It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
makasih ya bang udah ngobatin rinduku sama bang jasri. tapi klo gini jd sediiih
Sobat semua
Lumayan menguras emosi juga kejadian kemaren,
dan ketika direnungi ulang, ternyata kasihan juga sama Jasri.
Bercermin dari perjalanan hidup Rusli, maka Rusli bukanlah satu-satunya korban ketidak adilan. Jasri juga merupakan salah satu contoh korban keserakahan mamak dan kakaknya.
Namun hidup ini sesungguhnya tidaklah mudah.
Rusli, Jasri dan bahkan kita semua harus berjuang menempuh jalan hidup masing-masing.
Seseorang yang tampak bahagia dari luar, namun dalam hatinya kita tidak pernah tahu. Bisa saja terdapat luka yang lebar seperti yang dirasakan oleh pak Ridwan selama ini.
Jika susah dan senang adalah bentuk ujian dari Yang Maha Kuasa, maka seberapa jauh kita bisa melewati ujian ?
itu adalah pertanyaan yang kadang tidak sanggup untuk kita jawab.
Siapapun nanti yang akan mendampingi hidup Rusli, kita harapkan dialah orang yang membawa kebaikan untuk semua pihak. Karena kita tahu bahwa Rusli tidak hidup sendiri, dia dikelilingi oleh keluarga pak Ridwan di kota Jambi dan keluarga Bapak nya di muaro Tembesi.
Seperti biasanya, aku hanya bisa berkata, tetap semangat ya dek ! dan sekarang giliran kamu untuk membuat orang-orang di sekitarmu tersenyum.
Silahkan ....
p.o.v dari Rusli
Om, tante, mas, abang, kakak, mbak, dan teman, terasa berat sekali tangan ini untuk merangkai kalimat. Jujur aku masih panas oleh sikap papa Ridwan dan mas Wiji. Terkesan sangat otoriter dan memaksakan kehendak.
Padahal, mereka bukanlah begitu.
Hanya satu yang kupahami selama ini, kalau orang tua begitu kerasnya akan sesuatu hal, artinya itu adalah penting dan bukan untuk main-main.
Aku meletakkan semua nilai baik pada papa Ridwan, saat ini beliau tahu mana yang penting untuk masa depanku.
Meski tadi waktu makan malam suasana biasa saja, namun sekarang jauh berubah.
Di dalam kamar nenek, mereka berbantahan, papa Ridwan dilawan oleh dua orang nenek yang begitu ketat menjaga diriku.
"sudah tahu kau itu rumah sakit, yo dokter gawenyo di rumah sakit lah ! bodoh !" sorak uwo
" uwo, sudah berapa kali ku ulang, bukan aku yang bawa Rusli, ado keluarga gurunyo di rawat di sano" bantah papa Ridwan
"Wan, janganlah memancing harimau dalam kurungan ! cukup Mansur yang celaka, kalau Rusli juga celaka, tinggalah kau sendiri" suara nenek terdengar parau
"iyo mak, aku khilaf. Tapi tadi aku sudah terus terang samo si Jasri itu, untuk tidak membawa Rusli pada jalan celaka" kata papa Ridwan
"lebih awaslah menjaga anak, dan sudah ! tidak baik berbantahan di depan anak" suasana panas dilerai oleh uwo
kemudian mereka diam
Seketika aku berdiri dan membentangkan sajadah, lalu aku tunaikan sholat Isya.
Lama juga tanpa sadar, aku berdoa dan merenung
masih saja orang serakah itu mau mencelakai papa Ridwan dan keluarga ? Belum puas mereka dengan harta pak Ridwan dan membuat Bapak terbujur di dalam kubur ?
Sedikit titik terang dalam hatiku, ternyata ini yang selalu dijaga oleh nenek. Tidak bertemu dengan bang Jasri ya sudahlah, selama bang Jasri masih sehat dan papa Ridwan masih membiayai kuliahnya, alhamdulillah untuk bang Jasri.
Akupun akan lebih waspada dan tidak akan melanggar pesan orang tua.
Setelah itu aku lipat perlengkapan sholat ini berupa sajadah dan kain sarung.
dan ohhhh.... di tempat tidurku ada papa yang tidur nafasnya sesak,
ada butiran keringat di dahinya.
Papa kalau lagi emosi selalu begini, cendrung menahan perasaan
dan keringat bercucuran di kening. Harusnya kalau marah ya marah saja ga pake ditahan, kasihan papa.
Aku ambil tisu dan ku lap dahi papa, dan selanjutnya aku pasangkan selimut untuk papa.
Setelah papa tertidur, aku fokuskan fikiran pada pelajaran untuk esok hari,
PR sudah ku kerjakan jelang jam 15.00 tadi sebelum ke RS dengan kejadian bertemu dengan bang Jasri.
Kalaupun ada PR mas Wiji, aku berjanji tidak akan mengerjakannya di rumah. Di sekolah jika dia beruntung saat aku tidak sibuk, aku akan tolong mas Wiji.
Menghindar jauh-jauh dari mas Wiji juga tidak bagus dilihat orang, malah jadi pertanyaan orang nantinya. Sikap yang wajar sajalah
Kalau sama bang Jasri aku tidak boleh bertemu, maka dengan mas Wijipun aku harus mampu menahan diri, itu baru adil namanya.
Jam sebelas malam, aku akhiri membaca dan tertidur disamping papa Ridwan. "Tidurlah dengan nyaman pa, esok papa bangun dengan bahagia dan beban fikiran papa akan hilang", kataku sambil mengusap kening papa Ridwan.
Azan subuh kembali membangunkan aku menyambut pagi.
Melangkah ke kamar mandi, aku dapati papa sedang sholat sangat khusyuk. Hingga aku selesai sholat subuh itu, papa masih di atas sajadahnya. dan aku kembali ke kasur karena masih terasa mengantuk
"eeehh jangan tidur lagi" saran papa Ridwan
"masih ngantuk ini pa" jawabku
"karena perutmu kosong, tadi malam makan sedikit sekali" kata papa Ridwan
"hahah papa yang lebih sedikit, kesel kena marah ya pa" pancingku
papa menggelitik pinggangku
"ya sudah, besok tidak ada lagi ke RS ya, kita ke RS swasta saja ! tolong dengarkan papa ya nak" kata papa Ridwan
"iya pa, semua akan baik saja" hiburku
Terdengar langkah uwo mendekat seraya berkata
"alhamdulilah Rusli dah senyum kembali" kata uwo
aku mencoba tenang untuk tidak bereaksi
"maafkan uwo kemaren yo Rus, semua untuk keselamatan kau dan papa kau" kata uwo
"iya uwo" balasku
"terus ? dari malam kau kelihatan mau ngomong sesuatu Rus" tanya papa
"ini misal uwo, kita cari yang lebih hebat dari keluarga bang Jasri, biar uwo tenang dan papa juga tidak selalu was-was" pemikiranku
"eehh Rus, jangan membalas ! yakin kau, bahwa Tuhan lebih hebat dari mereka ?" nasehat uwo
"iya yakin uwo" jawabku
"nah itu baru anak hebat" pendapat uwo
"Wan, Rus, .... mau coba dodol duren tidak ?" tawaran dari nenek dari ruang tamu, sepertinya nenek juga sudah selesai dengan ibadah subuh
"kemaren marah-marah, sekarang nawari dodol" kata papa
"hahah, ayooo" aku tarik tangan papa biar ga menggerutu terus
"masih diam kau nih ! orang tua itu jadi panutan, ini kok pendendam" goda nenek
"orang dendam bisa saja karena menahan lapar di perut" kalimat papa entah apa artinya
"hemmmm ado yang lapar, ke kedai goreng pisang ketan hitam kita ! sambil ngantar Rusli untuk terapi " saran uwo
"setuju" kata papa
"aku juga setuju" suara nenek
Berangkatlah kami untuk mewujudkan rencana pagi hari ini , aku ke bang iLyas dan orang tuaku ke kedai goreng pisang ketan hitam.
Selama 30 menit terapi itu, aku sedikit merasakan sejuknya embun pagi ketika kubarutkan pada kaki kanan. Meski sedikit demi sedikit, karena sudah lama juga aku dibantu bang iLyas maka kurasakan tenaga dari luar masuk dalam kakiku. Sabar dan tabah selalu diperlukan dalam proses penyembuhan.
"asik mungkin ya bang, aku bisa berjalan tanpa tongkat ?" tanyaku
"tuh kamu tadi sedikit berjalan tanpa tongkat" kata bang iLyas
"itu dalam terapi bang, maksudku berjalan sungguhan di pasar, di sekolah dan dimana saja" kalimatku
"hahahh sabar Rus, daripada dipaksa, rusak lagi tuh jaringan ikat di pahamu" saran bang iLyas
"iya bang" kataku
"naik turun tangga rumah sudah agak cepat ya Rus ?" tanya bang iLyas
"lumayan bang, langkah tongkat dengan kaki kiri sudah seirama" kataku
"nah itu artinya syaraf di kaki kanan sudah merespon" kata dia lagi
"iya gitu bang ?" tanyaku harap cemas
"iya, untuk keserasian gerak yang main adalah syaraf motorik" informasi tambahan
"aku selalu berdoa itu bang" harapanku
"amiiin Rus, yang penting selalu sabar dan pantang menyerah" indah sekali nasehatnya
tak lama setelah itu ...
"apo kabar iLyas" sapa nenek
"baik nek" jawabnya
"woh agak terang gini baru kelihatan peternakan ini terawat dengan baik, dan lumayan berkembang yo iL" kata nenek
"alhamdulillah nek, berkat bantuan uwo" kata dia
"iyo IL, usaha dah lancar, ado yang kurang iL" saran uwo
papa terdiam, aku juga menarik nafas, pasti arah pembicaraan uwo ke istri ...
"iyo uwo, nenek, dan pak Ridwan" bang iLyas malah senyum
"iyo iL carilah Bini, soleha" saran uwo
"sebentar lagi itu uwo, kemaren-kemaren sudah ada yang menawar iLyas" kata papa duh bahasanya menawar mirip barang dagangan saja bang ILyas ini
"iyo uwo, maaf, maksudku pas acara lamaran saja aku kasih tahu uwo" kata bang ILyas
"heheh kabar baik tuh jangan disimpan-disimpan IL" kata nenek
"Iylah iL kami balik dulu ya, Rusli mau sekolah" kata uwo
"iyo uwo, tolong lihat Rusli naik tangga rumah tidak pakai tongkat" kata bang iLyas
"ooh ? kau mau lihat Rusli celaka ? apo tuh sarankau ? dak masuk akal" uwo terkejut
"kalau tidak gitu kapan lagi Rusli sembuh wo" bang iLyas menepis protes uwo
"aiiiii sudah sudah, Rusli itu akan sembuh yo sembuh dengan sendiri, percayalah sama uwo" nenek mendamaikan
Kening bang iLyas berkerut .........
"Rusli tuh tidak bisa berjalan karena dipukul dengan dadok lurus, paham kau iL?" keterangan dari uwo
mendengar itu wajah papa yang berubah, oh tuhan, baru tadi papa bisa senyum seteah makan di kedai goreng pisang, meski aku tidak di ajak dan disuruh terapi, hehehe
"tenang pa, bang Ilyas, ini kakiku dah sedikit kuat kok, sebentar lagi akan kuat benaran" hiburku
"amiiiin nak ! kami pamit dulu yo iL" kata nenek
"iyo nek" kata bang ILyas agak terbata sambil terus melihat ke arah kami saat memasuki mobil papa Ridwan.
Bulan Muharam pun menjelang
Minggu pertama di bulan arab ini, keluarga nenek sungguh sangat sibuk.
Tradisi keluarga nenek menyambut bulan Muharam sangat luar biasa, seperti kebanyakan yang terjadi pada keluarga lain di kota-kota di Indonesia yang masih kental keagamaannya.
Ada perayaan besar yang akan diselenggarakan, ini jadi kalender yang menyenangkan bagi kerabat nenek yang cukup banyak di pemerintahan provinsi Jambi. Pertemuan dan pembicaran dengan orang-orang berpengaruh itu diadakan di lantai satu rumah nenek, sehingga aku tidak mengerti apa yang mereka bahas mengenai acara ini.
Menampakkan sosok budaya Jambi bisa dikatan begitu, karena ada keramaian yang akan mengudang tamu berdatangan ke Jambi.
Tentunya sekolahku juga turut berpartisipasi untuk acara nenek, mengingat kedekatan nenek dengan personil penyelenggara pendidikan di sekolah.
Pada awal-awal pertemuan, rasanya aku pernah bercerita tentang sebuah taman dan kebon sawit yang sangat rapi di tepi sungai batang hari arah kota, kebon itu tampak jelas dari jendela rumah nenek. Ya di sanalah acara kebersamaan ini diadakan.
Tidak ada acarapun, taman itu rame dikunjungi oleh penduduk untuk berolah raga pagi, apalagi ada kegiatan yang menarik.
Mama mas Wiji ikut dalam utusan Pemda, entah karena beliau akrab dengan keluarga nenek, jadi beliau kelihatan lumayan sibuk.
Kebetulan aku jadi staf yang tidak sibuk heheheh .....
aku dan teman-teman hanya untuk menambah semarak acara, dan rombongan penghabis hidangan tentunya
Ada acara pembacaan Alqur'an, ceramah penyejuk hati, ritual makan wajid plus nasi lemak-ayam panggang, dan nantinya di akhiri dengan doa bersama.
Saat acara makan-makan kesukaan anak kelas ku hemmm banyak yang bertanya
"mana bang Jasri ?????? tuh kan bohong, mana pula dia itu kakak kamu ?" protes para cewek
"ah bang Jasri yo sibuklah ! mana pula dia bisa keluar dari lab" kataku
"oh gitu, terus kamu sepertinya mau masuk kedokteran juga ya ?" tanya mereka lagi
seketika saja aku melihat wajah papa tegang dan melangkah ke arahku, papa merangkulku dan itu maksudnya tidak usah memberi informasi yang banyak tentang masalah keluarga, itu sensitif bagi kehidupan nenek.
Aku begitu paham itu, ini yang harus aku jaga untuk kebaikan semua pihak. Benaran tidak mudah jadi orang terpandang.
"yaaa, sekarang Rusli dan kalian baru kelas XI, nanti saja lihat Rusli lulus dimana kuliahnya" kata papa mendamaikan
"eh aku dah kelas XII om" protes kembali ada dari kakak kelas cewek heheeh
"ok saja, sekarang kalian makan saja ya ! om ada perkumpulan keluarga, jangan bicarakan masalah pribadi keluarga om" kata papa
"siap om" kata mereka cengengesan
saat papa pergi, itulah datang orang yang sangat ku tunggu
"adoooh boleh gabung ga ?" sontak dia
"cieeee bang Wiji mencurigakan gabung terus sama anak XI" sorak mereka
"hahahh tadi aku dari rombongan anak XII" kata mas Wiji
"ngeles kamu Wi, tadi kamu sama mama kamu kok" kata kakak kelas cewek itu
"hehehe ya sudah sekarang giliran aku pinjam Rusli" kata mas Wiji
"huuuuuu" ..... demikianlah kecerian itu
"sudah mencicipi hidangannya bang atau mas hehehhe" aku bingung
"mas dong Rus, sudah ! enak ayam panggangnya" kata mas Wiji
"sudah sampai mana perkembangan matematikanya ?" tanyaku
"ok lah Rus, yang kamu contohkan sudah sangat banyak aku cukup mengerti dan PeDe ujian nasional nanti" kata dia
"alhamdulillah" kataku
"ayo tunjukkan calon pacar yang dipilihkan keluargamu" tanpa petir dan hujan mas Wiji menuntut kata-kata asal yang pernah ku ucapkan dulu untuk menolak dirinya.
"kenapa yang dipilih mereka ? aku dong yang milih" kataku
"mana mungkin ? kemana prestise keluargamu nanti ?" kata dia
"hmmm mas Wiji, mereka tidak begitu lah mas, kalo aku memelas dan memohon mereka kabulkan kok permintaanku" informasiku sesungguhnya
"oh gitu ya ? assiiiikkk" dia tersenyum
"aneh, kok senyum ?" aku bertanya
"ada deh, senyum kok dilarang" kata dia
"senyum iya, tapi mas mikir jorok kan ?" desakku
"hahah tahu aja kamu, kamu pasti bohong kan ? kamu itu tidak aca calon pacar !" dia mendesak lagi
"ada satu mas, mas tidak akan pernah tahu itu" alasanku
"makanya kasih tahulah Rus, sebelum kamu menyesal" kata mas Wiji
"beri aku waktu mas" kataku
"berapa lama ?" dia kembali mendesak terus dan terus
"seberapa lama mas mau" kataku
"ehh ? kok aku ???? atau jangan-jangan kamu itu mencalonkan a......." dia tertawa terbahak-bahak
"oh bukan mas ! ga baik menyimpulkan sendiri tanpa keluar dari mulutku" kataku
"amboi... terimakasih ya Allah, do'aku terkabul" sorak mas Wiji kegirangan, happy sekali dia kelihatannya dan mengapalah aku bicara seperti itu sama dia.
Semua mata teman memandang dia dengan kasihan hahahah .....
Para Bapak dan Ibu yang turut memandang mengerutkan dahi dan berfikir kira-kira mengapa mas Wiji jadi seperti itu.
Bersambung ....
Ini Lanjutannya Bro ....
bro @3ll0 , bro @Tsunami , bro @balaka , bro @d_cetya , bro @Wita , bro @lulu_75 , bro @Hato , bro @Monster_Swifties , bro @hyujin , bro @dafaZartin , bro @sasadara , bro @centraltio , bro @fallyandra_07 , bro @fian_gundah , bro @haha_hihi12 , bro @Gabriel_Valiant, bro @cute_inuyasha , bro @Urang_Tap1n , bro @yadi212
Betul sekali Bro Wita, feelingmu tajam sekali.
Part ini moga ga sedih lagi bro Balaka nya
Bukan mas Fian, takut kita sih mereka adu pedang hihihi rival sejati
Ini sudah update bro Tio
makasih ya Bro untuk rasa simpatinya
di pov nya jasri agak berbeda dgn biasanya
masih kasian sama bang jasri. sini bang gw peluk *peluk
Hingga sore itu jam telah menunjukkan pukul 17.00, tamu masih betah duduk di bangku taman atau diatas tikar yang disediakan. Meski acara telah usai mereka masih betah untuk mengenal lebih dekat dengan alat musik gendang tradisional peninggalan sesepuh kota Jambi yaitu Rebana.
Sederhana sekali, namun kulit sapi yang memberikan bunyi tak.. tum.. tum... tak tum tum, hiii haa perdamaian perdamaian ... banyak yang cinta damai...
(hahaha bukan ! itu sih qosidahan, ini Rebana saja ! dengan bunyi tak tum tum bukan lagu qosidah) ya kulit sapi itu sudah berumur lebih dari 60 tahun.
Anak-anak dan ABG mencoba menggendangnya, ketahuan saja mereka ga mengaji, alat musik ini tersdia di mushola dan mesjid. Aku sih kenal alat musik ini, karena aku dulu rutin mengaji dengan abang garin mushola. Duh jadi keingat deh sama abang garin mushola ....
"sudah ya ! abang-abangnya sudah selesai pentas ! ayo kita pulang" bujuk ku
"tunggu bang ! kami mau nyanyiin lagu Bom Atom" sorak mereka
"Bom Atom ?" keterkejutan abang penggendang rebana
"iya Bom Atom kau ledakkan, hatiku sangat kacau,.." mereka brutal sekali menggendang tak karuan
"aduh kalian ribut, sudah, hampir magrib" kening abang penggendang Rebana berkerut, kok lagu Bom Atom seperti itu ?
"ah abang pelit, bentar lagi .. Bingung, Bingung ku memikirkan" alunan nada mereka tidak serempak
aku mau ketawa salah...., mau diam juga ga tega.... melihat abang pemukul Rebana ini
lalu tiba-tiba saja abang itu tersenyum dan berkata
"oh lagu Perdamaian ! bukan lagu Bom Atom itu dek" sergah si abang
akhirnya dengan ekstra sabar, aku bantu mengumpulkan satu demi satu dari tangan mereka
Saat terdengar sebuah panggilan :
"ayo Rusli, kita balik ! tuh sudah di tunggu mama" kata dia
lalu aku tolehkan muka ke arah mama si dia, tampak beliau melambaikan tangan disamping CRV warna putih
"Maaf mas aku ga mau jatuh dengan motor mas" aku sedikit menghindar
Tiba-tiba, abang Rebana itu berucap :
"oh... ini Rusli cucu nenek dan anak pak Ridwan ? hahah dari tadi kami cari" celetuk abang pemukul rebana
"ngapain cari-cari Rusli ?" mas Wiji bersuara
"kenapa tidak ? ada masalah ya ?" kata salah seorangnya
mas Wiji diam,
aku berfikir
"oh iya saya Rusli bang ! tuh rebananya sudah lengkap bang" aku alihkan perhatian mas Wiji
"ya sudah Rus, kami pengen kenal sama cucu nenek, selama ini hanya dengar saja, kalau gitu kami pamit dulu yo" kata orang itu
"iyo bang, aku wakili mokasih nenek dan papa, mereka lagi sibuk tuh disana" keteranganku sambil menunjukkan arah dekat mama mas Wiji
dan mereka melangkah dengan penuh ceria setelah penampilan mereka menghibur yang datang
"ayo Bro, jangan kawatir ! aku ga bawa motor hari ini, aku bawa mobil" kata dia
"ya, motor mas sudah ditangkap polisi karena menabrak orang" aku sedikit mengorek
"hahah, bukan Bro, aku tidak bohong, si dokter keparat itu saja pengen tahu urusanku" balas dia
"eehh mas, dia kakak ku loh" balasku
"kakak dari hongkong ? " jawab dia
"yah ga percaya, dan apa aku juga percaya sama kata-kata mas ? tolong tunjukin aku orang yang mas tabrak itu" pintaku
"boleh Bro, besok aku kenalin kamu sama orang itu, tapi tanya mama deh bagaimana proses damainya, jangan dengarin dokter itu" alibi mas Wiji
"baiklah, tapi kali ini aku mau sama papa dan nenek, maaf ya mas" aku tetap menarik diri
"iya ga apa, dan ayo kita ke arah papamu" ajak mas Wiji
dia mendampingiku melangkah
duh sudah seperti apa saja !
begini lah mas Wiji ini kalau berharap, bahagia bila mengetahui kira-kira harapannya terbalas
namun, dibalik harapan dia itu,
apa dia serius ? bertemu cewek manis dan cerdas saat kuliah, apa dia masih akan seperti ini padaku ? hahahah manalah mungkin untuk orang sekaliber mas Wiji ini.
"Pa, ini anak papa aku balikin ! tidak akan aku bonceng karena aku ga bawa motor hari ini" canda mas Wiji
papa dan uwo senyum
"Jangan terpancing pa, dia baik-baik gini mau minta izin mengacak-acak taman tepi sungai rumah nenek" kataku
"Boleh ya Pa" harap dia
tiba-tiba terdengar sebuah suara
"wah kalo dibolehkan, asik juga tuh mancing disana" seorang bapak-bapak yang kulinya coklat legam bersinar matahari, disampingnya ada Nana sambil senyum-senyum ga jelas
"Tidak boleh ! itu bukan pemandian umum" ultimatum dari nenek
hahahah .... para sedulur nenek yang pegawai pemda itu bersuara dan disamping mereka ada mama mas Wiji
hemmm .... banyak informasi hari ini kudapat,
bapak itu kira-kira papa mas Wiji yang sudah balik dari tugas lapangan, pantesan mas Wiji bisa bawa mobil hari ini.
dan mama mas Wiji itu termasuk salah satu pimpinan pegawai pemerintah dan berkantor dengan sedulur nenek.
"Ini Rusli ya Bu ? ga sangka ya dia teman koponakanku dan anakku" kata bapak itu
"iyo, ini Rusli" jawab nenek
"jadi gimana nek ? boleh ya ? " rayu mas Wiji dan matanya digenit-genitin begitu ciaaahhhhhh....
"hahah..." ketawa nenek
"aiii sudah lah kau tuh! dah berapa kali ku usir kau ! sebelum kau masuk taman itu, kau buktikan dulu bahwa kau bisa berenang didepanku" sergah uwo
wkwkwkwk
nyali mas Wiji ciut
"kok begitu ? tidak bisa itu uwo ! pelecehan" ngeles mas Wiji dan dengan ini kami akhiri juga acara hari ini.
Demikianlah, Nana, mas Wiji dan orang tua berlalu dengan CRV nya, kelihatan mas Wiji lincah mengendalikan mobil itu.
Kapan ya Allah kakiku berfungsi, sekali saja membawa mobil yang terparkir diam dan memenuhi garasi nenek, pasti nenek akan bahagia jika aku ada disamping nenek menemani kerjanya.
Tidak seperti sekarang, antara nenek dan papa berebut pak Hamid sebagai supir.
Namun ini sepertinya harapan tinggalah harapan .... sulit terwujudnya
Memasuki hari berikutnya yaitu pagi hari yang cerah, lumayan rame halaman parkir sekolah saat itu. Aku didampingi uwo saat itu yang beliau banyak kegiatan di angso duo.
Diantara barisan siswa yang menuju kelas, pada sebelah kiri kami terlihat mereka berhenti. Ada mas Wiji menuju arah uwo,
"silahkan uwo" kata mas Wiji sambil membukakan pintu
"ohh ngapoi kau ?, Rusli yang turun ! baik nian kau pagi ini?" sergah uwo
"masih dalam rangka minta izin ke tepian rumah uwo" kata dia
"haha pantang nyerah nian kau ya ? lihat kalau nenek lagi santai boleh" saran uwo
"kapan santainya" tanyaku hehe.......h ikut memanasi sambil mengeluarkan tongkat dari mobil
"nah, mana mungkin nenek itu santai, artinya lupakan keinginan kau ! berenang di kolam renang hotel" canda nenek
setelah itu mobil yang membawa uwo pergi
"batal nih keinginanku lebih dekat heheh" kata dia
"hemm abang sih ! coba alasan yang jujur, jangan berenang dijadikan alasan" saranku
"oh abang, wkwkwk ini sekolah ya" dia tersadar dari lindur
"ya abang lah" ucapku
"yalah Bro, mungkin kita bisa dekat di sekolah saja" kepasrahan dia
"hahah mana pula ! cewek-cewek anak XII IPS bagaimana, heheh" pancingku
dia garuk-garuk kepala
aku masuk kelas, dia mengantarku hingga depan pintu sambil mengedipkan mata ke kelas, haha.....h
"huuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu" sorak para cewek
Pada kesempatan yang lain, kedekatan aku, Nana, dan Titin masih seperti biasa
sekarang Titin sudah mulai fokus dengan pelajaran, dan dia kapok dengan kegombalan mas Wiji
"eh Tin, kami kemaren ritual muharam bersama di tepi sungai" kata Nana
"oh asik tuh, pasti Rame" kata Titin
"iya Tin, ini baru pertama aku melihat, di Jawa ada juga, tapi tidak dipinggir sungai" kata Nana
"coba aku ikut, tapi malas lah ! ada si Nana pasti ada si bang Wiji" kata Titin
"hahaah" kata Nana
"kamu ikut juga ya Rus" tanya Titin wahahaha
"heeehhhh Tin, acara itu acara keluarga Rusli....... dah segitu keras diumumkan sekolah" kata Nana
"oh gitu ya, aku lupa" kata Titin
"ga apa Tin, terus ngapain saja kamu seharian kemaren" tanyaku memecah suasana
"ngerjain contoh soal yang kau ajar, nih hasil kerjaku" sembringahnya Titin
"hahah Tuh Nana, Titin dah rajin ! kalah kamu" pancingku
"wooohh... ga bisa ini ! kamu sih Rus, pake ga mau ngajar lagi ke Rumah" protes Nana
"syukuuurrriiinn, biar abang kamu bodoh sekalian" kata Titin
"jangan gitu Tin, dia mau UN loh, kasihan" saran Nana
"dah ngerti kamu kan ? UN tuh kemampuan sendiri, ayo yang semangat" saranku
"iya Rus" kesanggupan Nana
"kata anak-anak, abang kamu itu pernah menabrak orang ya Na? makanya dia sekarang bawa mobil ?" tanya Titin kemana dibelokannya pertanyaan hahah
"ehhh dokter itu saja sotoy, mentang-mentang lihat di emergensi, tanteku sudah mengurusnya kok" pembelaan Nana
kami terdiam
"Dua malam yang lalu om dan tanteku bertengkar, gara-gara papa Rusli bertanya kebenarannya sama om ! mana pula dia tahu, dinas luar kota mulu" informasi dari Nana
kenapa diam ? " .... desak Nana
"dan bukan itu alasanya ! Karena ada om sekarang, maka satu mobil dan satu supir nganggur, sekalian dimanfaatin untuk kami" kata Nana
Tiba-tiba saja seorang teman kelasku bersuara nyaring berseru
"hoi anak orang kaya, bertigaaaaaa terus !" begitu bacotnya
"aduh Maya, kemaren kita sudah seharian satu sekolah di tepi sungai, masih gitu saja kamu ! Titin kan tidak datang kemaren, makanya aku bicara, mumpung istirahat" kataku
Dari belakangku ohhh .... ada orang yang menyiram dengan air,
kaget jadinya ....
byuurrrr .....
basah lah kami bertiga
Aduh... tisu dalam tas di kelas lagi
"kok kami disiram ?" aku tahan emosi ini , semoga tidak meluap ....
p.o.v dari Wiji
Permisi Bro
Namaku Wiji
Aku adalah tokoh pinggiran dalam cerita ini dan dokter Jasri lebih favorit.
Aku sebenarnya sensitif, namun teman-teman sudah kadung ngecap NgeyeL pada diriku. Meski cengengesan, tapi hatiku bisa merasa. Gaul dengan yang suka tract motor cool membuat aku merasa ada kesibukan. Tapi lebih banyak mudoratnya, seperti yang paling membuat mama naik pitam yaitu aku menabrak orang. Itu dulu, sebelum seseorang datang dalam hidupku. Dia ke rumah mengajarku dan sepupuku.
Aku juga punya banyak teman cewek dan cowok di sekolah.
Kebanyakan cewek akhirnya menjadikanku bahan ejekan, karena kelemahanku tidak bisa fokus pada satu orang.
Dalam lingkaran cewek ceria di SMA favorit ini, dulu aku pertama kali dihadapkan dengan junior bermata teduh kakinya cacat. Tubuhnya kurus dan sangat lemah,
dan sekarang tubuhnya jangan ditanya, chuwaaakep, tapi kakinya masih bermasalah.
Junior itu murah senyum dan baik pada semua orang. Dia adalah keluarga pengusaha pribumi yang tajir di kota Jambi.
Pindah sebagai dewan pembina di Bapeda Jambi ini, mamaku tidak ada apanya dengan konsep pengembangan yang ditawari nenek dia.
Papa yang freeland memanen minyak dan gas, hartanya tidak sebanding dengan harta papa dia.
Lepas dari itu, ada sesuatu di matanya, sangat beda dengan orang yang mengisi hariku.
Dia bernama Rusli.
Mungkin aku banyak mimpi, setidaknya aku masih semangat menunggu siapa itu calon pacar yang diucapnya. Matanya tidak bisa bohong, kalau dia juga bahagia dekat denganku.
Hari ini Rusli dinobatkan sebagai salah satu utusan pulau Sumatra pada olimpiade matematika asiikkk
Baru kali ini provinsi Jambi akhirnya unjuk kemampuan. Meski bukan orang Jambi, aku bangga, karena ini sekolahku.
Beberapa anak tanda bahagia, menyirami Rusli, sepupuku dan mantan gebetanku juga kena air percikan, kasihan Rusli.
Terakhir aku peluk Rusli untuk menghindarinya dari siram air dan ku tuntun dia menuju ruang kepala sekolah.
Bahagia bisa memeluk tubuhnya yang basah ....
Bersambung Bro
Selamat istirahat Bro, sedikit kejutan malam ini
bro @3ll0 , bro @Tsunami , bro @balaka , bro @d_cetya , bro @Wita , bro @lulu_75 , bro @Hato , bro @Monster_Swifties , bro @hyujin , bro @dafaZartin , bro @sasadara , bro @centraltio , bro @fallyandra_07 , bro @fian_gundah , bro @haha_hihi12 , bro @Gabriel_Valiant, bro @cute_inuyasha , bro @Urang_Tap1n , bro @yadi212