It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
kita saling mencari
disenja ini
kita saling melengkapi
supaya sakit didada ku ini dapat kutikam
Teruslah berpikir Cinta tak ada logika,
Maka kamu tidak akan pernah tau apa yang kamu dapat darinya,
Apakah madu atau racun.
Atau mungkin kamu pikir kamu tau,
Padahal sebenarnya kamu tertipu.
Kamu bisa saja mengira meminum madu, padahal ada racun di dalamnya,
Atau bisa saja kamu pikir kamu meminum racun, kamu minum seteguk, lalu membuang sisanya karena rasanya pahit.
Padahal yang kamu buang itu adalah madu
dengan khasiat terbaik buat tubuhmu.
"Gak mungkin ah!" pikirmu.
Tapi Cinta sudah melakukannya berkali kali.
Dulunya tentu saja tidak.
Madunya adalah madu murni,
Racunnya adalah racun asli.
Dialah yang menyembunyikan madu dan racun di kedua tangannya,
Lalu menyembunyikannya di balik punggung.
Orang lalu tinggal memintanya menunjukkan tangannya, dan mereka tinggal memilih.
Mereka akan memilih yang wangi, lalu didapatilah madu yang manis.
Tapi kemudian manusia mulai memilih racun.
Katanya mereka ingin memberikannya kepada orang orang terkasih.
Cinta tentu saja mengingatkan konsekuensinya, tapi mereka tidak peduli.
"Kamu yakin orang orang mau meminum racun ini?" Cinta bertanya.
"Semua orang akan menerima apapun yang berasal dari kamu"
"Bahkan racun sekalipun?"
"Bahkan racun sekalipun! Lagipula kan kamu yang menyediakan 2 pilihan. Madu dan racun. Tidak masalah kan kalau saya pilih racun?"
"Pilihan yang saya sediakan adalah hasil dari bahan bahan yang kalian beri. Selalu ada 2 hasil. Saya tidak akan menyembunyikan salah satunya karena saya Cinta. Saya memberikan kebebasan. Tapi saya tentu akan menyarankan madu. Karena madu itu baik. Racun tidak. Begitu kan logikanya?
"Di antara kita tidak ada logika".
"Bodoh sekali manusia ini!" pikir Cinta.
Lalu kebodohan ini menyebar.
Manusia semakin mengabaikan logika.
Bahan bahan yang diterima Cinta semakin rumit karenanya.
Cinta tetap membuat madu dan racun.
Ia tetap membebaskan manusia memilih.
Tapi madu dan racunnya tak lagi sama.
Membuat logika orang semakin hilang.
Membuat mereka tidak benar benar tau, mana madu, mana racun.
Cinta masih tetap tau.
Tapi manusia tidak
Racun ditangan kirimu
Aku tak tahu
Mana yang akan kau berikan padaku
Kadang aku membayangkanmu sebagai senja.
Agar aku bisa melihatmu setiap sore.
Senja yang selalu ku nikmati bersama secangkir kopi dan sebuah lagu tentang kamu.
Dan seperti halnya senja, kamu adalah keindahan yang tak bisa aku jamah.
Aku hanya bisa menikmatimu dari jauh.
Keindahan yang sementara namun terus berulang.
Pernah aku berfikir, jika kamu adalah senja berarti bukan cuma aku yang mengagumimu, bukan cuma aku yang takjub akan ke elokanmu.
Aku hanya sebagian dari mereka yang ketika sore selalu menghadap ke barat menanti sinar jingga yang kau pancarkan yang aku anggap sebagai senyuman.
Biarlah, biar mereka membuat pesawat yang mampu mengantarkannya lebih dekat denganmu, biar mereka menjadi pelangi yang melengkapi keindahanmu atau burung-burung yang terbang disekitarmu agar kamu tak merasa sepi.
Dan saat mereka sampai di dekatmu, aku akan tersenyum dan menyanyikan lagu tentang kamu, meski senyumku terhalang pelangi, meski suaraku tak seindah kicauan burung-burung itu.
Jalan pintas ke kebun randu
Kenapa harus berpisah
Bila masih saling merindu
tak beranjak sedikitpun
didepan pintu,menunggumu pulang.
saat engkau lelah dipecundangi semesta
aku masih disini,menerimamu pulang,
menyambut bebanmu,kita bawa bersama
tak meringankan bebanmu memang,
tapi aku berusaha untuk disampingmu.
aku masih disini
menunggumu bercerita,
bercerita tentang kamu melewati hari
aku mendengarkan
kamu bercerita
bila kau tertarik,aku akan bercerita tentang hari-hari ku
menunggu mu,
didepan pintu.
Hanya aku yang yang membawa ikatan bersimpul tiga. . .
Entah aku yang salah, atau mereka memang lupa. . .
air mengalir tanda kau ceria
tanah berguncang tandaku hampa
api membakar tanda kau setia
— .... dan aku harus pergi ke mana di saat malam selalu mengundang sepi?
(t)
Pergilah sejauh mungkin
Dan ketika dirimu sudah senang
Pulanglah sedekat mungkin
Ku hanya sedikit merasa salah
Ku takut hidup menjadi susah
Dan kamu sombong bertambah gagah
aku masih menunggumu
menunggu hatimu
membuka pintu hatimu untukku
kuharap kau tau
aku sangat mencintaimu
walau harusku menunggu hingga ahir nanti
"Adakah diam yang tidak ambigu? Bagaimana aku menikmati rasa, jika diam-mu bias tanpa sketsa..?"
Runtutan tanyamu sesaat sebelum berlalu. Dirimu akhirnya beranjak menjauh, lalu lenyap pada suatu waktu diujung senja. Bersama keping-keping rasa yang terlanjur terserak. Aku hanya terdiam, meski raga menggodaku untuk beriak. Keping rinduku dan keping harapku kini berpendar dalam balutan absurd tak berbentuk, luluh lantak.
Diamku adalah caraku untuk memahami dan menikmati pesonamu. Bukankah setiap makhluk mempunyai caranya sendiri dalam mengekspresikan rasa pada sesuatu yang dikaguminya? Seperti setangkai teratai yang rela menguncup ketika senja membalut semesta. Lalu genit merekah manakala pagi yang dinantinya telah hadir menyapa.