It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
"Kalau sudah selesai ayo di kumpulkan. Sudah jam istirahat lo ini."
Kelas langsung ramai. Beberapa dari mereka ada yang terang-terangan menyontek. Aku langsung menarik kertas Verry dan menyalinnya.
"Eeeeeeee....ee..eee...eeee...." Verry menggodaku.
Dia tertawa. Sialan.
Akhirnya aku terpaksa mengumpulkan kertas tesku saat di ambil paksa sama ketua kelas.
"AAAAAAAAAAAAAAHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHH......." desahku sepenuh tenaga sambil memegang kepala belakangku, "ada yang belum aku jawaaaabbb...."
Beberapa teman yang duduk tak jauh dariku tertawa melihatku yang putus asa.
"Udah nggak apa-apa," kata Verry, "toh cuma tes aja kan?!"
"Gy," Retno menghampiriku, "ini kaset yang mau kamu pinjam."
Dia meletakkan kaset lawas itu di atas mejaku.
Beberapa hari yang lalu aku pinjam koleksi kaset dia. Musik tahun 70an.
"Oke...thank's."
"Tesmu kacau ya?" tanya Vinna yang duduk di depanku.
"Aaaahhhh....nggak tau lah."
"Mau kemana?" tanya Verry saat melihatku beranjak dari dudukku, "ke kantin?"
"Kamu mau kekantin?" tanyaku balik sambil melihat uangku yang ada di saku.
"Ya ayo aja."
"Kamu duluan deh, nanti aku nyusul. Aku mau ke WC. Beol."
Verry mengangkat bibir atasnya sampai menutupi lubang hidung.
"Biasa aja!!" tanganku refleks menampol kepalanya.
Saat melewati meja Indra aku tidak melihatnya. Maksudnya, aku kebelet. Jadi nggak ada waktu buat melirik ke arahnya.
Saat aku keluar kelas ada yang menabrakku. Seorang anak hampir jatuh, begitu juga denganku.
"Sorry," refleks aku membantunya mengambil hp yang terjatuh ke lantai.
Hp itu aku sodorkan ke arahnya, untung nggak rusak. Semoga nggak rusak. Kalau rusak aku yang sekarang nggak mungkin bisa menggantinya.
"Wooee!!!" aku menatap anak itu karena dia belum mengambilnya lagi.
Tapi dia hanya diam menatapku dengan bibir sedikit terbuka.
Astaga...rambut depannya hampir sama seperti rambut Eggy saat pertama kali aku masuk ke dalam tubuh ini.
"Halloo...???" iseng aku menggerakkan hp nya di depan wajahnya.
"Kamu itu....siapa??"
...
Aku berkedip beberapa kali.
Aku...siapa?
Eggy kan? Aku nggak tahu nama dia sih. Wajar karena aku ini bukan Eggy yang asli. Tapi masa dia nggak kenal aku. Maksudku...Eggy. Dia anak sebelah kan? Masa nggak kenal??
"Eggy?!" sahutku pelan.
Seharusnya nggak aku jawab ya? Kalau anak SMA seusia mereka, mungkin bakal di jawab dengan gurauan....kan???
"Bukan. Kamu bukan...Eggy."
Mataku langsung menyipit.
Puuuukkk....
Tepukan pelan dibahuku membuatku terjingkat.
Verry.
Hp yang aku pegang langsung di sambar anak itu begitu saja sebelum beranjak pergi.
"He...Hei!!!" panggilku, tapi anak itu berjalan cepat sekali.
"Ngapain sama dia?"
"Kamu kenal anak itu?"
"Reis. Anaknya dukun."
"HUH????" aku langsung menatap Verry.
Verry mengangkat bahu.
"Gossipnya."
"Jadi nggak yakin anaknya dukun kan??"
Sial...dia tahu aku bukan Eggy???"
Anak itu???
Tahu????
"Ya...nggak yakin sih. Ada yang bilang dia anaknya pak lurah kok."
"Ver...." aku memegang kedua bahu Verry sambil menatapnya takut.
"A...apa? Kenapa?"
Setelah itu dia langsung menengok ke kiri dan ke kanan.
"Ikut aku om!!"
Verry mengajakku ke tempat yang sepi. Menghindari keramaian.
"Ada apa?" tanya Verry yang seakan tahu pembicaraanku ini penting.
"Anak itu. Si Reis. Dia tahu aku bukan Eggy."
Kakiku mendadak dingin. Dinginnya dari telapak kaki hingga lutut.
"A...apa om? Reis tahu???"
Aku tidak bisa berbicara, seolah tenggorokanku tercekik. Akhirnya aku hanya bisa mengangguk.
"Jadi...benar dia anaknya dukun," desis Verry yang membuatku kesal.
"BUKAN ITU VER!!!!" bentakku tanpa sadar, "dia tahu aku bukan Eggy. Aku...aku nggak tahu itu bisa menjadi lebih buruk atau tidak. Tapi kalau...kalau..."
Verry menghela nafas panjang.
"Apa sih yang om takutin? Takut kalau dia membeberkannya?? Nggak akan ada yang percaya. Dia dianggap aneh. Dia nggak punya teman dan dia...ya...dia itu...aneh."
Aku menatap Verry. Entah apa yang aku takutkan. Tapi aku takut saat orang lain sampai tahu kondisi ini. Kondisiku.
Tapi saat Verry mengatakan Reis aneh, aku mempunyai pendapat berbeda. Reis sama sekali nggak aneh. Dia bisa tahu aku bukan Eggy, mungkin, jadi dia...dia itu...oke. Dia aneh.
~whoami~
sorry2. aq lagi kesemsem ama game smpe lupa nerusin hahahaha...lagi main perang hunter nih. lgi semangat naikin power
Diceritaku "Ingat Wajah Lupa Rasa"
Gara-gara kejadian Reis aku jadi nggak tenang. Selama pelajaran aku memikirkan anak itu. Sampai sejauh mana dia tau kondisiku?
Saat bel berdering nyaring tanda pelajaran berakhir, aku buru-buru membereskan semua buku dan alat tulisku. Aku langsung melangkah cepat. Sampai beberapa kali aku harus bertabrakan dengan teman sekelasku.
"Sorry-sorry lagi buru-buru nih."
Aku langsung menghampiri kelas sebelah. Tapi Reis sudah menghilang. Batang hidungnya sudah nggak kelihatan.
"Reis mana??" tanyaku pada salah satu teman sekelasnya.
"Udah kluar duluan tadi."
Sial.
Aku langsung berlari mencarinya. Mataku tak lepas dari wajah-wajah kucel.
Mana...mana...ada dimana...si Reis itu, apa dia tau kalau aku mau mencarinya?
Keman....
Ketemu.
Aku menampah kecepatan lariku.
"Re....isss!!!!" aku berhasil menarik tasnya yang bertengger di punggungnya.
"Wooo...woooaaa...." dia nampak limbung.
Buru-buru aku menahan bahunya.
"Ja....jangan pulang dulu," nafasku tersengal.
Bayangin. Dari kelas berlarian seperti orang gila.
Reis sama sekali tidak melihatku. Dia hanya menunduk tak nyaman.
"Aku mau....haaaa....mau ngomong."
Kali ini dia menatapku.
Kantung matanya besar dan hitam. Tadi nggak kelihatan sih, baru sekarang aku memperhatikannya secara detail.
"Aku mau les," sahutnya pelan.
"Sebentar aja."
Dia mulai kembali melangkahkan kakinya. Aku ikutan berjalan mundur di depannya.
"Pleaseeeeee......"
Dia masih bungkam.
"Hanya sebentar. Kita bisa ngobrol sambil makan dan minum mungkin??"
Sial aku seperti sedang menggoda cewek saja.
"Aku mau les. Nggak ada waktu," dia masih berjalan.
Akhirnya aku berhenti dan membuatnya ikut berhenti.
Aku menatapnya tajam.
"Ini penting dan aku butuh bantuanmu."
Untuk beberapa saat dia terdiam sebelum menghela nafas.
"Sebentar aja ya. Aku cuma punya waktu setengah jam. Aku bel..."
"Oke cukup," potongku, "nggak sampai setengah jam. Janji."
"Yaudah kita ngobrol di sini aja," ajaknya.
Aku langsung melihat sekeliling.
Ada pohon besar di tak jauh dari pagar sekolah.
"Disana aja," usulku.
Dia dengan patuh mengikutiku.
Awalnya aku bingung mau ngomong apa. Secara aku nggak pernah ngobrol sama dia. Apalagi orangnya cukup pendiam.
"Anu..."
Reis menatapku.
"Tadi...kamu bilang kalau aku bukan Eggy kan?!"
Dia masih menatapku.
"Siapa aku yang kamu lihat?"
"Mungkin aku salah lihat."
"NGGAK MUNGKIN!!!" tanpa sadar aku berteriak.
Reis sampai terjingkat kaget. Beberapa anak yang melewati kami sampai melihat.
Aku menghela nafas panjang. Beberapa kali sampai mengusap wajahku dengan telapak tangan.
"Jadi Reis....apa yang kamu lihat tadi??" tanyaku lagi setelah menenangkan diri.
"Apa...."
"Tolong jawab jujur," pintaku sambil memegang bahunya.
"..."
"..."
"..."
"..."
"Aku...aku tadi seperti melihat wajah orang yang lebih dewasa dan itu bukan wajahmu," kata Reis pelan, "cuma sekilas."
Om-om... itu aku.
"Cewek? Cowok?"
"Cowok."
Jelas itu aku. ITU AKU.
"Apalagi...??"
"Cuma itu."
Aku menatap Reis sambil terus memegang bahunya.
Persetan dengan pikiran orang-orang yang melewati kami.
"Sakit," desis Reis yang membuatku langsung melepaskan bahunya.
"So...sorry."
"Udah kan??"
Aku terdiam sejenak sebelum mengangguk. Reis langsung pergi meninggalkanku.
Aku nggak tahu harus gimana. Yang aku lakukan hanya bersandar di pohon. Menopang tubuhku yang terasa lemas.
Aku kira....bisa mendapatkan lebih darinya. Tapi ternyata...