It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Dengan perasaan was-was aku mulai membuka perlahan bungkusan karton yang aku pegang ini, apa isinya? Jantungku kembali berdegup kencang ketika tengah membuka plester yang merekat di atas karton dan akhirnya aku membuka penutup karton dengan perlahan, sesekali aku mengintip adekku yang tak sabar melihat isinya.
1….2…..3……
‘apa isinya’ batinku ketika menarik sebuah benda di dalam kotak karton.. tunggu sebentar.. apa yang aku rasakan di telapak tanganku.. kaca? tanganku merasakan adanya kaca di dalam kotak.
Perlahan aku menarik benda yang aku pegang sambil menutup mataku dengan perasaan yang tak karuan, jantungku masih saja berpacu dengan cepatnya tiada henti. Mengapa aku jadi seperti ini? Aku memegang ujung benda yang aku pegang dengan tanganku, sepertinya yang aku pegang ini adalah bingkai foto, jika benar benda yang aku pegang ini adalah bingkai foto, itu artinya di dalam bingkai tersebut terdapat fotoku dan Fael dan itu artinya adekku akan mengetahui hubunganku bersama Fael? Ohh Tuhan… aku takut sekali.. aku belum siap jika adekku mengetahui diriku yang sebenarnya, aku belum siap jika adekku mengetahui bahwa aku penyuka sesama jenis.
“kak….” ucap adekku pelan. Tangan adekku menyentuh jemariku yang memegang benda pemberian Fael.. aku masih dengan mata tertutup.
“so sweet banget pacar kakak yaa ampuuuunnnnn” kata adekku girang penuh semangat yang membuat diriku terkejut seperti terkena kejut listrik. Dengan perlahan aku membuka mataku tuk melihat langsung benda yang telah aku pegang ini.
“ahhh so sweet banget… umm happy 1 month yaa kak..”
Pada awalnya mataku, aku buka dengan sangat lamban dan sekarang justru sebaliknya, mataku telah berhasil terbuka dengan lebarnya akibat mendengar perkataan adekku tadi. Indra penglihatanku langsung tertuju pada benda yang aku pegang.. Foto… bingkai foto… sebuah foto.. fotoku bersama Fael.. fotoku bersama Fael sedang tengkurap di atas ranjangnya dengan berpose diriku yang memperhatikan kamera tersenyum manis sedangkan Fael menatapku dari sebelah kiri sambil bertopang dagu, foto tersebut di ambil sekitar seminggu yang lalu di saat aku menginap di rumahnya. Akupun langsung menoleh ke arah adekku yang berada di depanku.
“kenapa kak?? kok liat adek kayak gitu sih?”
“engg.. g—gak.. gak apa..” kataku kikuk. Aku takut sekali.
DEG!! Jantungku rasanya berhenti mendadak akibat sentuhan kedua tangan adekku menyentuh jemariku.
“kakak pasti takut kan??” kata adekku pelan. Aku tak menjawab perkataan adekku, aku hanya memperhatikan fotoku bersama Fael dengan tatapan kosong.
“kakak gak perlu takut..”
“lagian adek udah lama tau hubungan kakak dengan kak Raffael”
DEG…!
“kak.. kakak kok diem aja..”
Sejak kapan adekku mengetahui hubunganku dengan Fael?
“kak…!” kata adekku sedikit keras.
“..oohh i-iyaa apa?”
Adekku mengambil benda pemberian Fael dan menaruhnya di atas meja lipatku, adekku kembali duduk di hadapanku. Aku hanya membalas dengan tatapan datar tanpa ekspresi yang sebenarnya diriku sudah di ambang batas ketakutan. Kemudian adekku kembali menyentuh kedua jemariku di sambung dengan elusan tangannya. Aku masih saja tidak bergeming dengan apa yang di lakukan adekku dan mengapa Fael justru memberikan kado itu kepada adekku? Ataukah Fael telah memberitahu hubungan kita kepada adekku?
“..adek tau.. sebenarnya bukan kehendak kakak menjadi seperti sekarang ini..”
“dan adek juga gak menyalahkan kakak atas apa yang kakak lakukan sekarang ini..”
“adek ngerti kok gimana perasaan kakak..”
“jadi intinya kakak gak perlu nutupin hal ini lagi ke adek..”
“dek!” kataku memotong masih dengan ekspresi datarku melihat adekku.
“a—apaa m-maksud adek?” kataku gugup.
“maksud adek?.. apaan sih kakak nih” kata adekku lalu melepas genggaman di jemariku.
“j—jadi adek tau kalau kakak adalah…”
“GAY!” kata adekku sarkas.
Oh Tuhan..
Adekku kembali menggenggam kedua jemariku, adekku menatapku dengan pasti lalu terpancar senyum merekah adekku kemudian memegang pipi kiriku dengan tangan kirinya sekaligus mengusap lembut.
“gak perlu kakak nutupin hal ini ke adek..”
“adek udah tau semua..”
“kakak gak perlu takut sama adek.. kakak juga gak perlu takut menjadi diri kakak sendiri..”
“adek lebih suka dengan kakak yang sekarang.. sifat kakak lebih santai dari yang dulu-dulu..”
“dulu kakak lebih terlihat kaku.. kakak lebih sering menyendiri.. lebih sering banyak diamnya..”
“apalagi di saat mendengar kabar ayah dan ibu bercerai..”
“kakak terlihat tertekan sekali..”
“dan adek sangat bersyukur sekali kakak mengenal kak Dimas dan kak Rini..”
“kak Dimas dan kak Rini berhasil mengembalikan sifat dan kepribadian kakak kembali seperti semula..”
“apalagi saat ini.. adek lebih sering melihat kakak tertawa tanpa beban.. adek bersyukur kakak di pertemukan dengan kak Raffael dan sekarang status kakak dengan kak Raffael adalah sepasang kekasih” kata adekku panjang lebar tanpa jeda disertai dengan senyum lebarnya menatapku.
“awwww!!.. kenapa adek cubit kakak??!” pekikku.
“adek udah ngomong panjang lebar cuman di tanggapin dengan kebisuan kakak.. gimana adek gak kesel..!!”
Apa yang harus aku bicarakan dengan adekku? Di otakku tidak menemukan satu kosa katapun untuk di transfer melalui jaringan-jaringan otak kemudian di keluarkan lewat pita suaraku. Seakan-akan jaringan di tubuhku berhenti mendadak ketika mencerna panjang lebar ucapan adekku. Bisu! Aku hanya bisa membisu..
“kan sudah adek bilang.. kakak gak perlu takut.. kakak gak perlu nutupin hal ini ke adek, adek udah tau semuanya.. kenapa kakak masih bengong aja? Emang kakak beranggapan kalau adek bakal laporin ke ibu gitu?? Buat apa adek laporin hal ini ke ibu, tooh ibu lebih mementingkan dunianya sendiri sekarang dan..”
“sssstttttttt!!” desisku reflek menutup mulutnya menggunakan tanganku.. adekku meronta meminta melepaskan tanganku dari mulutnya.
“gak ada yang dengar kali.. ibu juga gak ada dirumah..!” kata adekku dengan suara keras lagi.
Aku hanya tertunduk lesu sekarang aku pasrah, entah dengan ekspresi apa adekku melihatku sekarang, aku tertunduk memperhatikan kedua jemariku yang tertindih jemari adekku, aku tak habis fikir dengan apa yang adekku katakan panjang lebar itu, aku mencerna setiap perkataan adekku, aku mulai kembali mendongak dan memperhatikan wajah adekku, adekku tetap saja memancarkan senyum manisnya yang menatapku.
“kakak gak perlu cemas dengan status kakak sekarang ini..” aku mengulum bibir bawahku.
“a-adek gak merasa jijik atau aneh dengan kakak?” kalimat itu keluar begitu saja dari mulutku tanpa kusadari sehingga aku reflek menggigit bibir bawahku.
“jijik dengan kakak?? Buat apa jijik? Emangnya kakak kelihatan menjijikan??” aku kembali tertunduk menatap dengan tatapan kosong ke karpet.
“adek gak masalah dengan apa yang kakak lakukan sekarang ini..”
“adek juga gak masalah dengan perbedaan kakak selagi itu benar buat adek”
“m-maksud adek??” tanyaku gugup.. adekku mengambil nafas sejenak.
“kakak berbeda kan??” tanya adekku. yaa.. aku berbeda batinku berucap.
“berbeda dalam artian.. umm… orientasi sexual” aku mengangguk lemah menanggapinya.
“beda orientasi sexual bukan berarti kakak aneh atau menjijikan seperti yang kakak ucapkan tadi” aku tidak menjawab perkataan adekku.
“ayolah kak.. percaya sama apa yang adek bilang.. lagian..”
“tapi kakak ini adalah saudaramu dek” potongku.
“terus apa masalahnya?” tanya adekku.
“kakak ini saudara kandungmu, kakak laki-lakimu, adek gak kecewa dengan kekurangan kakak ini?..”
“what??!! Kekurangan??.. kakak anggap itu kekurangan?..”
“kalau kakak menganggap itu kekurangan kakak.. kenapa kakak gak mengubahnya??” sambungnya.
“kakak sudah berusaha.. tapi sia-sia saja yang kakak lakukan.. kakak bagaikan seorang penipu..”
“itulah maksud adek.. adek gak mau kakak membohongi diri sendiri apa lagi orang lain apa lagi membohongi adek sendiri.. terserah orang menganggap apa dari diri kakak itu, terserah orang-orang mencemooh kakak ataupun mencela kakak, mereka tidak tahu rasanya menjadi orang yang sedikit berbeda, lagipula perbedaan kakak tidak berdampak buruk bagi orang lain dan bagi adek sendiri, orang-orang yang mencemooh atau menganggap jijik gay adalah orang-orang yang berpengetahuan rendah kak, mereka gak tau filosofi secara rinci tentang dunia gay, mereka menganggap bahwa gay itu tabu, dosa dan berdampak buruk bagi orang lain.. ahh…!!” desah adekku emosi.
“jadilah diri kakak sendiri tanpa ada rasa takut kak, apalagi takut karena adek.. adek baik-baik saja dengan dunia kakak yang berbeda itu..” terang adekku dengan nada lembutnya. Mulutku sedikit terbuka mendengar perkataan adekku.. ohh Tuhan.. apa dia benar-benar adekku Siska? Hatiku sedikit terguncang kagum melihatnya yang tersenyum manis ke arahku.
“adek sayang kakak…” ucapnya lirih lalu mendaratkan pelukannya.. aku membalas pelukan adekku yang sangat aku sayangi ini, ku eratkan pelukanku dengannya meresapi setiap tubuhnya yang menempel dengan tubuhku, kucium perlahan rambut panjangnya yang terurai berwarna hitam legam.
“terima kasih dek” gumamku pelan dalam dekapan.
“setelah ini adek mau dengar awal mulanya kakak jadian sama kak Raffael gimana hihii..” kekehan adekku terdengar di belakang telingaku.
Setelah berpelukan cukup lama akupun menceritkan apa yang diminta adekku itu, dia terlihat gembira sekali dengan tutur kata yang aku ceritakan padanya, adekku meresapi setiap perkaatanku dan mengangguk pelan menanggapi tiap perkataanku dan adekku berharap hubunganku dengan Fael akan terus membaik hingga nanti namun tetap saja aku tidak bisa berharap banyak dengan hubungan terlarang ini, lambat laun hubungan kami akan di makan waktu, waktulah yang akan menjawab hubunganku dan Fael.
@awi_12345 @lulu_75 @key_st5 @Aurora_69 @andrik2007 @Llybophi
Ituh, tokoh yg lain mana ya thor? Kok nggk ada muncul2 lagi yes, jadi hambar aja kesannya. Hih, rekues dunk munculin tokoh yg lain, biar rame lagi. Okeh.
@Rama212
Moga aja masih ada yang baca maaf masih banyak kekurangan, masih belum ada adegan adegan yang hawtt hehe... selamat membaca gay
(26) Raffa POV
Aku terbangun dari tidurku yang tak nyenyak menyambut pagi hari yang cukup cerah ini, cerahnya pagi ini tak sebanding dengan apa yang ada di dalam benakku. Di benakku tengah mengkhawatirkan seorang wanita yang telah melahirkanku.. ibuku! Semalam ibu tak menampakan dirinya dirumah ini di tambah lagi dengan cuaca yang tak menentu. Semalam tempat tinggal kami di guyur oleh hujan yang cukup deras sekitar pukul 9 di saat aku dan adekku tengah asyik bercerita tentang hubunganku bersama Fael. Ada rasa kesenangan tersendiri yang aku rasakan ketika adekku telah mengetahui jati diriku yang sebenarnya bahwa aku adalah seorang gay, namun sebagian dari hatiku juga adanya sedikit pertentangan melainkan tidak menyukai sikap adekku yang begitu saja menerimaku sebagai saudaranya yang gay!
*kreeek*
“barusan aja adek mau bangunin kakak.. ehh gak taunya udah bangun duluan..” kata adekku berada di ambang pintu. Aku tersenyum melihatnya dan aku juga menyukai perlakuan adekku yang sering membangunkanku di pagi hari namun tidak di pagi ini, aku lebih dahulu terbangun dari tidurku.
Aku mengisyaratkan adekku tuk mendekat denganku.
“apaan??” tanyanya heran dan menghampiriku duduk bersila di samping kasurku.
“ibu sudah pulang?” tanyaku dengan pelan.
“belum” jawabnya singkat.
“kenapa??”sambungnya, pertanyaan aneh menurutku dan Tidak ada raut khawatir sedikitpun di wajah adekku, akankah sifat adekku terus seperti ini dengan ibuku? Sifat acuh tak acuh adekku terhadap ibu?
“kakak shalat gih..” perintahnya lalu bangkit dari duduknya berjalan keluar kamarku.
‘kapan adekku bisa merubah sikap acuh tak acuhnya itu terhadap ibu’ gumamku.
**
Sekarang menunjukkan pukul 8 pagi, ibuku sampai detik ini tak kunjung menampakan batang hidungnya, ke khawatiranku terus melanda di benakku, aku takut sekali terjadi hal yang tak di inginkan menimpa ibuku, pasalnya ponsel ibuku semalam hingga detik ini tak bisa di hubungi. Aku termenung menanti kedatangan ibu sembari duduk di kursi rotan di teras rumah.
“kaaaaaaak….!” Aku tersadar dari lamunanku mendengar teriakan adekku yang berada di dalam rumah. Adekku keluar menghampiriku sambil membawa ponselku, mungkinkah ada panggilan dari ibu?
“niih pacar kakak tadi nelpon..” ucapnya santai memberikan ponsel kepadaku. Aku mengambil ponsel buntutku dan melihat layarnya yang terlihat notifikasi panggilan tak terjawab lalu aku langsung menutup notifikasi itu.
“tadi barusan adek mau angkat.. eh gak taunya keburu teputus” kata adekku yang tengah duduk di kursi rotan.
*drrrtt drrtt*
Getaran ponsel buntutku terasa di tangan kiriku, kulihat layarnya, tertera nomor asing yang masuk menelponku, aku langsung memperlihatkan layar tersebut ke adekku tuk memastikan apakah nomor ini yang di ucapkan adekku.
“ehh.. tadi yang nelpon bukan nomor itu kak.. yang nelpon tadi beneran nomornya kak Raffael.. nomor kak Raffael kan belakangnya 221” aku tersenyum seringai mendengar perkataannya tadi, ternyata adekku begitu hafal dengan nomor Fael, aku sengaja tidak menyimpan nomor Fael ketika aku dan dia menjalin hubungan.
“angkat kak..” seru adekku. aku lalu menekan tombol menerima panggilan.
“h-haloo..” ucapku menerima panggilan.
“halooo.. Raffaa…” sahut seseorang yang menelponku.
“iyaa haloo.. ini siapa??” tanyaku langsung.
“kamu gak ingat?..”
“kamu gak ingat dengan suara ini??” sambungnya.
“Dimas kah..??” aku menerka, pasalnya suaranya terdengar mirip dengan sahabatku Dimas.
“iyaa aku Dimas… apa kamu lagi dirumah sekarang??”
“aku di rumah.. ada apa?? Kamu mau kerumah?” sekilas aku menoleh ke arah adekku yang terlihat seperti menguping pembicaraanku. Huuuh..!
“aku udah di depan gangmu..”
“serius…!!” ucapku kaget yang cukup membuat adekku terkejut juga..
“ihh apan sih.. adek kaget tau!” protesnya. Aku tak menanggapi protes adekku namun terdengar suara tawa Dimas yang renyah di sebrang sana.
“buruan keluar.. aku nunggu kamu di depan gangmu..” kata Dimas lagi.
“kamu ingin mengajakku jalan? k—kenapa mendadak??” tanyaku heran. Pasalnya belakangan ini aku jarang menghubunginya, aku lebih sering menghubungi Rini ketimbang Dimas, ketika Dimas berkunjung kerumah ini untuk pertama kalinya, aku merasa tidak ada jiwanya Dimas di kehadrinnya itu, akupun jadi kikuk sendiri melihatnya yang terdiam bagaikan patung.
“ayoolah.. gak usah pake bertele-tele dah..” huuuh..! itu adalah kalimat yang sering di lontarkan Dimas jika aku banyak bertanya.. ini benar-benar Dimas.
“t—tapi..” kataku menggantung.
“ada apa sih kak..” justru adekku yang menanyakan itu bukan Dimas. Aku lalu menoleh ke adekku memberi isyarat tuk diam tak ikut campur dan lagi terdengar kekehan Dimas.
“oke.. aku aja yang ke sono jemput langsung kerumah..”
“Dimas…” kataku.. tuuuutt! Obrolan terputus.
“kenapa kak?? kak Dimas mau ke sini?” tanya adekku ketika aku sudah menjauhkan ponselku di telinga kiriku.
“yaa begitulah dek” sahutku.
“aneh deh kakak.. teman akrab ke sini bukannya seneng happy jingkrak-jingkrak ehh malah lemes gitu.. aneh ihh dasar..!” ketusnya lalu pergi masuk ke dalam rumah.
Aku mengambil nafas panjang sejenak lalu menghembuskannya, belakangan ini aku sering melakukan hal itu tuk menenangkan diriku, entahlah belakangan ini hatiku sedikit di balut kegundahan yang tak pasti apalagi ketika melihat ke janggalan dari sifat ibu belakangan ini dan di tambah lagi semalam ibu tak menampakan dirinya di rumah ini, setelah itu tak berapa lama kemudian aku melihat seseorang yang sedang berjalan di badan jalan gang, seorang anak muda yang berkulit putih bersih memakai hoodie berwarna biru gelap dengan celana pendeknya yang memperlihatkan betisnya yang jarang di tumbuhi bulu-bulu.. Dimas…
“haloo Raffa.. pagi..” sapaannya ketika berada jarak pandang cukup dekat denganku berdiri di dekat tiang penyangga rumah.
“k-kamu sama siapa ke sini??” tanyaku sedikit gugup yang melihatnya tampil lebih segar dari sebelumnya ketika berkunjung kemari di saat hujan melanda serta pakaiannya yang sedikit basah, namun hari ini penampilan Dimas cukup membuatku terpersona, maksudku aku kagum melihat dirinya di pagi hari ini. Lihatlah dia.. betapa cocoknya hoodie itu membungkus tubuhnya yang cukup padat dan berisi.
“aku sendirian..” jawabnya, lalu melangkah mendekat ke arahku.
“kamu sudah mandi atau belum??”
“s—sudah..” sahutku kikuk.
“mau ikut aku jalan bentar??”
“kemana??” tanyaku cepat.
“eheeeem..” aku mendengar deheman adekku lalu aku menoleh ke sumber suara melihat adekku berdiri di ambang pintu sambil melipat tangan di dada.
“mau kemana kak Dimas??” tanya adekku ke Dimas.
“oo—oohh ini dek.. cuman jalan-jalan aja.. hehee adek mau ikut juga??”
“wiihhh.. adek di ajak juga niih.. adek gak nolak maah” sahutnya girang penuh arti dengan senyum simpulnya.
“adek siap-siap gih.. kakak tunggu di sini..” mendengar perkataan tersebut adekku langsung berlari secepat kilat masuk kedalam rumah.
“heei.. kenapa diam? Jarang-jarang looh aku ke sini terus ngajak jalan..” kata Dimas.
“tapi Dim.. ngg.. ibuku gak ada di rumah..” kataku.
“ibumu jalan?? Ehh maksudku ibumu jualan yaa??”
“ngg—b-bukan”
“laah terus?...” kata Dimas, dia ingin melanjutkan nada gantungnya itu, namun ketika adekku telah berada di dekat kami Dimas mengurungkan niatnya tuk berbicara.
“niih adek udah siap.. kita mau kemana kak jam segini..” kata adekku sambil memperlihatkan kecantikannya ke Dimas, huuuh adekku sedikit centil jika berada di dekat cowok tampan.
“cepat banget dek ganti bajunya.. kakak aja belum sempat duduk..” seloroh Dimas.
“heheee..” nyeringan adekku membuat Dimas terkekeh.
**
Pada akhirnya akupun mengalah dengan rengekan adekku dan menuruti perintah Dimas tuk ikut jalan-jalan dengannya, sebelum aku meng-iyakan ajakan Dimas, terlebih dahulu aku meyakinkan adekku karena kami akan meninggalkan rumah dalam keadaan kosong.
“dek.. ibu lagi gak ada dirumah.. kita lebih baik dirumah aja..” pintaku.
“apa gunanya kunci rumah..” jawab adekku.
“bukan begitu.. maksud kakak… semalam sampe sekarang ibu belum pulang juga kerumah dek.. kakak khawatir dengan ibu”
“buat apa sih khawatir.. udaah ahh.. adek pokoknya mau ikut, kalau kakak gak ikut yaudah adek sama kak Dimas aja jalan-jalannya”
Saat itu aku bersikukuh tuk tetap di rumah, Dimas terlihat kecewa karena aku menolak ajakannya terlebih lagi adekku hingga adekku meronta dan merengek-rengek seperti anak kecil yang meminta permen dan pada akhirnya seperti sekarang ini, aku sudah duduk manis di dalam mobil Dimas mau tidak mau aku ikut. Aneh rasanya.. raut wajah adekku tak terlihat khawatir sedikitpun memikirkan ibu dan itu berbanding terbalik denganku, aku sangat khawatir memikirkan ibu, beberapa kali aku memejamkan mataku tuk menenangkan pikiranku. Dimas sepertinya sadar perihal tingkahku yang terlihat aneh tidak seperti biasanya, sesekali Dimas memanggil namaku dengan pelan, panggilan dari Dimas sedikit membuatku tenang tapi ketenangan sesaat.
‘hanya Fael yang bisa menenangkanku seutuhnya’ batinku. Lalu aku merogoh saku celana mengambil ponsel buntutku dan mengetuk pesan mengirimkan ke Fael.
Sedari tadi aku juga menunggu panggilan Fael seperti perkataan adekku tadi bahwa Fael menelponku, akupun membuka daftar panggilan tak terjawab dan di situ tertera nomor Fael menelponku pada pukul 7.27 pagi. hanya sekali panggilan tak terjawab Fael di ponselku, itu artinya tidak ada hal yang begitu penting tuk di bicarakan, mungkin saja Fael menelponku karena rindu denganku, ahh memikirkan itu membuat pipiku memanas seketika.
Selang beberapa menit kemudian ponselku bergetar
“iyaa.. aku tadi nelpon kamu.. kamu sibuk yaa??” pesan dari Fael. Akupun dengan lihainya mengetuk tombol ponsel buntutku membalas pesannya.
“maaf.. tadi ponselku cuman aku getarkan aja.. jadinya aku gak tau kalau kamu nelpon aku, ada apa kamu menelponku?” balasku.. ponselku kembali bergetar lagi.
“hmm.. gak apa.. aku cuman mau dengar suara kamu.. aku kangen” balasnya.. ahh Fael..
“ooohhh rupanya galau mikirin pacar yaa tadi..” celetuk Dimas yang berada di posisi mengemudi mobil.
“pacar??” kataku mengulang.
“sudah punya pacar belum sih??” tanya Dimas penasaran sekilas menoleh ke arahku.
“sudah kak.. cakep pulak..” timpal adekku. aku langsung menoleh ke belakang dan sedikit melototkan mata ke adekku.
“waaah.. beneran udah punya Raff??”
“iya kak..” sahut adekku lagi. Huuh! Aku hanya mendengus kesal mendengar perkataan adekku.
“ehh Raff..” kata Dimas dengan pelan. Di lihat dari wajahnya, Dimas meminta penjelasan apakah adekku telah mengetahui perbedaanku ini dari pola bibirnya mengatakan ‘adekmu sudah tau?’ tanpa suara kemudian aku mengetuk pesan di ponselku ‘nanti aku jelaskan’ lalu memberikannya ke Dimas.
**
Aku tersadar dari lamunanku saat aku memasuki kawasan perumahan jalan pelita 7 yang taka sing bagiku apalagi ketika melewati pintu gerbang serta palang pintu penjaga perumahan, bukankah perumahan ini tempat tinggal Fael? Yaa benar.. ini adalah perumahan cermai! Tempat tinggal Fael.. mengapa Dimas membawaku kemari?
“kita kemana Dimas?” tanyaku heran setelah memasuki separuh pintu gerbang perumahan.
“tanya aja gih sama adekmu” sahutnya tersenyum menoleh ke arahku.
“dek.. kita kemana??” tanyaku langsung menoleh ke kursi belakang.
“kepoo deh” jawabnya.
Sekitar beberapa ratus meter lagi kami akan memasuki blok F dimana blok F adalah tempat tinggal Fael, jantungku seakan-akan berpacu bak atlet lari ketika melihat persimpangan antara blok F dan G. Aku memejamkan mataku seolah-olah aku tak ingin melihat langsung kejadian ini, aneh sekali.. apa maksud Dimas mengajak jalan-jalan kemari? Ataukah Dimas telah mengetahui pacarku itu, lantas siapa yang memberitahu tempat tinggal Fael? Adekku kah? Rasanya tidak mungkin.
“hei.. kenapa pejam mata? Kita udah sampe..” tegur Dimas sambil menepuk pelan pipi kananku.
“e—ehh udah sampe..” kataku kikuk.
“ngapain sih pejam mata??” tanya Dimas, kemudian aku mendengar suara pintu mobil belakang terbuka lalu tertutup, adekku telah keluar dari mobil rupanya.
“kita dimana?” tanyaku masih memejamkan mata, aku gugup sekali jika benar-benar kita telah sampai di rumah Fael. Saat aku menjalin hubungan tidak ada satu orang pun yang tahu tentang hubunganku dengan Fael meskipun orang itu telah mengetahui bahwa aku gay terkecuali kak Michell, hanya kak Michell lah yang tahu.
“kita lagi berkunjung ke rumah orang..”
“ayook keluar..” pintanya. Ketika aku perlahan membuka mataku, saat itulah mataku bertemu dengan mata Dimas secara dekat. Mataku dan matanya saling bertemu, dengan sangat jelasnya aku melihat bola matanya yang hitam menatapku lekat.
“hahaaa malah bengong ngeliat aku..”
“terpesona yaa??” goda Dimas lalu mencolek sekilas daguku membuatku geli.
“ayook keluar.. orang di rumah pasti sudah menunggu.. tuhh adekmu udah nunggu”
Aku lalu menoleh ke kiri melihat rumah yang kami kunjungi ini, syukurlah rumah yang kami kunjungi bukan rumah Fael, aku bernafas lega.. lalu dengan sigapnya Dimas keluar dari mobil lalu membukakan pintu mobil untukku dan menutupnya kembali, lalu Dimas menggamit tangan kananku, menarik tanganku hingga aku mengambil langkah tergesa-gesa mengikuti langkahnya yang cukup cepat.
“kamu masuk duluan..” pintanya ketika kami berada di teras. Sekilas aku mencermati tiap bagian depan rumah ini, rumah yang terkesan elegan berwarna cream dengan dua tiang penyangga yang kokoh berada di depan teras serta terdapat air mancur berbentuk bundar berada di tengah-tengah halaman depan beerta ayunan bewarna putih bertengger di sudut halaman juga terdapat miniatur burung pelikan dekat dengan kolam.
“Dim.. ini rumah siapa??” tanyaku ke Dimas, Dimas tersenyum geli lalu terdengar tawa kecilnya yang khas.
“mending kamu masuk aja kedalam..”
*kreeek* pintu terbuka.
Saat pintu terbuka aku terkejut sekali melihat seorang wanita paruh baya tengah membuka pintu itu dengan pakaian khas yang ia kenakan ketika dirumah (daster)
“selamat datang di rumah bibi nak”
Aku terkejut ketika melihat bibi, kemudian aku berlari kecil menghampirinya lalu memeluknya, aku sangat rindu bibiku...
"Raffa kangen sama bibi"
"Bibi juga kangen nak.." ucapnya mempererat pelukan.
"I-ini rumah bibi??" tanyaku sudah melepas pelukan, kulihat wajah bibiku tersenyum ramah padaku.
"Iyaa nak ini rumah bibi.. Rumah bibi yang baru, tapi tidak selamanya bibi tinggal di sini, bibi tinggal di sini hanya sampai 2 bulan saja karena ada urusan.." terang beliau lalu tertawa sopan sambil menutup bibirnya.
"Ini surprise looh kak.." celetuk adekku Siska, aku langsung menoleh ke belakang melihatnya.. Aku tak mengerti maksud adekku.
"Iyaa.. Adek Siska benar.. Ini kejutan untuk Raffa.. Bibi sengaja tidak memberitahu Raffa kalau bibi pindah ke sini untuk sementara waktu.. Gimana? Apa Raffa terkejut melihat bibi?"
"Jadi adek sudah tau kalau ini rumah bibi?" aku malah bertanya ke adekku tak menanggapi perkataan bibi.
"Hoo'oh.. Beberapa hari yang lalu adek ke sini di jemput kak Dimas" mendengar nama Dimas aku langsung menoleh ke arahnya, Dimas menampakkan senyum kudanya karena ku memperhatikannya.
"Bi.. Apa ibu tau bibi pindah di sini?"tanya ku langsung ke bibi.
"Ibu Raffa baru saja kemari nak..."
"Ibu kesini bi?" potongku.
"Iyaa.. Ibu Raffa kemari bersama temannya.." teman??
"Siapa bi?" tanyaku cepat.
"Bibi lupa menanyakan namanya.. Tadi ibu Raffa sebentar saja kemari.. Hanya sampai duduk di situ" kata bibiku sambi menunjuk bangku teras.
"Ayook nak masuk.. Bibi sampai lupa mengajakmu masuk ke dalam rumah.."
"Dek Raffa juga boleh menginap disini kalau dek Raffa mau.." sambungnya sambil membuka lebar kedua pintu rumah.
**
Ibu.. Aku masih saja memikirkannya.. Rasanya ada yang janggal dari kepribadian ibu, bahkan semalam ibu tidak pulang kerumah dan bagaimana dengan perkataan bibi tadi? Bahwa ibu sempat berkunjung kerumah bibi walaupun sebentar dan kunjungannya tak seorang diri, ibu bersama seseorang dan seseorang itu adalah pria.. Teman? Sejak kapan ibu punya teman pria? Tapi syukurlah tidak ada kejadian yang tidak-tidak menimpa ibu semalam, lantas semalam ibu pergi kemana? Menginap dimana? Di rumah tante Fanya? Aku harus bertanya ke tante Fanya nanti.
"Hey..."
"Haloooo..." aku tersadar dari lamunanku ketika Dimas melambaikan tangannya berkali-kali tepat di depan wajahku.. Ku lihat dia tengah duduk di sampingku dengan wajah herannya.
"Kamu.. Ada masalah?" tanya Dimas berhati-hati.
"...enng-gak.. Aku cuman sedikit ngantuk" kilahku..
"Yakin??" tanya Dimas memastikan, aku mengangguk.
"Kamu bisa lihat orang itu pakai baju warna apa gak??" aku mengikuti arah tangannya menunjuk, Dimas menunjuk seseorang yang tengah berlari (jogging) di dekat bundaran kolam taman.
"Dia pakai baju kaos warna putih" kataku memperhatikan yang ditunjuk Dimas.
"Nah... Berarti kamu bohong" aku tak mengerti maksud Dimas, jelas-jelas lelaki itu memakai baju kaos warna putih.
"Kamu bohong kamu ngantuk Raff.. Kalau kamu ngantuk kamu pasti gak bisa ngeliat begitu jelas orang itu.. Apalagi Jaraknya agak jauh dari kita duduk di sini" jadi itu maksud Dimas, Dimas masih mengingat sifatku jika mengantuk..yaa benar aku berbohong.. Aku tidak mengantuk, aku sedang memikirkan ibuku.
"Aku tau kamu Raff.. Aku tau kamu lagi mikirin sesuatu.."
"Ada apa??" sambungnya mendekati duduk ku.
"Apa karna adekmu udah tau.."
"Bukan karna itu" potong ku.
"Adekku menerimaku seperti ini" kataku.
"Ohh yaa?? Waah.. Bagus dong" ucapnya riang.
"Tapi Dim.. Aku gak suka dengan adekku menerima begitu saja kekuranganku ini"
"Hey.. Kamu masih menganggap ini kekuranganmu?"
"Itu bukan Kekuranganmu Raff.. " kata Dimas, ia menatapku dengan penuh semangat.
"Menjadi seperti itu bukanlah suatu kekurangan Raff melainkan itu adalah pilihan hidup jalan hidup yang kita lakukan dan itu sudah ada yang mengaturnya.. Aku fikir kamu sudah melewati fase sulitmu itu" kata Dimas sekilas menoleh padaku lalu mengambil nafas dalam.
"Entahlah Dim.. Aku cuman merasa adekku aneh, gak ada kan orang normal bisa begitu saja menerima hal ini" kataku, Dimas kembali mengambil nafas panjang lagi.
"Huuuh.. Setiap orang beda-beda watak Raff.. Ada yang pro dan juga ada yang kontra.. Kamu sengaja memutar mutar topik supaya aku lupa dengan masalahmu kan?" kata Dimas yang baru saja keluar dari bibir merah mudanya membuatku terkejut, bagaimana Dimas tau aku sengaja memutar mutar topik.
"Aku ini sahabatmu Raff, jelas dan pasti aku tahu sifatmu.. Dari awal aku melihatmu, kamu terlihat gak tenang.. Bisa kamu ceritakan ada masalah apa?" Dimas memegang kedua tanganku, membujukku agar berterus terang.
"A-aku memikirkan ibuku Dim" jawabku jujur.
"Ada apa dengan ibumu? Sakit? Ibumu sakit?" tanya Dimas cepat dan mempererat genggaman tanganku.
"Bukan Dim.. Kalau ibu sakit gak mungkin ibu berkeliaran di luar rumah"
"M-maksud kamu?" tanya Dimas tak mengerti, aku menghela nafas sejenak.
"Ibuku semalam gak pulang kerumah Dim, dan beberapa hari yang lalu ibu sering pulang malam.. Ada yang aneh dari sifat ibuku belakangan ini, bahkan ketika pagi buta ibu gak ada dirumah.. Aku khawatir dengan sifat ibuku tiba tiba begitu Dim" kataku berterus terang, kulihat Dimas menatapku, menatapku dengan diam.
"M-maaf Raff.." kata itu keluar dari bibir Dimas, ia masih mentapku.
"Kenapa kamu minta maaf?" tanyaku tak mengerti lalu Dimas grasa-grusu merogoh saku celana pendeknya mencari sesuatu, Dimas mengambil ponsel dari saku celana pendeknya dan dengan lihainya menggeser-geser layar ponselnya, akupun semakin tak mengerti.
"Kamu lihatlah foto ini.." kata Dimas memberikan ponselnya.
Kuraih ponselnya dan aku memperhatikan sebuah foto di layar ponsel Dimas, ibu..!!
@lulu_75 @awi_12345 @Aurora_69 @andrik2007 @key_st5 @Adhitiya_bean @Abdulloh_12 @abyyriza @Ricky89
aku baru baca yaolo sibuk gawe cyin baru sempet baca baca, aku ketiwi ketiwi egen baca nya wakaka.
lanjot rammmmm.