It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
"Woooaaa..."
Saat aku mau keluar dari kelas, si Indra dan kawan-kawannya mau masuk. Aku dan Indra hampir saja bertabrakan. Dia menatapku sekilas sebelum kembali melangkahkan kakinya. Kawan-kawannya sedang membicarakan sesuatu yang konyol.
Si Indra itu...
"Mau kemana??" kali ini si Verry yang datang.
"Ke UKS. Badanku sakit semua."
"Kamu maksain diri sih tadi. Jadinya gitu kan."
Tubuh Eggy berbeda dengan tubuhku. Dia mempunyai tubuh rawan patah. Kalau dibandingkan dengan Verry, tubuh Eggy nggak ada apa-apanya. Biarpun Verry suka warna pink dan cenderung gila benda-benda lucu tapi dia suka olah raga. Waktu aku masih ada di tubuhku kami suka berolah raga berdua. Nggak ke gym juga sih, cuma push up atau lari-lari keliling kompleks.
Verry akrab sama aku karena aku ini teman serumahnya dulu dan juga dia lebih menganggapku seperti kakak daripada om nya. Aku nggak masalah asalkan dia nggak kesepian. Kedua orang tuanya orang sibuk. Hampir nggak punya waktu buat dia. Waktu kecil dia suka bermain seorang diri, karena kasian akhirnya aku menemaninya.
Kalau adiknya di rawat suster. Mama nya juga lebih perhatian ke anak ceweknya daripada Verry.
Alasan aku masih bujangan hingga umur 36 juga karena aku nggak mau ninggalin Verry. Biarpun saat SMA dia sudah kembali ke rumahnya, tapi dia masih sering menginap di rumahku. Kalau aku menikah, punya keluarga, aku yakin dia bisa kesepian lagi.
Aku ini om yang baik banget ya. Penyayang keluarga.
UKSnya sepi. Hanya ada satu anak di salah satu tempat tidur. Karena aku melihat tirai yang tertutup dan ada sepasang sepatu yang tergeletak di sana.
Aku memilih tempat tidur yang ada di seberangnya. Menutup tirainya lalu berusaha terlelap. Tubuh ini perlu di latih. Setidaknya olah raga ringan seperti lari ditempat atau jalan-jalan ke tempat jauh.
***
Mataku terbuka saat mendengar suara-suara di sampingku.
"Ver..." desisku saat melihat anak itu duduk di tepi tempat tidur sambil memakan cemilan dan bermain hp.
"Oh...udah bangun," dia melirikku sekilas.
"Jam istirahat??"
"Iya. Tidurmu enak banget. Sampai ngorok-ngorok."
Aku terkekeh.
"Masa sih?!"
"Iya...mau denger suara ngorokmu?"
"Sial...kamu rekam ya?!"
Kali ini Verry yang terkekeh.
"Nggak cuma aku rekam. Aku juga fotoin wajahmu yang ngiler-ngiler."
Percuma. Yang ngiler juga bukan wajahku. Wajahnya si Eggy.
"Udah...hapus!! Hapus!! Nanti yang kena masalah Eggy kalau foto itu menyebar."
Siapa tau aja si Indra bisa dapetin foto Eggy dari hp Verry.
"Nggak kok enggak. Bercanda hahaha..."
Aku menoyor kepala Verry.
"Ya udah jangan berisik. Ada orang di sebelah."
"Udah nggak ada kok. Dia pergi waktu aku datang tadi."
"Oooo...."
"Mau balik sekarang??"
Aku melihat jam yang ada di dinding.
Sebentar lagi jam istirahat pertama habis.
"Iya deh. Ngapain lama-lama disini," sahutku sambil melingkarkan satu tanganku di bahu Verry.
Ah....
Aku melihat Indra sedang minum obat di dekat kotak P3K.
Indra menatapku. Dia nggak kaget. Mungkin karena sudah tau keberadaan kami. Verry langsung cabut duluan. Sepertinya Verry nggak mau ada gossip di antara kami berdua. Aku bisa maklum itu. Namanya anak muda. Digossipin sedikit juga sudah bingung. Eh...ada juga sih yang tua-tua ngamuk gara-gara jadi bahan gossip. Ah...manusia.
Masalahnya dia tadi dengar percakapan kami nggak? Tapi rasanya kami ngomongnya tadi pelan deh.
"Sekarang gantian Verry? Cepet banget cari pengganti."
Mulutnya...
"Kenapa? Cemburu lagi? Ah...iya...kamu kan suka ya sama aku. Jelas kamu cemburu."
Aku berjalan menuju pintu keluar.
Makian Indra kembali aku dengar. Dia mengataiku dengan mulutnya yang busuk. Aku menutup pintu UKS itu. Membuatnya terdiam.
"Ngapain kamu???"
Aku hanya menatapnya. Berjalan mendekatinya. Tanganku bergerak menekan kedua pipinya tapi langsung dia tepis.
"Ngapain sih kamu itu?!"
"Kalau punya mulut di jaga."
Indra kaget. Dari wajahnya aku tahu kalau dia kaget. Mungkin Eggy nggak pernah memperlihatkan sosoknya yang seperti ini. Tapi kali ini berbeda. Aku marah. Dan aku bukan Eggy.
"Minggir!!" Indra mendorongku, tapi aku berusaha tidak beranjak dari tempatku.
Jujur saja, sulit mempertahankan posisiku dengan tubuh kurus ini.
Aku menggenggam erat kedua pergelangan tangan Indra. Anak itu meronta. Mencaciku lagi.
"Kalau kamu suka aku, kenapa kamu nggak bisa jujur? Kenapa kamu mengerjaiku terus-terusan? Kamu tau nggak gara-gara kamu..."
Apa dia tidak memikirkan akibatnya. Eggy berusaha bunuh diri karena dia kan? Salah satu penyebabnya adalah dia selain kematian pacarnya. Dan sekarang aku...
"Haaaa...siapa yang suka sama orang macam kamu?! Dapat kepercayaan diri darimana sih? Pede banget. Sinting!!!"
Dia berhasil melepaskan tangannya dan berjalan pergi.
Aku menghela nafas.
Anak itu...apa sih maunya?
~ whoami pov ~
ni ada yg bca tp g ada jejakx ._.
salah...bukan inda X eggy
"Mas kok aku nggak boleh naik motor sendiri? Kenapa?" tanyaku saat kami sedang menonton tv berdua.
"Nggak apa-apa. Aku masih bisa antar jemput kamu kok. Kuliahku masuk sore."
"Nggak usahlah mas. Aku kan udah tau jalan. Ngapain sih repot-repot gitu??"
"Kamu pengen banget ya naik motor sendiri?"
"Ya iyalah."
Liam mendengus. Dia menatapku.
"Kalau gitu, kamu nggak usah deket-deket sama temenmu itu. Siapa namanya..."
"Verry maksudmu? Kenapa? Dia itu temen sekelasku."
Dia itu keponakankuuuuu...!!!
"Bagus dong kalau cuma itu."
Aku menghela nafas.
Sepertinya Liam nggak bisa percaya sama Eggy biarpun Eggy terlihat seperti amnesia di matanya.
"Mas..." aku berdiri didepannya, menghalangi layar tv, "aku ini nggak tau apa yang sudah terjadi dulu. Aku nggak tau apa yang sudah aku perbuat dulu. Tapi sekarang aku beda. Aku bukan Eggy yang mas Liam kenal."
Liam menatapku.
"Dimataku kamu tetaplah Eggy yang aku kenal."
"Mas Liam nggak bisa batasi pergaulanku!! Aku ini udah besar. Aku bukan anak kecil lagi yang harus selalu di awasi."
Dia sudah kelewatan. Masa setiap aku keluar dia tanya kemana aku mau pergi dan dengan siapa. Padahal aku cuma pergi ke toko sebelah. Atau beli pulsa di gang sebelah.
Liam menghela nafas.
"Aku ini kakakmu. Aku mas' mu. Aku berhak tau kemana adikku pergi."
Kamu bukan pacarkuuuu...
Uuuggghhhh...cukup!!! Dia ini...
"Brengsek!" umpatku kesal.
Liam terkejut. Dia kaget. Tapi aku sudah berjalan pergi masuk ke kamar.
Kenapa banyak sekali orang menyebalkan di sekitar Eggy?? Nasib sial yang seperti apa sih yang dimiliki anak ini??
Aku menjatuhkan tubuhku di kasur.
Pertama Indra dan sekarang Liam. Gila mereka semua. Kenapa anak zaman sekarang selalu over dosis? Kenapa nggak bisa yang biasa-biasa saja? Dasar bego!! Bego semua!!
Aku mengambil hpku lalu menghubungi Verry.
'Ada apa om? Tumben telfon.'
"Cariin aku kost atau kontrakan."
'Huuh??'
"Kost!! Kontrakan!!!"
'Iya aku denger kok om. Tapi kenapa?'
Aku menghela nafas.
"Aku nggak betah. Si Liam. Kakaknya Eggy ngawasin aku terus. Aku nggak suka di awasin sama anak kecil. Aku ini lebih tua dari dia."
Memangnya aku ini umur berapa? Umurku 36 tahun. 36 TAHUN.
'Sabar om. Dipikir ulang dulu aja. Mas Liam kan nggak tau umurmu yang sebenarnya. Dan lagi...'
"Tau. Aku tau. Tapi aku tetep nggak suka."
Mana rokokku? Oh disini.
Sejak dulu aku nggak suka di atur. Ibuku saja nggak pernah mencampuri urusan pribadiku. Aku pernah bertengkar hebat dengan kakakku, mamanya Verry tentang perjodohanku. Sejak dulu aku suka kebebasan. Ini hidupku. Aku bebas melakukan apa saja sesuai keinginanku.
Verry menghela nafas.
'Kalau kayak gini kamu mirip anak kecil lo om.'
"Diem! Nggak ada uang saku tambahan buatmu nanti.'
'Ya.. ya.. sorry. Tapi kalau nyariin kos atau kontrakan yang bayar siapa? Memangnya mas Liam mau bayarin kamu? Ortu nya Eggy.'
"Nggak mungkin sih."
'Nah kan. Udah tenang dulu! Aku tau om lagi stress karena kejadian ini. Belum lagi kondisimu saat ini. Tapi om harus bisa mengontrol diri. Bisa gawat kalau om melakukan hal yang nggak perlu.'
Aku menghela nafas.
"Sejak kapan kamu jadi dewasa gini?"
'Sejak dapat ilham mendadak hahahaha...'
...
Aku sendiri sadar, semakin lama semakin susah menggendalikan emosiku. Terlalu lama di tubuh ini membuat emosiku naik turun. Mungkin orang lain melihat sosok Eggy baik-baik saja. Tapi aku yang ada di sini jauh dari baik-baik saja. Aku ingin kembali. Aku mau tubuhku. Aku mau ibuku. Aku mau pekerjaanku. Aku mau hidupku kembali.
"Kamu benar. Aku cuma nggak mau terlalu lama di tubuh ini."
'Tenang. Ada aku. Om nggak sendirian.'
Itu benar. Ada Verry yang tau keadaanku. Aku nggak sendirian. Tapi itu saja nggak cukup.
"Makasih. Ingetin aku kalau aku kembali ke tubuh asliku. Aku mau ngasih kamu uang jajan dua kali lipat."
'Pasti aku ingetin.'
"Sorry udah ngerepotin. Aku jadi om labil banget ya?!"
Dari seberang sana aku mendengar Verry terkekeh.
'Mungkin karena sekarang kamu ada di tubuh anak SMA?! Bisa aja kan?!'
Hmm...
"Masuk akal."
***
Apalagi ini...??
Aku melihat nomor undian yang ada ditanganku. Di depanku Indra menunjukkan nomor yang sama.
"Nomor yang sama jadi satu kelompok ya. Kerjain soal di halaman dua belas sampai tiga puluh. Kalian ringkas. Buat sepuluh soal dan di kumpulkan besok," kata guru bahasa di mejanya.
"Sial..." desisku sambil membuang nomor undian itu.
"Harusnya aku yang ngomong gitu," Indra nggak mau kalah.
"Pak!! Aku mau ganti partner," kataku cepat sebelum pak Gianto pergi.
"Nggak bisa. Itu sudah diundi. Nggak boleh gonta-ganti."
Aku mendengus.
Apaan sih ini?!
"Aku yang kerumahmu atau kamu yang kerumahku?" tanya Indra malas.
Jelas nggak mungkin aku kerumahmu. Liam pasti nggak ngizinin.
"Kita kerjain sendiri-sendiri," putusku.
"Itu nggak mungkin. Ini kerja kelompok."
"Segitu pengennya kamu ngerjain sama aku?"
"Mau aku pukul?"
Aku menatap Indra.
"Mau aku cium?"
Wajah Indra berubah. Dia langsung pergi menjauh.
Aku menghela nafas. Verry menahan senyumnya sambil melihatku.
"Apa??"
"Nggak apa-apa. Hahaha..."
Lanjut... @whoami88
Oke, next part semangat..
Mau tidak mau Indra ikut ke rumah untuk mengerjakan tugas kelompok kami.
"Kami mau ngerjain tugas kelompok. Dikumpulin besok. Kalau nggak percaya ikut aja ke kamar," kataku saat melewati Liam yang sedang menonton TV.
"Sorry ganggu," kata Indra yang mengikutiku ke kamar.
Aku nggak tau bagaimana ekspresi Liam. Tapi yang jelas Liam pasti nggak suka dengan kedatangan Indra di rumah ini.
"Nggak disuguhi minum atau jajan gitu?" Indra duduk di kursi belajarku.
Aku melempar tasku di kasur. Melepas seragam atasanku dan menggantinya dengan kaos oblong.
"Kalau mau minum beli aja sendiri di toko sebelah."
"Aku tamu di sini."
"Kalau nggak suka kamu boleh pulang. Tau kan pintu keluarnya?"
Indra mendengus.
Dia mengeluarkan buku dan alat tulisnya.
Ada apa denganku? Kenapa moodku berantakan? Semakin lama semakin susah saja mengontrolnya. Kalau aku yang biasa, aku lebih cuek dan masa bodoh. Tapi kali ini aku suka terbawa perasaan. Mungkin memang benar kata Verry, gara-gara aku di tubuh ini emosiku jadi tidak stabil. Aku takut ini bisa berakibat buruk nantinya.
"Halaman berapa tadi?" tanya Indra yang sudah membuka-buka buku tebalnya.
"Dua belas sampai tiga puluh."
Aku berdiri di samping Indra. Dia mulai menyetabilo bagian-bagian penting di buku itu.
"Banyak banget sih. Itu mau meringkas atau menyalin??" commentku.
"Ya ini nggak aku tulis semua lah. Gila apa?! Ya tetep aku pilih nanti."
"Bikin bingung aja. Sini-sini!!" aku merebut buku tebalnya itu.
Aku membaca dengan singkat bacaan yang menjadi tugasku kali ini. Ini cuma cerita biasa yang mengisahkan seorang anak yang berjuang untuk bisa sekolah. Dari keluarga miskin yang sangat sederhana. Ayahnya pemulung sedangkan ibunya hanya pembantu rumah tangga.
"Pekerjaannya di tulis aja."
"Aku juga mikirnya gitu. Sini!! Aku mau ngasih tanda dulu," Indra kembali merebut bukunya.
Dia kembali memberi tanda di buku itu.
"Coba yang ini juga," aku menunjuk satu kalimat.
"Agak jauhan! Nggak usah deket-deket!"
Astaga...dia ini...
Tanganku langsung melayang ke kepala Indra.
Plaaaakkk...
"Apaan sih?!" dia nggak terima.
Indra menatapku kesal sambil memegang kepalanya.
"Aku ambilin minum dulu."
"Daritadi kek."
"Cerewet."
Kalau dipikir-pikir Indra nggak pernah ngusilin Eggy lagi. Tapi tetap saja mulutnya rusak. Kalau ada bengkel mulut sudah aku bawa dia kesana.
Di kulkas cuma ada fanta sama beberapa chiki yang aku beli kemarin. Padahal belum aku sentuh. Masa aku beri ke orang lain?! Yah...mau gimana lagi.
"Kalau tugas kalian sudah selesai, suruh dia pulang."
Liam bersandar di pintu.
"Ya jelaslah."
Dia mau cari gara-gara sama aku lagi?
Oh...dia pergi. Bagus deh.
Aku membawa fanta dan chiki itu ke kamar. Meletakkannya di meja. Indra langsung membuka fanta itu dan meminumnya.
"Jangan di habisin. Aku belum minum," aku merebut botol fanta itu lalu meminumnya.
Indra tiba-tiba terbatuk.
...
Dia terlihat salah tingkah.
...
Aku tersenyum.
"Ciuman nggak langsung," desisku nakal.
Indra langsung melotot padaku.
"Jijik, tau nggak?!"
"Heee....siapa yang menjijikkan? Aku? Yakin aku menjijikkan?"
Indra mengumpat pelan sebelum sibuk dengan bukunya.
Hahaha...anak ini lucu juga.
Dia pasti bingung kenapa sifat Eggy berubah drastis. Eggy yang dulu pasti diam saja di gangguin. Eggy pasti nggak pernah ngelawan balik. Terus...sekarang aku yang ada di tubuh ini. Pastinya sifat Eggy ikut berubah. Apa yang dia pikirkan tentang Eggy yang sekarang?
Aku duduk di atas meja. Tanganku merogoh laci untuk mengambil rokok.
"Apa?" tanyaku saat Indra sedang mengawasiku.
Aku menyelipkan sebatang rokok di bibirku sebelum membakarnya.
Indra nampak ingin mengatakan sesuatu tapi dia lebih memilih melanjutkan pekerjaannya.
"Setelah ini kamu buat pertanyaannya," katanya.
"Sepuluh pertanyaan kan?!"
"Aku rasa juga gitu. Tapi cerita dari halaman dua belas sampai tiga puluh ada tiga cerita. Masa cuma sepuluh soal? Atau satu cerita sepuluh soal? Jadi tiga cerita tiga puluh soal?"
Aku mendengus.
Aku langsung mencari hpku untuk menelfon Verry. Si Indra melihatku sesekali.
Ternyata Verry juga bingung. Tapi dia sepakat dengan Retno untuk membuat dua jenis soal.
"Si Verry pakai dua jenis soal. Terus kita gimana?" tanyaku setelah mematikan telfonnya.
"Ngikut juga nggak masalah."
"Ya udah."
Aku memutar buku tebal itu ke arahku lalu menundukkan kepalaku untuk melihat seperti apa cerita kedua.
...
...
...
"Aku tau kamu suka banget sama aku. Tapi nggak usah ngeliatin aku kayak gitu lah. Aku kan jadi grogi," kataku tanpa melihat Indra.
Mataku masih fokus pada cerita yang aku baca. Dari sudut mataku saja aku bisa melihat dia sedang menatapku lekat-lekat.
Sebuah buku melayang dikepalaku.
"Nggak usah belagu lah. Mentang-mentang aku sudah berhenti ngerjain kamu."
"Nah itu yang mau aku tau," aku menatap Indra, dari posisiku ini wajah kami sangat dekat, "kenapa kamu berhenti?"
Indra menjauhkan wajahnya. Dia tidak menatapku.
"Anggap aja aku udah males sama kamu."
Aku tertawa datar.
Bilang aja kamu takut sama Eggy yang sekarang.
~ whoami pov ~
makasih yg udah mampir n commet. aq jd semangat. langsung nulis lagi n aq posting haha..
Oke, next part semangat..
"Temenmu sudah pulang?" tanya Liam.
Liam baru saja pulang entah darimana. Aku sedang minum air mineral saat dia menanyaiku.
"Iya," sahutku sebelum kembali meneguk air.
"Dia itu pernah ke rumah sakit waktu kamu di dirawat dulu."
...
...
Aku menatap Liam.
"Indra?"
"Iya. Dia berdiri di depan pintu dan nggak masuk. Waktu aku keluar dari kamarmu dirawat, dia langsung pergi."
Aku kembali meminum air.
"Inget apel yang dikupasin mama buat kamu dulu?"
Aku mengangguk.
"Itu dari dia."
Botol air mineral yang aku pegang aku masukkan kembali kedalam kulkas.
Liam sudah pergi ke kamarnya.
Jadi Indra menjenguk Eggy?
"Seingatku dia kena skorsing gara-gara kelakuannya ke kamu."
"Memangnya dia ngelakuin apa?"
Setahuku Indra memang jahil sih.
"Nggak apa-apa. Cuma masalah foto," kata Liam sebelum berjalan pergi.
...
Foto...jangan-jangan foto...itu??
Aku menghela nafas.
Pantes aja si Liam nggak suka sama Indra atau sama temen-temen cowoknya yang lain. Dia itu khawatir banget ya kalau Eggy sampai kenapa-kenapa?! Aku nggak punya kakak cowok, jadi aku nggak tahu harus komentar apa. Tapi kalau si Verry kayak Eggy, aku juga pasti khawatir. Dia suka warna pink aja aku sudah bingung. Gimana kalau si Verry sampai suka sama cowok? Heee...jangan sampai deh. Aku nggak tahu harus gimana. Sebagai omnya mungkin aku juga mulai membatasi pergaulannya. Atau ya...mengecek dengan siapa dia pergi atau...
Aku tersenyum hambar.
Aku ini ..overprotektif juga ya.
***
Jalanan di sini cukup sepi. Aku dan Verry melihat-lihat tempat aku kecelakaan dulu. Aku masih terjebak di tubuh Eggy hingga saat ini, sedangkan tubuhku sendiri masih tidak bergerak dari tempat tidur. Biarpun tubuhku terus di beri asupan gizi dari selang infus dan pemanasan serta pijatan khusus, tapi itu semua bisa bertahan sampai kapan? Sampai tubuhku yang asli tidak bernafas?
Pohon yang aku tabrak mempunyai goresan yang cukup mengerikan.
"Sebenarnya om, om itu nggak cuma nabrak pohon. Setelah om nabrak pohon, ada truk muatan yang menabrakmu."
Aku nggak tau itu. Aku cuma ingat aku menabrak pohon.
"Aku nggak ingat..."
"Mungkin karena om sudah pingsan saat itu."
Verry memegang goresan itu.
"Parah banget ya??" tanyaku.
Sebenarnya aku takut untuk bertanya lebih jauh. Tapi aku juga ingin tau yang terjadi.
"Parah banget lah. Mobilmu sampai...sampai..."
"Cukup-cukup! Udah nggak usah diterusin!"
Nah aku memang takut untuk tahu lebih banyak. Yang pasti kecelakaan waktu itu ternyata nggak sesimple yang aku pikirkan. Aku kira menghindari Eggy sudah selesai, ternyata ada truk muatan yang menabrakku.
Sampai saat ini juga aku nggak tahu kondisi tubuhku yang asli. Apa ada tulang yang patah atau aku gegar otak? Atau ada sesuatu yang lebih parah dari itu... Aku nggak tau. Dan nggak mau tau.
Aku memijat keningku.
"Jadi om...gimana?"
"Apanya??"
"Apa ada yang om rasain?"
...
Aku terdiam untuk merasakan kondisi tubuh Eggy.
Keningku berkerut.
"A...apa? Apa yang om rasain?"
Aku menatap Verry.
"Aku mau buang air besar. Perutku mules."
~ whoami pov ~
aq mw mkn mie judes...ska bngt ama mie berlevel2 pdhl aq pnya maag. oh ya..ada yg liat heroin? brp eps yg season 1? ada season 2x gak?