It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
@3ll0 udah up nih
bang @balaka tengkiu .mumumu.
lanjut lagi kak ts
Aku berdiri di depan rumah yang berbentuk seperti kost-kost'an. Ya memang ini kost-kost'an sih. Masuk dari gerbang sudah ada kamar-kamar di sisi kanan dan kiri. Total ada 10 kamar. Lalu ada rumah di sisi yang lain. Mungkin rumah pemiliknya.
"Mas kamarnya Jemmy di mana ya?" tanyaku ke cowok yang baru keluar dari salah satu kamar.
"Jemmy?" orang itu seakan berfikir, "ah yang anak SMA itu?"
Aku mengangguk.
"Itu di kamar yang ada sepatu dan sandalnya."
Aku melihat ke kamar yang ditunjuk.
"Makasih ya mas."
"Oh iya-iya."
Aku langsung berjalan mendekati kamar Jemmy. Melihat ke jendela. Nggak bisa. Ada tirai. Aku mengetuk pintu dua kali. Nggak ada jawaban. Aku ulangi mengetuk.
"Yaaaaa..."
Suara Jemmy.
Terdengar suara kunci diputar.
Smile...
"Masih sakit?"
Jemmy nampak kaget. Kedua matanya melebar. Dia langsung melihat kedalam kamar lalu menatapku lagi.
"Se...sebentar! Lima menit...ah nggak. Satu menit."
Sedetik kemudian dia kembali menutup pintu kamarnya.
Kenapa sih?
Aku mendengar suara gaduh di dalam. Aku mencoba mengintip dari jendela tapi sia-sia. Akhirnya aku hanya bisa menunggu.
"Sorry...sorry... Masuk yuk!"
Jemmy kini nampak lebih rapi daripada tadi.
Dengan ragu aku masuk ke kamarnya. Cukup rapi biarpun baru saja dirapikan beberapa saat lalu.
Hahaha...
Aku bisa melihat boxernya di kolong tempat tidur. Pantatku sudah mendarat di kasur.
"Kok tumben..."
Aku menyodorkan tes bahasa inggrisku kemarin. Jemmy terdiam.
"Besok kamu tes susulan kan?!"
"Ah...itu...iya."
Jemmy menerima kertas tesku.
"Thanks."
"Hemm..."
"..."
"..."
"..."
"Masih muntah?"
"Udah nggak."
Aku terdiam sambil melihat-lihat kamar Jemmy. Ciri khas anak kost.
"Kemarin lusa nunggu aku sampai jam berapa?" tanyaku tanpa melihat Jemmy.
Mataku masih terfokus pada lukisan abstruk (?). Lukisan dua mata tapi kalau di lihat-lihat lagi seperti berbentuk hati.
Aku menatap Jemmy yang terdiam.
"Nggak lama kok," sahut Jemmy sambil duduk di kursi kayunya.
Aku masih terdiam menatap Jemmy. Bukannya aku sok perhatian. Tapi kalau dia sakit karena ulahku. Aku jadi nggak enak hati. Apalagi tadi dia nggak masuk sekolah.
"Udah minum obat?"
"Udah."
"..."
"..."
Beberapa saat kami hanya terdiam. Atmosfir di kamar ini jadi aneh.
"Ya udah aku pulang dulu."
"Kenapa buru-buru?? Nyantai aja di sini. Sekalian ajarin aku bahasa inggris," kata Jemmy.
"Kamu kira aku ini pinter? Pelajari sendiri. Pokoknya yang keluar ya cuma itu-itu aja."
"Ya kan aku mau minta tolong..."
Aku menghela nafas.
"Iya-iya. Mana bukumu?!"
Jemmy tersenyum lebar. Dia langsung membuka tasnya untuk mengambil buku dan menyambar sesuatu dari atas meja. Aku terdiam menatap Jemmy.
"A...apa?"
Aku berkedip sesaat sebelum membuka buku Jemmy.
"Aku baru tau kalau kamu pakai kacamata."
Jemmy terkekeh.
"Aku minus. Yang kanan dua setengah yang kiri dua," sahut Jemmy yang menggeser kursinya mendekat ke arahku, "tapi aku pakai kacamata kalau waktu pelajaran atau waktu baca buku doang."
"Oh..."
"Kenapa? Nggak cocok?? Jelek ya?"
"Cocok kok."
Aku masih sibuk dengan buku yang daritadi aku bolak-balik ke depan ke belakang.
Aku bener-bener nggak nyaman deket sama Jemmy.
"Terus yang keluar apa aja?!" tanya Jemmy sambil melihat bukunya yang aku bolak-balik.
"Ini sama ini, lalu ini," sahutku sambil memberi tanda di bukunya, "dan ini juga. Pokoknya pelajari aja yang aku lingkari. Aku yakin yang keluar nggak akan melenceng jauh."
Jemmy mengangguk-ngangguk.
Aku melihat Jemmy yang sedang konsentrasi ke bukunya. Matanya yang sipit semakin sipit. Terlihat lucu. Dia ini mungkin keturunan chinese dan jawa. Matanya sipit tapi kulitnya coklat bahkan lebih coklat dari kulitku. Padahal aku asli orang jawa. Hidungnya mancung tapi sedikit melengkung. Bibirnya tipis.
Tiba-tiba aku teringat dia mencium gelang dariku. Aku jadi nggak nyaman lagi.
"Kenapa?"
Aku langsung melihat bukunya.
"Nggak pa-pa. Yang ini artinya salah."
Aku menunjuk kalimat yang dia tulis.
"Oh iya."
Aku melirik lengan Jemmy. Gelang pemberianku nggak ada. Dia tidak memakainya.
"Aku pulang dulu ya," pamitku.
"Eh...kok udah mau pulang?!"
"Aku nggak bisa pinjem motor Tiar lama-lama."
"Oh ya udah kalau gitu. Ati-ati."
Aku pun langsung keluar dari kamar Jemmy. Sebuah mobil berwarna kuning nampak terparkir di dekat motorku.
Niko??
Aku kaget saat tau siapa yang baru saja keluar dari mobil itu. Cowok itu turun dari mobil sambil melepas kacamata hitamnya. Niko hanya melihatku sekilas sebelum dia melangkahkan kakinya. Niko masuk kedalam kamar Jemmy.
Aku nggak pernah tau kalau Jemmy kenal sama Niko.
~ Jemmy Pov ~
"Nggak jadi pulang?" tanyaku saat mendengar suara langkah kaki di depan kamarku.
"Siapa? Kalau Hanhan dia sudah pulang."
Aku menatap ke sumber suara.
"Ngapain ke sini?" tanyaku sambil kembali membuat satu kalimat.
"Aku cuma mau liat kondisimu. Tadi kamu nggak masuk kan? Maagmu kambuh?"
"Nggak. Cuma masuk angin," sahutku yang masih fokus dengan buku pelajaranku.
Dari sudut mataku aku bisa melihat Niko meletakkan sesuatu di atas meja.
"Apa itu?" tanyaku.
"Bubur ayam."
"Ooh."
Niko langsung merebahkan tubuhnya di kasurku.
"Sepatu...copot dulu sepatumu!!"
Niko cuma menjulurkan lidahnya.
Ini bocah.
"Nanti kasurku kotor," gerutuku sambil melepas sepatu dan kaos kakinya.
"Kenapa Hanhan kesini?"
"Kenapa kok pengen tau?"
"Ya penasaran."
Aku hanya diam sambil membereskan buku-bukuku. Percuma aku belajar. Nggak mungkin masuk otak kalau ada dia.
"Udah sampai tahap mana kamu sama dia?"
Aku masih diam.
"Aku nggak pernah setuju kalau kamu pacaran sama cowok. Kalau bisa kamu harus cari cewek! Mulai belajar suka sama cewek!"
"Yaaaa..."
Niko terdengar menghela nafas.
"Nggak ada makanan? Laper nih."
"Makan aja bubur yang kamu bawa."
"Itu kan buat kamu."
"Ya udah ambil aja roti di kulkas."
"Ambilin dong!"
Ck....
"Terus kedatanganmu kesini gunanya apa kalau ujung-ujungnya tetep nyuruh-nyuruh?!"
Aku berjalan ke kulkas yang ada di sudut kamar. Mengambil oreo lalu melemparnya ke kasur.
"Aku kan khawatir. Aku juga kangen."
Aku terdiam. Memegang pergelangan kaki Niko dan melihat telapak kakinya.
"Eksimmu kambuh lagi."
"Iya. Udah aku kasih salep kok."
"Bernanah?"
"Udah jarang. Cuma pecah-pecah. Buat jalan sakit banget."
"Salepnya di pakai terus. Pakai sepatu aja kalau keluar-keluar."
"Iya."
Niko mulai memakan oreoku.
"Aku mau nginep sini."
"Nggak usah. Nanti orang rumah khawatir."
"Udah izin kok."
"Kamu ini. Aku kan belum kasih izin."
"Bodo. Pokoknya aku mau nginep sini."
"Teserah. Asal nggak bikin aku repot."
"Janji."
Aku menatap Niko yang cengengesan.
Aku menempeleng kepala Niko dengan bantal. Akhirnya aku memilih sibuk dengan laptopku.
"Jem..."
"Hemmm...."
"Aku lagi suka ama cewek."
"Siapa?"
"Temen sekelas."
"Bagus dong. Tembak aja."
"Nggak mau."
Aku melihat Niko yang sedang tengkurap sambil memainkan hp nya.
"Kenapa?" tanyaku sambil kembali sibuk ke dunia maya.
Buka boyzforum.com
Aku suka baca cerita-cerita di sana.
"Semua cewek sama aja. Matre."
Aku terkekeh.
"Nggak semuanya lah."
"Buktinya Agnes, selingkuh...ah lebih tepatnya aku dibuat selingkuhan karena aku punya duit. Terus sapa lagi itu? Ola?"
Aku terkekeh.
"Ah ya ngomong-ngomong masalah duit. Papi udah kirim duit ke atm mu. Jatah buat dua bulan."
"Oh bagus deh. Aku mau bayar cicilan motor."
"Papi mau ke singapure lo. Kontrol."
"Kamu ikut?"
"Nggak lah. Ngapain?! Kalau ikut juga aku cuma ngasin di rumah sakit."
"Ai?"
"Mami? Nggak tau juga sih. Tapi ko Han sama ce Sherly ikut."
"Hmm...."
"Tante gimana kabarnya? Aku kangen masakan oseng-oseng kangkungnya."
"Bunda baik kok. Ya nanti aku kasih tau ke bunda kalau kamu kangen oseng-osengnya."
Niko terkekeh.
"Kalau papi udah pulang dari Singapure, kamu dateng ke rumah ya! Kayaknya papi kangen sama kamu deh."
"Kalau aku ke sana, aku pasti nggak di bolehin pulang sama papi. Disuruh nginep."
"Ya nginep aja!"
"Nggak mau ah. Nanti bunda sendirian di rumah."
"Ya udah ajak aja."
"Nggak mungkin mau. Kayak nggak tau bunda aja kamu."
"Iya...ya..."
"..."
"..."
"..."
"..."
"Ya tapi emang aku mau ke sana sih. Udah lama nggak jenguk papi," kataku sambil menatap Niko.
Niko tersenyum lebar.
Akhirnya kami sibuk dengan benda elektronik masing-masing. Aku masih asik membaca beberapa cerita di bf. Banyak cerita yang menarik.
Aku tersenyum saat melihat Niko yang ketiduran sambil masih memegang hp. Dengan perlahan aku mengambil hp itu dan meletakkannya di atas meja. Aku juga menyelimuti tubuh Niko supaya tidak kedinginan. Maklum cuaca hari ini dingin. Pancaroba.
Aku mematikan laptopku lalu membuka laci meja. Gelang dari Hanhan tersimpan rapi disana. Mungkin untuk sementara aku tidak memakainya. Aku takut dia curiga. Aku benar-benar ceroboh.
"Haaaaahh..." aku menghela nafas panjang.
Jam 5 sore. Mau tidur tapi nggak ngantuk.
Ngapain ya enaknya?
~warna-warni~
- Hanhan : BIRU TUA
Tenang dan tidak mudah terpancing emosi
Memiliki pancaran kecantikan dari dalam
Tampak tenang dan angkuh tetapi sebenarnya ramah
Orang yang bisa diandalkan
Mampu menyelesaikan masalah dengan cepat
Serius dan memegang teguh aturan
- Ronni : PUTIH
Tidak suka dibohongi
Menyukai kedamaian dan tidak banyak omong
Tertutup tapi mudah berteman dengan siapa saja
Memiliki perasaan yang halus
Hatinya tulus, polos dan anggun
Merupakan tempat curhat yang baik
- Yongki : HIJAU
Cenderung tenang dalam bersikap
Tidak mudah tersinggung
Memiliki sopan santun yang baik (?)
Mudah memaafkan orang lain
Pemikirannya dewasa
Keras kepala
- Niko : UNGU
Tidak ragu menghadapi masa depan
Selalu melakukan yang terbaik untuk hidupnya
Selera tinggi, menyukai barang mewah dan mahal
Tampak misterius tetapi romantis
Sulit didekati dan suka menutup diri
Mudah belajar hal-hal baru
- Jemmy : COKLAT
Menyukai kesederhanaan
Berpegang teguh pada prinsip yang diyakini
Kadang kekanakan
Setia dan murah hati
Kadang tak suka keluar dari zona nyaman
Sangat menyayangi keluarganya
- Vio : HITAM
Cuek dan tidak terlalu peduli omongan orang lain
Memiliki pendirian yang teguh
Secara alami terlahir cerdas
Sangat percaya diri
Misterius tetapi bersahaja
Memiliki pancaran mempesona bagi lawan jenisnya
- Tiar (dua warna) : MERAH
Berani dalam sikap dan menyuarakan pendapat
Suka berada di keramaian dan selalu jadi pusat perhatian
Tegas dan memiliki bakat memimpin
Tak ragu mencoba tantangan
Jika marah, cenderung memberontak
Memiliki jiwa sosial yang tinggi, tak segan membantu
BIRU MUDA
Berjiwa bebas dan santai
Ramah dan mudah bergaul dengan siapa saja
Tidak takut mencoba hal baru
Suka bekerja di belakang layar
Emosi sering naik turun/moody
Siapapun yang berada di dekatnya akan merasa nyaman
(Nemu di fb huehuehue )
Btw...part 1 udah aku tulis ulang cz waktu aku liat part 1nya hilang. Sekian dan makasih sudah membaca ^^
Aku berdiri di depan rumah yang berbentuk seperti kost-kost'an. Ya memang ini kost-kost'an sih. Masuk dari gerbang sudah ada kamar-kamar di sisi kanan dan kiri. Total ada 10 kamar. Lalu ada rumah di sisi yang lain. Mungkin rumah pemiliknya.
"Mas kamarnya Jemmy di mana ya?" tanyaku ke cowok yang baru keluar dari salah satu kamar.
"Jemmy?" orang itu seakan berfikir, "ah yang anak SMA itu?"
Aku mengangguk.
"Itu di kamar yang ada sepatu dan sandalnya."
Aku melihat ke kamar yang ditunjuk.
"Makasih ya mas."
"Oh iya-iya."
Aku langsung berjalan mendekati kamar Jemmy. Melihat ke jendela. Nggak bisa. Ada tirai. Aku mengetuk pintu dua kali. Nggak ada jawaban. Aku ulangi mengetuk.
"Yaaaaa..."
Suara Jemmy.
Terdengar suara kunci diputar.
Smile...
"Masih sakit?"
Jemmy nampak kaget. Kedua matanya melebar. Dia langsung melihat kedalam kamar lalu menatapku lagi.
"Se...sebentar! Lima menit...ah nggak. Satu menit."
Sedetik kemudian dia kembali menutup pintu kamarnya.
Kenapa sih?
Aku mendengar suara gaduh di dalam. Aku mencoba mengintip dari jendela tapi sia-sia. Akhirnya aku hanya bisa menunggu.
"Sorry...sorry... Masuk yuk!"
Jemmy kini nampak lebih rapi daripada tadi.
Dengan ragu aku masuk ke kamarnya. Cukup rapi biarpun baru saja dirapikan beberapa saat lalu.
Hahaha...
Aku bisa melihat boxernya di kolong tempat tidur. Pantatku sudah mendarat di kasur.
"Kok tumben..."
Aku menyodorkan tes bahasa inggrisku kemarin. Jemmy terdiam.
"Besok kamu tes susulan kan?!"
"Ah...itu...iya."
Jemmy menerima kertas tesku.
"Thanks."
"Hemm..."
"..."
"..."
"..."
"Masih muntah?"
"Udah nggak."
Aku terdiam sambil melihat-lihat kamar Jemmy. Ciri khas anak kost.
"Kemarin lusa nunggu aku sampai jam berapa?" tanyaku tanpa melihat Jemmy.
Mataku masih terfokus pada lukisan abstruk (?). Lukisan dua mata tapi kalau di lihat-lihat lagi seperti berbentuk hati.
Aku menatap Jemmy yang terdiam.
"Nggak lama kok," sahut Jemmy sambil duduk di kursi kayunya.
Aku masih terdiam menatap Jemmy. Bukannya aku sok perhatian. Tapi kalau dia sakit karena ulahku. Aku jadi nggak enak hati. Apalagi tadi dia nggak masuk sekolah.
"Udah minum obat?"
"Udah."
"..."
"..."
Beberapa saat kami hanya terdiam. Atmosfir di kamar ini jadi aneh.
"Ya udah aku pulang dulu."
"Kenapa buru-buru?? Nyantai aja di sini. Sekalian ajarin aku bahasa inggris," kata Jemmy.
"Kamu kira aku ini pinter? Pelajari sendiri. Pokoknya yang keluar ya cuma itu-itu aja."
"Ya kan aku mau minta tolong..."
Aku menghela nafas.
"Iya-iya. Mana bukumu?!"
Jemmy tersenyum lebar. Dia langsung membuka tasnya untuk mengambil buku dan menyambar sesuatu dari atas meja. Aku terdiam menatap Jemmy.
"A...apa?"
Aku berkedip sesaat sebelum membuka buku Jemmy.
"Aku baru tau kalau kamu pakai kacamata."
Jemmy terkekeh.
"Aku minus. Yang kanan dua setengah yang kiri dua," sahut Jemmy yang menggeser kursinya mendekat ke arahku, "tapi aku pakai kacamata kalau waktu pelajaran atau waktu baca buku doang."
"Oh..."
"Kenapa? Nggak cocok?? Jelek ya?"
"Cocok kok."
Aku masih sibuk dengan buku yang daritadi aku bolak-balik ke depan ke belakang.
Aku bener-bener nggak nyaman deket sama Jemmy.
"Terus yang keluar apa aja?!" tanya Jemmy sambil melihat bukunya yang aku bolak-balik.
"Ini sama ini, lalu ini," sahutku sambil memberi tanda di bukunya, "dan ini juga. Pokoknya pelajari aja yang aku lingkari. Aku yakin yang keluar nggak akan melenceng jauh."
Jemmy mengangguk-ngangguk.
Aku melihat Jemmy yang sedang konsentrasi ke bukunya. Matanya yang sipit semakin sipit. Terlihat lucu. Dia ini mungkin keturunan chinese dan jawa. Matanya sipit tapi kulitnya coklat bahkan lebih coklat dari kulitku. Padahal aku asli orang jawa. Hidungnya mancung tapi sedikit melengkung. Bibirnya tipis.
Tiba-tiba aku teringat dia mencium gelang dariku. Aku jadi nggak nyaman lagi.
"Kenapa?"
Aku langsung melihat bukunya.
"Nggak pa-pa. Yang ini artinya salah."
Aku menunjuk kalimat yang dia tulis.
"Oh iya."
Aku melirik lengan Jemmy. Gelang pemberianku nggak ada. Dia tidak memakainya.
"Aku pulang dulu ya," pamitku.
"Eh...kok udah mau pulang?!"
"Aku nggak bisa pinjem motor Tiar lama-lama."
"Oh ya udah kalau gitu. Ati-ati."
Aku pun langsung keluar dari kamar Jemmy. Sebuah mobil berwarna kuning nampak terparkir di dekat motorku.
Niko??
Aku kaget saat tau siapa yang baru saja keluar dari mobil itu. Cowok itu turun dari mobil sambil melepas kacamata hitamnya. Niko hanya melihatku sekilas sebelum dia melangkahkan kakinya. Niko masuk kedalam kamar Jemmy.
Aku nggak pernah tau kalau Jemmy kenal sama Niko.
~ Jemmy Pov ~
"Nggak jadi pulang?" tanyaku saat mendengar suara langkah kaki di depan kamarku.
"Siapa? Kalau Hanhan dia sudah pulang."
Aku menatap ke sumber suara.
"Ngapain ke sini?" tanyaku sambil kembali membuat satu kalimat.
"Aku cuma mau liat kondisimu. Tadi kamu nggak masuk kan? Maagmu kambuh?"
"Nggak. Cuma masuk angin," sahutku yang masih fokus dengan buku pelajaranku.
Dari sudut mataku aku bisa melihat Niko meletakkan sesuatu di atas meja.
"Apa itu?" tanyaku.
"Bubur ayam."
"Ooh."
Niko langsung merebahkan tubuhnya di kasurku.
"Sepatu...copot dulu sepatumu!!"
Niko cuma menjulurkan lidahnya.
Ini bocah.
"Nanti kasurku kotor," gerutuku sambil melepas sepatu dan kaos kakinya.
"Kenapa Hanhan kesini?"
"Kenapa kok pengen tau?"
"Ya penasaran."
Aku hanya diam sambil membereskan buku-bukuku. Percuma aku belajar. Nggak mungkin masuk otak kalau ada dia.
"Udah sampai tahap mana kamu sama dia?"
Aku masih diam.
"Aku nggak pernah setuju kalau kamu pacaran sama cowok. Kalau bisa kamu harus cari cewek! Mulai belajar suka sama cewek!"
"Yaaaa..."
Niko terdengar menghela nafas.
"Nggak ada makanan? Laper nih."
"Makan aja bubur yang kamu bawa."
"Itu kan buat kamu."
"Ya udah ambil aja roti di kulkas."
"Ambilin dong!"
Ck....
"Terus kedatanganmu kesini gunanya apa kalau ujung-ujungnya tetep nyuruh-nyuruh?!"
Aku berjalan ke kulkas yang ada di sudut kamar. Mengambil oreo lalu melemparnya ke kasur.
"Aku kan khawatir. Aku juga kangen."
Aku terdiam. Memegang pergelangan kaki Niko dan melihat telapak kakinya.
"Eksimmu kambuh lagi."
"Iya. Udah aku kasih salep kok."
"Bernanah?"
"Udah jarang. Cuma pecah-pecah. Buat jalan sakit banget."
"Salepnya di pakai terus. Pakai sepatu aja kalau keluar-keluar."
"Iya."
Niko mulai memakan oreoku.
"Aku mau nginep sini."
"Nggak usah. Nanti orang rumah khawatir."
"Udah izin kok."
"Kamu ini. Aku kan belum kasih izin."
"Bodo. Pokoknya aku mau nginep sini."
"Teserah. Asal nggak bikin aku repot."
"Janji."
Aku menatap Niko yang cengengesan.
Aku menempeleng kepala Niko dengan bantal. Akhirnya aku memilih sibuk dengan laptopku.
"Jem..."
"Hemmm...."
"Aku lagi suka ama cewek."
"Siapa?"
"Temen sekelas."
"Bagus dong. Tembak aja."
"Nggak mau."
Aku melihat Niko yang sedang tengkurap sambil memainkan hp nya.
"Kenapa?" tanyaku sambil kembali sibuk ke dunia maya.
Buka boyzforum.com
Aku suka baca cerita-cerita di sana.
"Semua cewek sama aja. Matre."
Aku terkekeh.
"Nggak semuanya lah."
"Buktinya Agnes, selingkuh...ah lebih tepatnya aku dibuat selingkuhan karena aku punya duit. Terus sapa lagi itu? Ola?"
Aku terkekeh.
"Ah ya ngomong-ngomong masalah duit. Papi udah kirim duit ke atm mu. Jatah buat dua bulan."
"Oh bagus deh. Aku mau bayar cicilan motor."
"Papi mau ke singapure lo. Kontrol."
"Kamu ikut?"
"Nggak lah. Ngapain?! Kalau ikut juga aku cuma ngasin di rumah sakit."
"Ai?"
"Mami? Nggak tau juga sih. Tapi ko Han sama ce Sherly ikut."
"Hmm...."
"Tante gimana kabarnya? Aku kangen masakan oseng-oseng kangkungnya."
"Bunda baik kok. Ya nanti aku kasih tau ke bunda kalau kamu kangen oseng-osengnya."
Niko terkekeh.
"Kalau papi udah pulang dari Singapure, kamu dateng ke rumah ya! Kayaknya papi kangen sama kamu deh."
"Kalau aku ke sana, aku pasti nggak di bolehin pulang sama papi. Disuruh nginep."
"Ya nginep aja!"
"Nggak mau ah. Nanti bunda sendirian di rumah."
"Ya udah ajak aja."
"Nggak mungkin mau. Kayak nggak tau bunda aja kamu."
"Iya...ya..."
"..."
"..."
"..."
"..."
"Ya tapi emang aku mau ke sana sih. Udah lama nggak jenguk papi," kataku sambil menatap Niko.
Niko tersenyum lebar.
Akhirnya kami sibuk dengan benda elektronik masing-masing. Aku masih asik membaca beberapa cerita di bf. Banyak cerita yang menarik.
Aku tersenyum saat melihat Niko yang ketiduran sambil masih memegang hp. Dengan perlahan aku mengambil hp itu dan meletakkannya di atas meja. Aku juga menyelimuti tubuh Niko supaya tidak kedinginan. Maklum cuaca hari ini dingin. Pancaroba.
Aku mematikan laptopku lalu membuka laci meja. Gelang dari Hanhan tersimpan rapi disana. Mungkin untuk sementara aku tidak memakainya. Aku takut dia curiga. Aku benar-benar ceroboh.
"Haaaaahh..." aku menghela nafas panjang.
Jam 5 sore. Mau tidur tapi nggak ngantuk.
Ngapain ya enaknya?
~warna-warni~
- Hanhan : BIRU TUA
Tenang dan tidak mudah terpancing emosi
Memiliki pancaran kecantikan dari dalam
Tampak tenang dan angkuh tetapi sebenarnya ramah
Orang yang bisa diandalkan
Mampu menyelesaikan masalah dengan cepat
Serius dan memegang teguh aturan
- Ronni : PUTIH
Tidak suka dibohongi
Menyukai kedamaian dan tidak banyak omong
Tertutup tapi mudah berteman dengan siapa saja
Memiliki perasaan yang halus
Hatinya tulus, polos dan anggun
Merupakan tempat curhat yang baik
- Yongki : HIJAU
Cenderung tenang dalam bersikap
Tidak mudah tersinggung
Memiliki sopan santun yang baik (?)
Mudah memaafkan orang lain
Pemikirannya dewasa
Keras kepala
- Niko : UNGU
Tidak ragu menghadapi masa depan
Selalu melakukan yang terbaik untuk hidupnya
Selera tinggi, menyukai barang mewah dan mahal
Tampak misterius tetapi romantis
Sulit didekati dan suka menutup diri
Mudah belajar hal-hal baru
- Jemmy : COKLAT
Menyukai kesederhanaan
Berpegang teguh pada prinsip yang diyakini
Kadang kekanakan
Setia dan murah hati
Kadang tak suka keluar dari zona nyaman
Sangat menyayangi keluarganya
- Vio : HITAM
Cuek dan tidak terlalu peduli omongan orang lain
Memiliki pendirian yang teguh
Secara alami terlahir cerdas
Sangat percaya diri
Misterius tetapi bersahaja
Memiliki pancaran mempesona bagi lawan jenisnya
- Tiar (dua warna) : MERAH
Berani dalam sikap dan menyuarakan pendapat
Suka berada di keramaian dan selalu jadi pusat perhatian
Tegas dan memiliki bakat memimpin
Tak ragu mencoba tantangan
Jika marah, cenderung memberontak
Memiliki jiwa sosial yang tinggi, tak segan membantu
BIRU MUDA
Berjiwa bebas dan santai
Ramah dan mudah bergaul dengan siapa saja
Tidak takut mencoba hal baru
Suka bekerja di belakang layar
Emosi sering naik turun/moody
Siapapun yang berada di dekatnya akan merasa nyaman
(Nemu di fb huehuehue )
Btw...part 1 udah aku tulis ulang cz waktu aku liat part 1nya hilang. Sekian dan makasih sudah membaca ^^
lanjut...
Hanhan kalo ngejauh jangan setengah-setengah, nanti malah terperosok lebih dalam~ *pengennya sih gitu )
~ Hanhan pov ~
Bulan-bulan ini musimnya tes karena mau menjalang ujian kenaikan kelas. Otakku sampai mengelupas karena kebanyakan belajar.
"Mau kemana?" tanya Tiar saat aku berdiri.
"Pak mau ke toilet," kataku meminta izin tapi sambil melihat Tiar
Smile...
"Ya," sahut pak Ferdy.
Tiar menendang kakiku.
Hahaha
Aku langsung ke luar kelas. Berjalan menuju toilet. Langkahku terhenti saat baru masuk ke toilet. Jemmy terduduk di lantai sambil muka penuh lebam.
"Berantem lagi?!"
Jemmy menatapku kaget.
"Gimana rasanya? Aku yang liat aja pipiku udah sakit."
Aku berjalan mendekati Jemmy dan membantunya berdiri.
Jemmy terdiam dia hanya meringis saat merasakan perih di ujung bibirnya.
"Periiih..."
"Sapa lawanmu kali ini?"
Cowok itu tidak menjawab. Jemmy meludah. Yang keluar ludah bercampur darah.
"Sebentar Han."
Jemmy nampak mengeluarkan hpnya. Menelfon seseorang rupanya.
"Bun maaf. Aku nggak bisa pulang ke rumah sabtu besok."
"..."
"Iya. Aku harus belajar."
"..."
"Sabtu depan?"
"..."
"Nggak bisa janji juga sih bun. Kalau bunda mau, bunda bisa tidur di kostku."
Aku melihat Jemmy yang meringis saat tertawa.
"Ya maaf deh bun. Kan aku harus belajar kelompok juga."
"..."
"Iya musim ujian."
"..."
"Aku janji sabtu berikutnya pulang."
"..."
"Oke bun. Muaaahh..."
Aku tersenyum.
Jemmy mematikan hp nya.
"Bunda nggak boleh tau kalau anak cowoknya yang ganteng ini babak belur."
Hahahaha...
"Ke UKS sana!"
"Aku bisa kena skors lagi nih."
Aku membasahi saputanganku dengan air.
"Ya itu kan salahmu sendiri,"kataku sambil menyodorkan saputangan ke Jemmy.
Jemmy nampak ragu menerimanya.
"Aku harus gimana coba? Bunda pasti ngamuk."
Hahaha
Aku bersandar di dinding.
"Kalau kamu tau bundamu pasti ngamuk kenapa masih suka berkelahi?!"
Jemmy membersihkan darah di ujung bibirnya.
"Mereka yang mulai," Jemmy melihatku, "salah paham aja sih sebenernya."
"Masalah sepele?"
"Ya."
Aku mengangguk-ngangguk paham.
"Jadi kamu mau di toilet sampai pulang?"
"Ya nggak mungkin lah."
"Terus?"
"Aku mau balik ke kelas."
"Skorsing deh."
"Ya mau gimana lagi."
Aku mulai mendekati salah satu urinoir. Melepas beban berat yang kutanggung.
"A...aku balik ke kelas dulu."
"Ya."
Aku melihat Jemmy keluar dari toilet.
Hem..
***
"Sayang, ada temanmu nih."
"Iya oma."
Dengan malas aku keluar dari kamar.
"Siapa yang datang?" aku bertanya pada oma yang berdiri nggak jauh dari kamarku.
Belum sampai oma menjawab aku sudah melihat sosok Jemmy.
"Oh...kamu Jem."
Kaget juga. Baru pertama kali Jemmy main ke rumahku.
"Masuk," aku mempersilahkan Jemmy masuk ke dalam kamar.
Jemmy masih terdiam di tempatnya. Ragu.
"Oma siapin kue sama teh ya."
"Ah nggak usah repot-repot oma," tolak Jemmy cepat.
"Kamu pasti nggak nyesel nyobain kue bikinan omaku."
Jemmy menatapku.
Smile.
"Ayo masuk!"
Kali ini Jemmy mengikutiku masuk ke dalam kamar.
"Aku mau balikin ini."
Jemmy menyodorkan saputangan yang kemarin aku kasih ke dia.
"Oh letakkan aja di maja," kataku sambil menyalakan laptopku.
Memutar musik.
Aku melirik Jemmy yang nampak canggung.
"Biasa aja kali Jem. Anggap kamar sendiri."
Smile..
"Ah i...iya."
Dengan ragu Jemmy duduk di kasurku. Sedangkan aku masih memilih-milih musik.
"Itu orang tuamu?"
Aku menatap foto yang tertempel di dinding. Foto pernikahan kedua orang tuaku.
Aku tersenyum.
"Iya."
Aku mengambil foto itu dan menunjukkannya ke Jemmy.
"Menurutmu aku mirip siapa?"
Jemmy nampak mencermati ke dua sosok di dalam foto itu.
"Mama mu."
Aku terkekeh.
Iya benar. Aku mirip mama. Tapi ada yang bilang sifatku mirip papa.
"Ini kue sama tehnya."
Oma muncul dari balik pintu kamarku yang tertutup. Ditangannya terlihat nampan berisi kue kering dan dua gelas teh hangat.
Jemmy langsung membantu oma dengan mengambil alih nampan.
"Lain kali oma nggak perlu repot-repot. Terima kasih lo oma."
"Nggak apa-apa. Oma nggak repot kok."
Aku hanya tersenyum melihat oma dan Jemmy. Tingkah laku Jemmy sangat berbeda dengan Tiar yang nggak punya sopan santun.
Oma menutup pintu kamarku perlahan.
"Omamu umur berapa?"
"Tujuh satu."
"Ooo...semoga panjang umur."
"Amin," sahutku, "Amin."
Jemmy kembali melihat-lihat isi kamarku.
"Sorry berantakan."
"Eh..nggak lah. Rapi kok."
Smile...
Jemmy tertunduk. Memakan kue kering buatan oma.
"Novelmu banyak juga."
Aku melihat ke rak buku yang penuh dengan novel.
"Suka baca novel?" tanyaku sambil memilih-milih novel yang menurutku bagus.
"Lumayan," sahut Jemmy.
"Ini bagus. Ceritanya tentang detektif."
Jemmy menerima satu novel yang aku sodorkan ke arahnya.
Dia mulai membuka-buka novel itu.
Sedangkan aku memilih duduk didepannya, di kursi, sambil memakan kue buatan oma. Aku tersenyum saat melihat Jemmy yang sedang membaca novel itu. Keningnya berkerut sampai kedua mata sipitnya makin menghilang. Aku ingat kalau dia punya minus. Dan sekarang dia membaca tanpa kacamata.
"Woooaaaahh..."
Aku ikut kaget saat Jemmy bergerak mundur karena tanganku menyentuh keningnya yang berkerut.
"So..sorry. Aku....aku kaget."
Jemmy nampak gelagapan.
Aku kembali tersenyum.
"Kenapa kacamatamu nggak kamu pakai aja?"
"Aku pakai kok."
"Maksudku dipakai setiap hari."
"Aku nggak suka. Nggak terbiasa."
"Oooo..."
Aku melihat pergelangan tangannya. Sudah lama gelang yang aku kasih nggak di pakai.
"Aku di skors seminggu."
Aku terkekeh.
"Rasain."
"Jahatnya."
Aku kembali terkekeh.
"Sekali ketahuan berantem. Aku bisa dikeluarkan."
"Makanya jangan berantem."
Kini aku berpindah posisi. Naik ke kasur dan tiduran.
"Aduh pinggangku."
Pinggangku bunyi saat aku meregangkan tubuhku.
"Terus mama mu di panggil?" tanyaku.
"Iya. Tapi aku nggak ngasih tau bunda kalau bunda dipanggil ke sekolah."
Bunda...
"Lha terus?"
"Aku nyewa abang becak yang ada didepan sekolah. Aku bayar dia lima puluh ribu buat jadi omku."
Aku terkekeh.
Pinter.
"Kamu mau tidur? Aku pulang aja kalau gitu."
"Nggak usah disini aja. Cuma sebentar kok," kataku sambil memeluk pinggang Jemmy yang mau beranjak dari duduknya.
Aku memejamkan mataku. Kepalaku agak pusing. Kemarin malam kurang tidur.
***
Mataku terbuka saat mendengar suara orang mengobrol.
"Udah bangun nih putri tidurnya."
Tiar.
Aku meregangkan tubuhku lalu mengambil posisi tengkurap.
"Uuugghhh...."
Tubuhku seakan tenggelam di kasur saat Tiar duduk di atas pinggangku.
"Beraaatt stupid!!"
"Tega banget ada Jemmy di sini malah di tinggal tidur."
"Mau gimana lagi. Aku ngantuk."
"Nggak pa-pa. Aku juga baca novel tadi," suara Jemmy.
Aku masih memejamkan mata sambil tengkurap dengan Tiar di atas pinggangku.
"Gimana novelnya? Bagus?" aku masih terpejam.
"Ya. Detektifnya mati."
Haha...
"Nggak selamanya tokoh utama menang. Aku suka cerita yang masuk akal," kataku, "Tiaaaarr...berat."
Tiar masih duduk di pinggangku.
"Nanti malem ke club yuk."
"Ngapain? Aku kemarin kurang tidur. Masa nanti malem mau kelayapan."
"Hari ini ada Noel lo."
"Masa? Bisa gratis dong."
"Yup...yup...udah aku atur ama mas ku."
"Niat banget sih kamu Yar. Jem ikut yuk," ajakku yang kini sudah membuka mata.
Jam 7 malam.
"Oh ya ayo aja."
"Kalian bareng berdua ya. Aku sama Vio," kata Tiar.
"Oke," sahutku, "Yar minggir! Berat."
Tiar terkekeh. Akhirnya dia minggir juga. Aku langsung duduk bersandar.
"Yar."
"Hem..??"
"Kok kamu potong rambut?"
"Cocok nggak? Jadi makin feminim?? Makin cantik??? Vio bakalan suka nggak??"
Aku bertatapan dengan Jemmy. Lalu kembali menatap Tiar.
"Sumpah...makin laki."
Tiar menampol kepalaku sedangkan Jemmy tertawa.
"Iya makin keliatan tomboy," Jemmy menimpali.
"Bagusan waktu panjang sepinggang. Jadi kesan tomboymu ketutup," kataku, "dikit sih."
Tiar potong rambut. Sebahu. Mungkin di segi cacah lalu ditipisin terus dilurusin, kayaknya. Bagus sih potongannya tapi dia jadi kliatan makin tomboy.
"Eh masa sih???"
Tiar langsung mengaca.
Jemmy terkekeh.
"Aku balik dulu. Nanti kesini lagi jemput kamu," pamit Jemmy.
"Oh oke. Ati-ati," sahutku.
"Dadaaaa...." Tiar melambaikan tangan.
~ Author pov ~
Jemmy menutup pintu kamar Hanhan. Dia terpaku sesaat di depan kamar Hanhan. Jari-jari tangan kanannya memegang bibir sedangkan tangan kirinya meremas t-shirtnya.
"Oh my GoD," desis Jemmy.
"Oh my God," desisnya lagi sambil melangkah.
"Oh my God."
Jemmy masih memegang bibirnya.
~ Jemmy pov ~
Club yang satu ini terlihat ramai dengan hingar bingar (?) musik. Dj kali ini cewek. Aku sudah beberapa kali kesini dengan mantan. Aku agak kaget juga kalau Hanhan suka ke tempat ini. Kalau liat Tiar semua itu jadi masuk akal. Kakaknya kan sering ke sini. Beberapa kali aku ketemu. Dulu.
Malam ini Hanhan keren, menurutku sih. Dia pakai kaos putih tanpa lengan lalu di rangkap dengan atasan bertopi warna abu-abu tua tanpa lengan juga, tapi kancingnya dibuka semua. Dia pakai celana hitam selutut. Alas kakinya sepatu warna putih. Rambutnya di kuncir seperti biasa. Aku jadi pengen meluk.
Aku melirik Hanhan yang sedang menelfon di tempat seramai ini. Dia sedang mencari Tiar. Tiba-tiba Hanhan menarik lenganku sambil menunjuk meja bartender. Tiar duduk sambil memangku Vio. Tangan kanannya nampak menggantung dengan asap rokok mengepul.
Aku melihat Hanhan tersenyum melihat mereka berdua.
"Kemana aja??? Aku nunggu daritadi nih," kata Tiar setengah berteriak.
Vio nampak bingung. Dia mau turun tapi Tiar mencegahnya.
Hanhan mendekati Tiar dan membisikkan sesuatu. Tiar mengangguk. Aku melihat Vio yang tertunduk. Canggung. Malu juga mungkin. Apalagi posisi duduknya yang dipangku berhadapan dengan Tiar. Cowok mana yang nggak malu. Aku pasti nggak mau. Posisi mereka terbalik.
Hanhan mendekatiku sambil membawa satu botol minuman yang diletakkan di ember kecil berisi es batu.
"Ditraktir Noel. Kenalannya Tiar," kata Hanhan.
Aku mengangguk.
Hanhan menuang minuman ke gelasku. Lalu dia menuang ke gelasnya sendiri.
"Sering kesini?" tanyaku sambil setengah berteriak disamping telinga Hanhan.
"Nggak juga," sahut Hanhan, "satu kali waktu SMP dan tiga kali waktu SMA. Ini yang ke empat kalinya."
"SMP bisa masuk???"
"Sama mas nya Tiar. Masuk lewat belakang. Tapi cuma sebentar. Cuma pengen tau aja."
Aku terkekeh.
Aku mencuri pandang ke Hanhan. Dia meneguk minumannya lalu menjulurkan lidah dengan kening berkerut sambil melihat isi gelasnya. Setelah itu dia langsung melihat label botol minuman.
Hahahaha....
Lucunyaaa...
"Jemmy???"
Aku menengok kebelakang saat seseorang menepuk bahuku.
Ah....
Leo.
Mantanku.
"Tenyata bener kamu. Apa kabar??"
Aku tertegun. Masih tak percaya kalau bertemu sama dia.
"Aku baik. Kamu?"
"Aku juga baik," Leo melihat Hanhan, "dia pa....hmhm..."
Aku buru-buru membekap mulutnya dengan tangan. Aku tau apa yang mau dia katakan. Hanhan melihat kami.
"Aku kesana dulu ya," kataku setengah berteriak.
Hanhan tersenyum sambil mengangguk.
Aku langsung menyeret Loe menjauh.
"Ada apa sih?" tanya Leo bingung.
"Ati-ati kalau ngomong! Dia itu bukan pacarku. Kami cuma temen sekolah."
Leo menatapku.
"Masa? Aku kira dia..." Leo melihat Hanhan lalu kembali menatapku.
Aku menggeleng.
"Makanya jaga mulutmu!!"
Leo tertawa.
"Jadi sekarang kamu mau mencoba sesuatu yang menantang?"
"Nggak. Aku cuma mau jadi temennya aja."
"Serius? Aku ragu."
Aku menatap Leo.
"Dia beda sama kita. Dan akan terus seperti itu," kataku.
Leo tertawa lagi.
Aku melihat Hanhan yang juga melihat ke arah kami. Dia melempar senyum. Aku juga tersenyum.
"Tapi radarku nyala waktu liat dia lo," kata Leo.
Aku memukul bahunya.
"Jangan macem-macem!"
Leo tertawa.
Pemuda dengan rambut sebahu bercat pirang itu membuatku kesal.
"Ya udah aku balik dulu. Kasian dia sendirian," pamitku.
"Kapan-kapan main ke rumahku ya. Sekarang aku tinggal sendiran. Siapa tau kita bisa...."
"Jangan mimpi!!"
Aku melangkahkan kakiku meninggalkan Leo. Sudah cukup aku sama dia. Dia selingkuh. Kita putus. Nggak perlu lagi bernostalgia.
"Siapa?" tanya Hanhan.
"Temen."
"Oooo..."
Hanhan kembali sibuk dengan minumannya.
"Rokok?"
Hanhan menggeleng.
"Aku nggak ngrokok," sahutnya.
"..."
"..."
"..."
"..."
"Tadi itu temen apa? Dia lebih tua dari kita kan?!"
Aku menatap Hanhan.
Apa dia penasaran???
Nggak mungkin ah.
"Temen jalan aja," sahutku.
Hanhan tersenyum. Dia kembali terdiam. Mimik wajahnya susah ditebak.
~ whoami pov ~
ada yg bisa kasih pic buat hanhan, yongki, jemmy, ronni, vio, tiar, niko?