ibunya yang mencuci ketika berkunjung.
“biarin aja dulu nanti aja sekalian”
Jawabnya santai
“kalau digantung banyak-banyak begitu banyak nyamuk”
Balasku kesal
“nyamuk aja jadi masalah manja amat kayak cewek aja”
Jawabnya sinis
“kamu itu kenapa sih Rik, sinis aja bawaanya”
Kataku lagi dengan kesal
“kamu itu yang kenapa, sok jadi penguasa”
Balasnya
“maksudmu apa?”
Tanyaku heran
“kita ini disini sama-sama ngontrak kan, jadi lo jangan sok ngatur-ngatur aku ya, nyuruh ini itu”
“aku ngak ngatur-ngatur mu Rik, ngak nyuruh ini itu aku kan cuma kasih saran aja kok, kalau itu salah menurutmu ya udah”
“bodoh amat”
Jawabnya cuek
***
bakalan dilanjut kok, tp gak janji cepat, maklum skrg lg sibuk2nya krn
mau masuk thn ajaran baru tambah lg mau lebaran
@lulu_75
ya ni saat itu knp ya bawaannya kesal dan berantem melulu.
maklum jiwa muda usia 13 tahun kala itu slalu merasa paling benar