It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
"kata siapa? bagus kok" kata nya.
Dia mendekati ku sekarang.
"Maria.. Maria Olivia.." ucap nya sambil menjulurkan tangannya ke arahku.
"hh? Oh, Bintang. Bintang Langit Ramadhan" balasku menjabat tangannya.
"bagus banget namanya" kata nya.
"hehehe.."
"hobi nyanyi ya?" tanya nya.
"suka sih.."
"aku juga suka Avenged Sevenfold. Apalagi lagu Dear God."
"Avenged Sevenfold emang enak-enak lagunya." kata ku.
"kamu paling suka lagu apa?" tanya nya lagi.
"Dear God bagus. Tapi Nightmare, The Fight, Afterlife, itu aku lebih suka." jawabku.
Dia seolah tak ingin memberikan jeda diantara kami. Sekarang aku menjadi seperti artis yang sedang menggelar konferensi pers saja.
"kenapa tadi pas nyanyi lagu Dear God, kok kamu nangis?" ucap nya.
"hh? Siapa yang nangis. Cuma keinget sesuatu. Hehe"
"keinget pacarnya ya?"
"bukan... Bukan pacar." sergahku.
"ohh" dia tersenyum.
Sekarang aku benar-benar merasa aneh dengan mbak-mbak ini.
"so.. Lagi libur nih?" dia membuka percakapan lagi.
"iya, dari pada bingung dirumah. Mending kesini aja" jawabku.
"sendirian aja?"
"tadi sama temen. Tapi dia lagi ke belakang"
"ohh" kata nya mengangguk-ngangguk.
Hening sesaat. Dia tak mengatakan apapun lagi. Aku juga bingung harus berkata bagaimana.
"jadi? Kuliah atau... Kerja?" tanya nya kemudian.
"ah? Aku masih sekolah kok mbak"
"hah? Kelas berapa emang?" dia seperti tak terima saat kubilang 'aku masih sekolah.
"kelas dua"
"SMA?"
"iya."
"ya Tuhan." gumamnya kemudian.
"umurmu berapa?" lanjutnya.
"jalan tujuh belas." jawabku.
Dia menupuk belakang kepalanya. Lalu menyeringai kearahku. Dia ini kenapa?
"kenapa mbak?" tanya ku.
"eh? Ngga papa kok.."
"tapi kamu kok bongsor ya? Hehe" kata nya lagi.
Aku senyum saja.
"hehe ya udah ya. Aku ke temen-temenku dulu" kata nya.
"iya, iya, silahkan."
Dia pun meninggalkanku.
Kulanjutkan memetik gitar ini. Bernyanyi apa saja, sembari menunggu Robi kembali.
Kulihat mbak-mbak yang tadi menghampiriku, sedang asik bercerita dengan teman-temannya. Lalu teman-temannya tertawa bahkan ada yang terbahak sambil melihatku. Apa mungkin mereka sedang membicarakanku?
Ah Sudah lah, lagi'pula itu bukan urusanku.
"Wezz gitar siape neh?" sergah Robi.
"Lu BAB apa BAM? Lama banget" ketus ku.
"BAM? Apaan tuh?"
"Buang Air Mani. Lu ngocok ya" goda ku.
"Anjiiinggg" umpatnya.
"gue mules bro.. Ini gitar siapa?"
Belum sempat aku menjawabnya. Sang empunya sudah datang.
"maaf mas. Gitar nya udah belum? Kita mau cabut nih" kata mereka.
"eh iya, ini mas. Makasih ya mas." kuberikan gitar ini pada nya.
"mari, mas" pamit mereka padaku dan Robi.
"mari.. Mari.." balas Robi.
Harusnya tadi aku bawa Gitar saja dari rumah. Rasanya menyenangkan juga bermain gitar sambil bernyanyi disini. Belum sempat aku dan Robi bersenandung ria, malah gitar itu sudah berada ditangan pemiliknya. Mungkin lain kali saja aku bawa gitarku kesini...
"buset.. Lu minjem sama pengamen?" tanya robi, saat mereka sudah jauh meninggalkan kami.
"ya dari pada celingukan disini sendirian" kilahku.
Bergitar memang salah satu kesukaanku. Saat sedang bosan, saat sedang ada masalah, atau bahkan saat aku habis dimarahi Ayah, aku pasti akan langsung berlari ke Gitar.
Bagiku, Gitar adalah satu-satunya Alat musik yang mengerti perasaan seseorang. Berbeda dengan Piano atau Biola sekalipun, suara petikan Gitar dapat menengkan hati tersendiri. Itu menurutku...
Biasanya juga aku selalu membawa gitar jika sedang jalan dengan Anggi. Kemudian aku yang akan bermain Gitar dan Anggi yang bernyanyi. Suara Anggi memang tak sebagus itu, malah mungkin bisa dikatakan Fals. Dia memang tak pandai dalam hal bernyanyi. Tapi aku sama sekali tak mempermasalahkannya. Jika nada nya keluar dari permainan gitarku, aku bisa menuntunnya untuk masuk kembali. Hahaha.
"habis ini kita kemana rob?" tanyaku.
"kerumah gue aja Tang. Sekalian mandi." tawarnya.
"Oke lah.."
Kuperiksa semua hasil downloadku. Sudah selesai semua.
Kubereskan semua Gadget milikku dan Robi, sementara robi kusuruh mengambil motorku. Untuk kemudian kami pergi meninggalkan taman ini menuju rumah Robi.
ini selalu yang di tunggu2..
kalo bisa yang puanjangg ya up nya #abaikan
"Nah.. Anak mama nongol juga akhirnya" sapa Mama Robi padaku.
Mama Robi memang sudah menganggapku sebagai anaknya sendiri. Jika aku sudah dirumah ini, mungkin orang lain juga akan mengira kalau aku ini masih saudara kandung dengan Robi.
"Robi mana?" tanya nya.
"tuh diluar" jawabku.
"Bintang mandi ya ma.." ijinku sembari langsung mengarah ke kamar mandi.
"Iya sana, mama buatin nasi goreng ya?" tawarnya.
"iya dah, boleh.."
Hidup ku selalu dikelilingi orang-orang yang ber-hati baik. Sepertihalnya Bulan yg dikelilingi Bintang-bintang, disini, peranku yang sebagai Bintang malah diterangi cahaya-cahaya yg tak terhitung banyaknya.. Di masa yang lalu mungkin cahaya itu tak menerangiku lg. Tapi sekarang, sudah kutemukan pengganti nya.. Keluarga Robi inilah salah satu dari semua cahaya itu..
"Woy bareng ya.." Teriak Robi dari luar kamar mandi.
"Ogah.. Tungguin bentar" balasku.
"Jiah kayak kembang perawan aje lu. Biar cepet monyet.." balasnya dari luar sana.
"gua mau Boker curut. Kalo lu ga papa ya masuk aje sini.." teriakku lagi.
"Anjiiingg" Umpatnya kemudian.
Jika sudah dirumah Robi, aku dan Robi memang biasa seperti ini. Saling mengumpat, bercanda, bahkan bertengkar. Benar-benar seperti kakak-adik. Mama Robi paling tidak suka jika kami mengumpat dengan sebutan Binatang-binatang seperti tadi. Beliau jg tak segan memarahiku, benar-benar seperti mama kandungku. Tak heran jika ada Tamu atau Teman Arisan Mama Robi datang kerumah, mereka selalu mengira jika aku ini adik nya Robi. Pernah suatu kali aku dan Robi sedang menonton TV, sayup-sayup aku mendengar dari ruang tamu, ada tamu yang bertanya pada Ayah robi. Apakah kami berdua ini anak mereka. Lalu Mama Robi bilang bahwa Robi adalah anak mereka yg pertama dan aku adalah adiknya. Dan Ayah Robi meng-iyakan.. Kini mereka benar-benar seperti keluarga ke-dua bagiku.
Mandi selesai, kuhampiri mama Robi didapur, tapi ternyata beliau tengah menyiapkan nasi gorengku diruang makan.
"Ayah mana ma?" tanyaku.
"Keluar, tadi katanya mau benerin motor atau apa gitu."
"ya udah sini makan. Robi mana?"
"Mandi" jawabku singkat.
Kulahap nasi goreng buatannya. Aga' sedikit asin, tapi enak. Jika dibandingkan dengan buatan Ibuku, tentu lebih enak buatan ibuku. Hehe, tapi apapun itu, aku bersyukur dia baik sekali denganku.
Kini aku sarapan ditemani mama ke-duaku di jakarta ini....
Di update setelah sekian lama
Robi sampai saat ini memang masih jomblo. Dia tidak terlalu menggebu-gebu jika itu soal cewek. Berbeda dengan teman-temanku yang lain. Kalau aku sedang nongkrong dengan teman-teman lain dan ada cewek cantik lewat, semua langsung bersiul dan melolong mengaum seperti gerombolan serigala di musim kawin. Tapi Robi sangat ANTI dengan hal seperti itu. Dia bilang itu kelakuan cowok murahan. Pernah suatu kali kita berpapasan dengan dua cewek sekolah sebelah yg tengah berboncengan, lalu aku meng-klakson-nya, hanya iseng saja. Saat aku dengan Alif pun kita biasa seperti itu. Tapi saat itu Robi marah, dia bilang 'ngapain klason-klakson, kenal juga kaga!' 'gw kga mau dicap sebagai cowok mencle kayak lu'. Hhh Sejak itu aku tidak berani lagi ngisengin cewek kalau sedang bersama robi. Robi bilang,, lebih baik dekati baik-baik. Ajak ngobrol, syukur-syukur kalau dapat nomer Handphone nya. Itu baru cowok gentle. Bukannya malah menggoda-goda tidak jelas dipinggir jalan. Memangnya mereka cewek apaan? Itu sama saja kita merendahkan mereka. Aku manggut saja...
Robi sendiri sebenarnya sedang PDKT dengan anak sekolah sebelah. Namanya Febri, dia teman dekat Anggi. Mendengar dari cerita Anggi, sebenarnya Febri sedikit banyak menaruh harapan pada Robi, hanya saja Robi terlalu santai. Mereka berdua memang dekat, tapi tanpa ikatan sepertihal nya aku dengan Anggi. Anggi bilang Febri jadi seperti serba salah. Aku sendiri tidak mau ambil pusing dengan hal itu. Itu urusan Robi. Aku mendengarkan jika Robi menceritakan, dan memberi tanggapan jika robi meminta nya. Selebih nya, bukan urusanku..
Aku tidak pernah berfikir apakah patut, Anak Sekolah seperti kami menjalin hubungan satu sama lain, dalam hal ini Berpacaran. Seperti embun pagi, yang melewati sela-sela duri bunga Eforbhia. Duri akan menusuk jika kami menghadapnya. Tapi seperti embun dibunga eforbhia, kami hanya melewati duri nya. Berpacaran bagiku tidak masalah, asal jangan tertusuk duri nya. Dalam hal ini, berzina dan yang lainnya.
Seharian, aku hanya ngobrol, main gitar dan tidur dikamar Robi. Hingga sore tiba, aku pun pamit pulang pada ayah dan mama Robi. Kukendarai motor matic ku cepat, karena kulihat langit semakin gelap saja. Entah datang dari mana, tumben sekali seharian ini banyak mendung, tapi tak kunjung juga turun hujan. Hingga sampai lah dirumah dengan baju sedikit basah karena gerimis dijalan.
"Assalamualaikum.."
"Waalaikum salam.." sahut ibuku.
Langsung saja aku mandi, ganti pakaian, lalu kekamar. Kulihat jendela, hujan turun semakin lebat saja. Kututup gorden nya.
"dari mana?" tanya Mas Adam sembari masuk melewati pintu.
"Robi" jawabku singkat.
Kunyalakan TV, kubaringkan tubuhku. Capek rasanya, padahal sedari tadi yg kulakukan hanya tiduran saja dikamar Robi.
"pijetin mas, dek" pinta nya sembari ikut rebahan di sampingku.
"capek mas.."
"maen kemana aja emang tadi?"
"kemana-mana" kilahku..
"sekali-kali pijetin Bintang napa mas? Gantian,"
"ya udah sini"
Kutelungkupkan tubuhku. Mas Adam mulai memijat pundakku. Tapi aku langsung merasa tidak nyaman.
"athahh mas, mas... Udah ah.."
"napa?"
Aku memang tidak biasa dipijat. Geli rasanya. Biasanya aku yang memijat. Melihat mereka yg dipijat merasa enak, kupikir memang rasanya enak. Tapi yg kurasakan malah geli dan sakit. Entah tubuhku yang salah atau tangan mas Adam yg terlalu kasar. Yang jelas aku tidak suka.
"udah ah mas"
"ya udah sini, mas aja yg dipijet" kata nya.
"capek mas. Meh bubuk ah (mau tidur ah)"
"wuu" dia sedikit menoyor dahiku.
"Buuuuuuuuuuu'......" teriakku.
Mas Adam langsung membekapku. Aku paling tidak suka jika kepalaku ditoyor seperti itu. Dan kalau ibu tau, mas Adam pasti kena marah..
"hussttt udah sini bubuk. Mas temenin"..
Mas Adam memang seperti itu, kadang baik (kalau ada maunya), kadang jahil, terkadang juga ngemong. Kata Ayah, Adik yang baik jangan melawan kakaknya. Apalagi membangkang kalau disuruh. Sebab itulah aku selalu menurut jika dia meminta tolong. Entah itu membeli rokok, pijat dan yg lain. Tapi kalau sudah ngeselin, tinggal aku aduin ke Ayah sama Ibu'. Kalau sudah begitu, habis dia dimarahin Ayah. Hhhh
Kuakhiri hari minggu ini dengan tidur dibawah rintikan hujan bersama Mas Adam. Tak sabar rasanya menunggu hari senin disekolah.... Kuceritakan lagi hari-hariku dijakarta besok..