BoyzForum! BoyzForum! - forum gay Indonesia www.boyzforum.com

Howdy, Stranger!

It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!

Selamat datang di situs Boyzforum yang diarsipkan oleh Queer Indonesia Archive. Forum untuk komunitas gay Indonesia yang populer ini didirikan pada tahun 2003, dan ditutup pada tanggal 15 Desember 2020.

Forum ini diabadikan untuk kepentingan sejarah. Tidak akan ada konten baru di forum ini. Silakan menikmati forum ini sebagai potongan dari sejarah queer Indonesia.

Gay Life

189101113

Comments

  • @setyasurya

    hahaha, akhire kalah kan!
  • haduw ini diskusi kenapa jadi kalah menang, semua benar dengan keyakinan nya masing2

    Lagian nga ada yg benar2 benar dan juga benar salah, dan bukan tugas manusia menghakimi keyakinan manusia lain, kalau merasa benar gunakan lah kata2 baik

    *adaw kok gw malah ceramah*

  • KALAH berargumen. Daritadi bacotnya @setyasurya cuma itu2 aja, ga bisa bales argumen
  • Entah kenapa setiap pembahasan pro kontra di forum gay. Kok ujung2nya saya bertemu dengan sebuah "Aturan Tertinggi" yaitu "Agama".

    Nah, sudah tentu semua agama melarang yang namanya freesex. Dan semua agamapun pasti menganjurkan yang namanya tindakan saling menasehati, saling mengingatkan, saling mengoreksi. Muhammad, Yesus, Buddha-pun mereka tak hanya berdiam diri, mereka juga berupaya menyebarkan nilai kebaikan, berusaha mengubah lingkungan di sekeliling mereka.

    Untuk ukuran atheis, saya kurang tahu apakah mereka cenderung melarang freesex, atau tidak peduli dengan ada/tidaknya freesex.

    Lepas lagi dari masalah Agama,
    secara ilmu, kita semua tahu bahwa freesex memiliki dampak negatif.
    secara hati nurani-pun, kita tahu bahwa freesex itu salah.

    Dan jika ada seserang yang sudah dikuasai nafsu birahi, hati nurani-pun menjadi terlupakan.
    Jika seseorang tiap harinya selalu dikuasai oleh nafsu, hati nurani-pun bisa saja mati.
    Nah, apakah jika kita melihat orang yang hatinya telah mati, kita akan berdiam diri saja? Tidakkah kita ingin menghidupkan hatinya kembali?

    Mungkin saat kita berusaha menolong teman kita yang telah jatuh itu, kita akan menghadapi konflik dengannya. Mungkin juga kita akan membuang energi dan waktu kita. Energi dan waktu yang kita bisa gunakan untuk belajar/mencari uang bisa saja berkurang.

    Jika kita tidak peduli dengan lingkungan sekitar kita, bisa saja kita memiliki banyak energi dan waktu untuk kita sendiri. dan MUNGKIN itu juga yang terjadi di negara dengan ekonomi maju seperti yang disebutkan @rawasari.

    Tapi apakah kita hidup untuk uang? apakah kita hidup untuk ilmu? lantas untuk apa ilmu itu yang kita peroleh itu? ujung-ujungnya untuk kebaikan manusia juga kan? lalu jika manusia didunia ini sudah menjadi sedemikian rusak moralnya, lalu apa gunanya uang dan ilmu yang kita usahakan itu?

    Jika dalam perjalanan, ada teman saya terjatuh. Saya akan menolongnya. Mana mungkin saya bisa meneruskan perjalanan saya, tanpa mempedulikannya.
  • edited August 2012
    Entah kenapa saya melihat sedikit keangkuhan dan kesombongan pada diri orang yang individualis itu.
    Mereka merasa mereka sudah sempurna, mereka merasa tak membutuhkan koreksi dari orang lain.

    Ketika ada orang lain yang benar-benar tulus untuk menolongnya, tetapi karena keangkuhannya itu ia menolak kebenaran yang disampaikan. Lalu mengatakan "Urus saja hidupmu sendiri"

    Atau mungkin saja mereka sudah menyerah pada kondisi mereka yang sudah terbiasa freesex.

    Ketika mereka melihat orang lain yang masih memiliki moralitasnya. Mereka mencari-cari kesalahannya, dan lalu menganggap orang itu orang munafik.

    Buat anda yang berkata bahwa kita harus menjadi sempurna terlebih dahulu untuk bisa memulai mengkoreksi, itu sama saja anda tak mengharapkan suatu koreksi. Karena manusia itu selamanya tak bisa sempurna.
    Karena ketidaksempurnaannya tiap manusia itulah, kita harus saling mengoreksi, saling berkaca.

    =====================================
    Yang saya inginkan dari mereka yang individualis itu adalah:
    Lupakan kata-kata menghakimi, judge dsb untuk sejenak.
    Walaupun jika orang yang ingin menghakimimu, mengkoreksimu itu adalah musuh bebuyutanmu, cobalah untuk menerima inti pesan yang ingin mereka sampaikan. Jika itu sesuai dengan hati nuranimu, buanglah keangkuhanmu, terimalah sekalipun itu pahit. Obat yang menyembuhkanpun kebanyakan pahit kok.
    Bahkan tak jarang musuh kita lebih tahu keburukan dan kelemahan kita, jika musuh itu mengatakan kelemahan dan keburukan kita, mengapa kita tidak mendengarkannya? bukankah itu bisa menjadi bahan untuk mengkoreksi dan memperbaiki diri untuk menjadi diri yang lebih baik?
  • @winsond58 setuju deh, kalau diskusi di bawa ke agama jadi nya sedikit aneh, karena di berapa keyakinan menjadi LGBT sendiri tidak di akui dan di anggap dosa
  • @adacerita: iya begitu,
    tapi karena saya sendiri memiliki agama, saya merasa semua jawaban atas permasalahan ini ada di dalam Agama. Namun karena thread ini tidak sedang memperdebatkan soal agama, ya saya gak akan banyak membahas soal agama. belum lagi kalo ntar ada konflik antar agama. malah makin ruwet ntar. haha..
  • @windson56 iya bahkan dalam satu agama pun banyak keyakinan yg berbeda beda :)

    Kembali ke topik aja, yg penting bisa menjaga diri agar nga terprovokasi untuk menghujat, silahkan beri komentar, gw rasa kita semua sudah dewasa
  • windson56 wrote: »
    windson56 wrote: »
    Entah kenapa saya melihat sedikit keangkuhan dan kesombongan pada diri orang yang individualis itu.
    Mereka merasa mereka sudah sempurna, mereka merasa tak membutuhkan koreksi dari orang lain.

    Ketika ada orang lain yang benar-benar tulus untuk menolongnya, tetapi karena keangkuhannya itu ia menolak kebenaran yang disampaikan. Lalu mengatakan "Urus saja hidupmu sendiri"

    Atau mungkin saja mereka sudah menyerah pada kondisi mereka yang sudah terbiasa freesex.

    Ketika mereka melihat orang lain yang masih memiliki moralitasnya. Mereka mencari-cari kesalahannya, dan lalu menganggap orang itu orang munafik.

    Buat anda yang berkata bahwa kita harus menjadi sempurna terlebih dahulu untuk bisa memulai mengkoreksi, itu sama saja anda tak mengharapkan suatu koreksi. Karena manusia itu selamanya tak bisa sempurna.
    Karena ketidaksempurnaannya tiap manusia itulah, kita harus saling mengoreksi, saling berkaca.

    =====================================
    Yang saya inginkan dari mereka yang individualis itu adalah:
    Lupakan kata-kata menghakimi, judge dsb untuk sejenak.
    Walaupun jika orang yang ingin menghakimimu, mengkoreksimu itu adalah musuh bebuyutanmu, cobalah untuk menerima inti pesan yang ingin mereka sampaikan. Jika itu sesuai dengan hati nuranimu, buanglah keangkuhanmu, terimalah sekalipun itu pahit. Obat yang menyembuhkanpun kebanyakan pahit kok.
    Bahkan tak jarang musuh kita lebih tahu keburukan dan kelemahan kita, jika musuh itu mengatakan kelemahan dan keburukan kita, mengapa kita tidak mendengarkannya? bukankah itu bisa menjadi bahan untuk mengkoreksi dan memperbaiki diri untuk menjadi diri yang lebih baik?


    Uris saja dirimu sendiri sebelum usil mengurusi orang lain.
  • Colorof wrote: »
    Colorof wrote: »
    @setyasurya

    hahaha, akhire kalah kan!

    Kalah ? is this some kinda of match ? Now who's the childish one.

    On what base, pray tell, that you could claim " kalah ' or 'menang" ? And who would be the judge?
    That, of course, just really shows how petty-minded you are.

    Just a suggestion : Get out of your tiny, suffocating little shell, and let your tiny mind grows if you have any, that is ).
  • windson56 wrote: »
    Entah kenapa setiap pembahasan pro kontra di forum gay. Kok ujung2nya saya bertemu dengan sebuah "Aturan Tertinggi" yaitu "Agama".

    Nah, sudah tentu semua agama melarang yang namanya freesex. Dan semua agamapun pasti menganjurkan yang namanya tindakan saling menasehati, saling mengingatkan, saling mengoreksi. Muhammad, Yesus, Buddha-pun mereka tak hanya berdiam diri, mereka juga berupaya menyebarkan nilai kebaikan, berusaha mengubah lingkungan di sekeliling mereka.

    Untuk ukuran atheis, saya kurang tahu apakah mereka cenderung melarang freesex, atau tidak peduli dengan ada/tidaknya freesex.

    Lepas lagi dari masalah Agama,
    secara ilmu, kita semua tahu bahwa freesex memiliki dampak negatif.
    secara hati nurani-pun, kita tahu bahwa freesex itu salah.

    Dan jika ada seserang yang sudah dikuasai nafsu birahi, hati nurani-pun menjadi terlupakan.
    Jika seseorang tiap harinya selalu dikuasai oleh nafsu, hati nurani-pun bisa saja mati.
    Nah, apakah jika kita melihat orang yang hatinya telah mati, kita akan berdiam diri saja? Tidakkah kita ingin menghidupkan hatinya kembali?

    Mungkin saat kita berusaha menolong teman kita yang telah jatuh itu, kita akan menghadapi konflik dengannya. Mungkin juga kita akan membuang energi dan waktu kita. Energi dan waktu yang kita bisa gunakan untuk belajar/mencari uang bisa saja berkurang.

    Jika kita tidak peduli dengan lingkungan sekitar kita, bisa saja kita memiliki banyak energi dan waktu untuk kita sendiri. dan MUNGKIN itu juga yang terjadi di negara dengan ekonomi maju seperti yang disebutkan @rawasari.

    Tapi apakah kita hidup untuk uang? apakah kita hidup untuk ilmu? lantas untuk apa ilmu itu yang kita peroleh itu? ujung-ujungnya untuk kebaikan manusia juga kan? lalu jika manusia didunia ini sudah menjadi sedemikian rusak moralnya, lalu apa gunanya uang dan ilmu yang kita usahakan itu?

    Jika dalam perjalanan, ada teman saya terjatuh. Saya akan menolongnya. Mana mungkin saya bisa meneruskan perjalanan saya, tanpa mempedulikannya.

    @windson56,

    Silahkan kamu beretorika, tapi kenyataan bahwa negara berekonomi maju menghormati mereka yang promiscuous tetap tak terbantahkan. Retorikamu sudah dipatahkan di negara-negara maju, yang masyarakat dan pemimpinnya berpikiran jauh lebih modern dan akhirnya yang betul-betul menjunjung tinggi hak individu, termasuk individu yang ingin melakukan gaya hidup promiscuous. Kamu mau bawa masyarakat modern itu untuk hanya mengikuti pemikiranmu yang mungkin hanya lulusan perguruan tinggi lokal? Justru kamu, jangan cuman pake nurani doang tapi juga pake OTAK! Masyarakat modern justru udah lebih dulu pake otak dan nurani mereka jauh sebelum kamu lahir dan menghormati keputusan tiap individu, apakah mereka akan menjadi monogamous atau promiscuous.

    Mau jadi pahlawan moral yang kesiangan dari Indonesia? Oi, ngaca dulu (well, kalo punya kaca sih). Orang Indonesia (baca: orang Indonesia in general), walapun jumlahnya nomor 4 terbesar di dunia bacotnya belum mampu mempengaruhi the rest of the world untuk berpikir seperti kamu. Yang ada malah dibacotin dan diperlakukan tidak senonoh di negara yang diagung-agungkan paling menjaga agamanya.

    Mau bawa-bawa agama? Liat tuh, kasus korupsi kitab suci. Kalo kamu ngakunya beragama, urus dulu tuh kebobrokan di kaummu sendiri, kaum beragama. Kaum sendiri aja belon kelar ngurusin moral ama tindak kriminal, kalian udah mau ngurusin urusan kaum laen yang aman-aman aja melakukan promiscuous ... langit tidak runtuh, malah negeri mereka makin makmur. Liat tuh negara-negara yang sibuk ngurusin agama di Timur Tengah sono ... kerjaannya perang melulu dan rakyatnya munafik semua. Masih mau ngomongin nurani? Kamu himbau kaum kamu sendiri dulu deh sebelum menghimbau kaum lain yang memilih gaya hidup tidak populer.

    Kamu mau membungkus retorikamu dengan kemasan kepedulian? Itu juga udah dilakukan oleh masyarakat kolot ratusan tahun yang lalu dan dipatahkan oleh masyarakat modern yang mentolerir promiscuity. Kamu ujug-ujug mau ngebangkitin dalil usang dan usilmu. Wake up! retorikamu udah gak laku dijual di jaman modern. Kamu bukan orang pertama yang membungkus retorika usilmu dengan kemasan kepedulian. Orang-orang sebelum kamu lahir sudah melakukannya dan terbantahkan sehingga membentuk masyarakat modern yang tidak lagi usil dan mentolerir promiscuity. Semakin santer bacotmu bekoar membungkus retorika usang dan usilmu dengan kepedulian, semakin terlihat sempitnya jalan pikiranmu.

    So, stop jadi usil dan ngebungkus niat usilmu dengan kertas kado kepedulian. Stop berpikir mentang-mentang monogamy lebih populer dibanding promiscuous berarti yang kurang populer gak boleh dilakukan.

    Daripada kamu buang energy beretorika usil ngurusin kaum lain, mendingan energy mu dipake untuk ngurusin kaum beragamamu yang udah mempermalukan umatmu dengan melakukan tindakan kriminal dan melecehkan keberadaan Tuhanmu. Masyarakat modern sekarang sedang menertawakan kaummu. Masyarakat modern sudah sibuk menolong sesama tanpa melihat kadar moralitas, kepercayaan dan/atau batasan-batasan konyol lain yang hanya terjadi di masyarakat yang cuman bisa ngaku beradab tapi gak bisa ngebukti'in keberadabannya.

    Pemikiranmu mungkin populer di kalanganmu sendiri. Tapi ingat, jangan seperti katak dibawah tempurung. Masih ada kalangan lain yang sudah terbukti lebih maju dibandingkan kamu dan meninggalkan cara berpikir usang dan usilmu. Salam bagi orang yang berpikir dan menggunakan nurani.
  • windson56 wrote: »
    Entah kenapa saya melihat sedikit keangkuhan dan kesombongan pada diri orang yang individualis itu.
    Mereka merasa mereka sudah sempurna, mereka merasa tak membutuhkan koreksi dari orang lain.

    Ketika ada orang lain yang benar-benar tulus untuk menolongnya, tetapi karena keangkuhannya itu ia menolak kebenaran yang disampaikan. Lalu mengatakan "Urus saja hidupmu sendiri"

    Atau mungkin saja mereka sudah menyerah pada kondisi mereka yang sudah terbiasa freesex.

    Ketika mereka melihat orang lain yang masih memiliki moralitasnya. Mereka mencari-cari kesalahannya, dan lalu menganggap orang itu orang munafik.

    Buat anda yang berkata bahwa kita harus menjadi sempurna terlebih dahulu untuk bisa memulai mengkoreksi, itu sama saja anda tak mengharapkan suatu koreksi. Karena manusia itu selamanya tak bisa sempurna.
    Karena ketidaksempurnaannya tiap manusia itulah, kita harus saling mengoreksi, saling berkaca.

    =====================================
    Yang saya inginkan dari mereka yang individualis itu adalah:
    Lupakan kata-kata menghakimi, judge dsb untuk sejenak.
    Walaupun jika orang yang ingin menghakimimu, mengkoreksimu itu adalah musuh bebuyutanmu, cobalah untuk menerima inti pesan yang ingin mereka sampaikan. Jika itu sesuai dengan hati nuranimu, buanglah keangkuhanmu, terimalah sekalipun itu pahit. Obat yang menyembuhkanpun kebanyakan pahit kok.
    Bahkan tak jarang musuh kita lebih tahu keburukan dan kelemahan kita, jika musuh itu mengatakan kelemahan dan keburukan kita, mengapa kita tidak mendengarkannya? bukankah itu bisa menjadi bahan untuk mengkoreksi dan memperbaiki diri untuk menjadi diri yang lebih baik?
    Ketika mereka melihat orang lain yang masih memiliki moralitasnya. Mereka mencari-cari kesalahannya, dan lalu menganggap orang itu orang munafik.

    Oh, oh, oh ... ngakunya orang beragama tapi fitnah keluar sebagai komentarmu. Jangan ge'er ngaku orang bermoral, @windson56 [-X . Dirimulah yang justru angkuh. Kamu membungkus keangkuhanmu dengan retorika pepesan kosong. Orang Indonesia pada umumnya boleh kau bodohi dengan bungkusan retorika pepesan kosongmu tapi manusia Indonesia yang melek kepedulian sejati semakin banyak dan gerah dengan pepesan kosong jiplakan yang telah lama ditinggalkan manusia modern di belahan bumi manapun. Tanpa dicari-caripun kamu sudah terlihat salah, kok. Kamu, pemimpin agamamu dan kaum beragamamu sudah gagal menunjukkan apa itu yang namanya moral. Pemimpin agamamu mengkorupsi kitab suci. Itu fakta! Kemunafikan terjadi di kaum kalian. Pemimpinmu yang bobrok tercermin ke umatnya ... Pemimpinmu berkhotbah moral tapi yang dilakukan melanggar moral. Kamu tahu memfitnah itu dilarang agamamu tapi kamu memfitnah. Kamu suruh orang merenung tapi kamu sendiri tak merenung. Kamu bilang saling berkaca tapi kamu sendiri tak berkaca.
    =====================================
    Yang saya inginkan dari mereka yang individualis itu adalah:
    Lupakan kata-kata menghakimi, judge dsb untuk sejenak.
    Walaupun jika orang yang ingin menghakimimu, mengkoreksimu itu adalah musuh bebuyutanmu, cobalah untuk menerima inti pesan yang ingin mereka sampaikan. Jika itu sesuai dengan hati nuranimu, buanglah keangkuhanmu, terimalah sekalipun itu pahit. Obat yang menyembuhkanpun kebanyakan pahit kok.
    Bahkan tak jarang musuh kita lebih tahu keburukan dan kelemahan kita, jika musuh itu mengatakan kelemahan dan keburukan kita, mengapa kita tidak mendengarkannya? bukankah itu bisa menjadi bahan untuk mengkoreksi dan memperbaiki diri untuk menjadi diri yang lebih baik?
    Yang saya inginkan dari kamu adalah: stop beretorika, urus kaummu sendiri, gak usah urus kaum lain, dan lupakan kemunafikan. Stop melakukan koreksi karena dirimu dan kaummu tidak mengerti apa itu kata koreksi. Kamu justru yang kudu buang keangkuhanmu ... buang ke-mentang-mentang-anmu. Sekali lagi, pemimpinmu mengkorupsi kitab suci. Pemimpinmu tak bermoral. Itu fakta! Terimalah sekalipun itu pahit. Retorikamu hanya pepesan kosong. Retorikamu sudah tidak laku di jual di masyarakat yang majemuk & modern dan tahu menghargai sesama, termasuk sesama yang memilih gaya hidup yang tidak populer. Stop retorika pepesan kosong.
  • edited August 2012
    @rawasari: selamat datang di dunia modern bro.
    silakan memuja negara berekonomi maju itu sesuka anda.
    Mungkin bagi anda kemajuan ekonomi adalah segalanya.
    Biarlah waktu yang memperlihatkan, seperti apa negara maju yang anda puja-puja itu sebenarnya, :D

    (tambahan: saya bukan pemuja negara berekonomi maju yang anda maksud, dan saja juga bukan pemuja negara Indonesia yang semrawut. Saya hanya memimpikan sebuah negara yang maju disegala bidang, termasuk maju dalam moralitasnya. Anda berkata saya adalah pemimpi? Ya saya memang pemimpi, tapi saya akan berusaha mewujudkan mimpi saya itu. Dan saya tahu, saya tidak sendiri)

    anda berkata mereka yang mengkorupsi kitab suci adalah pemimpin saya? apapun agama mereka, tapi jika mereka mengkorupsi kitab suci, mereka menjual ayat-ayat kitab demi kepentingan mereka. MEREKA BUKAN PEMIMPIN SAYA.

    oh maaf, mungkin mereka adalah pemimpin negara ini, tapi sayang sekali mereka BUKAN pemimpin hidup saya bro.

    salam
  • windson56 wrote: »
    @rawasari: selamat datang di dunia modern bro.
    silakan memuja negara berekonomi maju itu sesuka anda.
    Mungkin bagi anda kemajuan ekonomi adalah segalanya.
    Biarlah waktu yang memperlihatkan, seperti apa negara maju yang anda puja-puja itu sebenarnya, :D

    (tambahan: saya bukan pemuja negara berekonomi maju yang anda maksud, dan saja juga bukan pemuja negara Indonesia yang semrawut. Saya hanya memimpikan sebuah negara yang maju disegala bidang, termasuk maju dalam moralitasnya. Anda berkata saya adalah pemimpi? Ya saya memang pemimpi, tapi saya akan berusaha mewujudkan mimpi saya itu. Dan saya tahu, saya tidak sendiri)

    anda berkata mereka yang mengkorupsi kitab suci adalah pemimpin saya? apapun agama mereka, tapi jika mereka mengkorupsi kitab suci, mereka menjual ayat-ayat kitab demi kepentingan mereka. MEREKA BUKAN PEMIMPIN SAYA.

    oh maaf, mungkin mereka adalah pemimpin negara ini, tapi sayang sekali mereka BUKAN pemimpin hidup saya bro.

    salam

    @windson56, terima kasih atas ucapan selamat datangnya. Yup, biarlah waktu yang memperlihatkan seperti apa negara dan komunitas yang saya puja-puja tersebut. And BTW, waktu gak akan pernah bohong. Kalau kamu bukan pemuja negara berekonomi maju tersebut, itu adalah hak prerogativemu. Kamu berhak untuk tidak memujanya, sama seperti hakmu menjadi pemimpi dan hak orang lain juga.
    anda berkata mereka yang mengkorupsi kitab suci adalah pemimpin saya? apapun agama mereka, tapi jika mereka mengkorupsi kitab suci, mereka menjual ayat-ayat kitab demi kepentingan mereka. MEREKA BUKAN PEMIMPIN SAYA.

    oh maaf, mungkin mereka adalah pemimpin negara ini, tapi sayang sekali mereka BUKAN pemimpin hidup saya bro.
    Ah, kamu ini. Mereka juga sama kok seperti kamu, beragama. Bahkan kerjanya pun di DEPARTMENT AGAMA! Mereka yang mengatur segala kehidupan yang berhubungan dengan agama, kehidupan yang berhubungan dengan kaummu, kaum beragama. Kamu tidak mengatur mereka. Mereka mengatur kamu. Kamu harus tunduk dengan keputusan mereka. Kenapa? Lha, ya karena kamu claim sebagai orang beragama. Mereka, selain beragama (sama seperti kamu), juga memantau bagaimana kalian harus hidup. Menjual ayat kitab demi kepentingan mereka memang tak terbantahkan dan kamu setuju itu. Dan oh ... kok bukannya kamu ya yang dapet kepercayaan dari pemerintah? Karena kamu TERBUKTI TIDAK MAMPU memimpin. Sorry, brotha ... kamu boleh menyangkal, tapi mereka TETAP PEMIMPINMU! Kamu diatur oleh mereka dan kamu tunduk dalam ketentuan-ketentuan yang mereka buat. Kamu sepikiran dengan mereka, You can't cherry pick the part you like. You either stick to it or leave. Kalo kamu tanya mereka, "Apakah kalian beragama?" Mereka pasti akan jawab, "Ya, kami beragama." Sama, toh sama kamu ... sama-sama beragama. Sama-sama ngaku beragama kok tindakannya bertolak belakang dari pengakuan? Nah, elo urus dong orang-orang yang udah jelas-jelas ngaku sekaum dengan elo. Bukannya malah ngurusin kaum laen dan khotbahin moral. Itulah yang disebut usil.

    Mereka jelas-jelas bukan pemimpin saya. Saya agnostic dan artinya saya tidak tunduk pada ketentuan-ketentuan mereka. Saya hanya patuh pada hukum negara, bukan hukum agama. Kamu sebenarnya sudah malu kalo kaummu gak bisa kasih contoh sesuai dengan yang kamu mau. Dan liciknya, kamu mau memindahkan dosa tersebut ke kaum lain yang memilih jalan yang tidak populer. Kelakuan pemimpin agama dari dulu begitu. Tungau disebrang lautan terlihat jelas gajah dipelupuk mata terabaikan. Dan kelakuan kamu sama persis dengan pemimpinmu ...


  • Gue seneng banget dengan argumen2 Setyasurya, rawasari, Faith. Cerdas banget dan gak munafik. I'm your fan, guys !
Sign In or Register to comment.